Review

Ijtihad Muhammadiyah: Fresh Ijtihad Interdisipliner Kolektif

4 Mins read

Oleh: Hasnan Bachtiar

Persis seperti yang disebutkan oleh anak laki-laki berusia empat tahun itu. Buku ini adalah buku terbaik yang disukai banyak orang. Di hadapan kami, ada anak berusia empat tahun yang memang bertugas memilihkan satu buku untuk dibacakan pada malam hari. Semacam ritual keluarga yang ketat dan harus dilaksanakan sebagai kewajiban.

Ia menunjuk dan menggenggam buku “Fresh Ijtihad” karangan Profesor Amin Abdullah. Terkaan batiniah saya barangkali bukanlah asal menebak-nebak. Tetapi, merupakan prakiraan spiritual. Bahwa, sesungguhnya di antara buku-buku koleksi perpustakaan kami dalam pelbagai bahasa (Arab, Inggris, Indonesia, Melayu dan Prancis), buku inilah yang nanti akan menjadi titik tolak bagaimana mengupayakan sesuatu yang baru, segar, solutif dan tentu saja, mampu bergelut melawan tantangan zaman.

Saya berpikir, buku ini pula yang akan menerangi cakrawala pemikiran kita. Terutama dalam berhadapan dengan rujukan kaum Muslim yang mulia: al-Qur’an dan al-Sunnah.

Memang sebelum “membaca kembali” buku ini, atas kemurahan hati para sahabat, saya sempat menyelesaikan membaca versi draf-nya sebelum pada akhirnya diterbitkan. Sekaligus pada saat itu, ingin mengkonfirmasi apakah ada hal yang paling mutakhir berkaitan dengan pemikiran seorang filosof yang lahir dari rahim Muhammadiyah: sang penulisnya.

Buku ini memiliki anak judul, “Manhaj Pemikiran Keislaman Muhammadiyah di Era Disrupsi.” Anak judul ini memberikan petunjuk bahwa, buku ini merupakan trayektori yang menunjukkan pentingnya dialektika paradigmatik. Kurang lebih hal tersebut berkaitan dengan kerangka berpikir yang abstrak, dunia filsafat yang kompleks dan tentu saja fondasi etis yang begitu mendasar.

Sekiranya pemikiran keislaman adalah sebuah bangunan, maka perkara paradigmatik (manhaji) atas hal tersebut adalah fondasinya. Semakin tinggi dan luas bangunan yang didirikan, maka semakin kokoh dan jauh menghunjam ke dalam fondasi yang menopangnya. Artinya, fondasi filosofis sebagai kaca mata dalam menelaah, mengkritik, mengkonstruksi, dekonstruksi dan rekonstruksi, harus menjadi yang terkuat dalam rangka menciptakan pelbagai konsep pemikiran dalam Islam (produk).

Baca Juga  Muslim Tanpa Masjid Versi Baru

Konten

Buku ini terbagi menjadi empat bab. Bab pertama adalah arah, orientasi dan paradigma gerakan Muhammadiyah, bab kedua adalah konstruksi pemikirannya, bab ketiga adalah implementasi pemikiran tersebut dan bab keempat adalah upaya strategis dan kontekstualisasi yang dilakukan.

Bab pertama, “Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid: Tantangan dan Peluang”. Pada bagian ini menjelaskan hal ihwal mengenai paradigma pembaharuan (tajdid) yang dikehendaki Muhammadiyah. Pembaharuan bagi Muhammadiyah adalah segala daya dan upaya yang persisten yang dilakukan dalam rangka beradaptasi dengan perubahan ruang, waktu, dan semangat zaman. Dalam hal ini Muhammadiyah menekankan reaktualisasi dan rekonstruksi teologis dalam rangka menciptakan-ulang secara terus-menerus spirit dan etos mencari kebenaran dan menyelesaikan masalah keumatan (lihat refleksi kritis pada halaman 42).

Bab berikutnya, “Islam Berkemajuan: Reaktualisasi dan Reinterpretasi.” Bagian menjelaskan mengenai pentingnya menjadikan kredo popular Muhammadiyah “Islam Berkemajuan” senantiasa aktual dan kontekstual. Dan dengan demikian, hal itu memiliki daya guna dihadapan umat Islam yang mendambakan fungi sosial agama.

Berkaitan erat dengan hal itu, maka Muhammadiyah menginisiasi pentingnya ijtihad yang berkemajuan (progressive ijtihad). Hal ini didasarkan kepada spiritualisme ihsan (akal suci dan akhlak mulia). Menuntun setiap mujtahid mengupayakan permenungan kritis dan reflektif dalam rangka menemukan formulasi mutakhir yang berfungsi menyelesaikan masalah-masalah krusial yang ada. Dalam konteks ini, Muhammadiyah memposisikan diri sebagai inspirasi yang mencerahkan bagi umat manusia.

Bab yang paling inti dari buku ini adalah, “Fresh Ijtihad Muhammadiyah: Dari Pengayaan Perspektif ke Internasionalisasi Pemikiran”. Bagian ini menekankan pentingnya ijtihad Muhammadiyah – terutama yang selama ini seringkali dilakukan oleh Majelis Tarjih – yang bersifat interdisipliner dan transdisipliner.

Memang secara hakiki, al-Qur’an dan al-Sunnah mengandung segala nilai kebajikan yang menjadi jawaban segala persoalan kehidupan. Akan tetapi secara filosofis, keduanya direpresentasikan oleh teks-teks yang harus ditafsirkan sedemikian rupa. Dengan paradigma, pendekatan, metodologi dan metode yang dianggap paling tepat.

Baca Juga  Wisata Sejarah dalam Novel 'Zirah'

Karena itu, Majelis Tarjih yang hanya memiliki keahlian di bidang interpretasi tekstual teks-teks keagamaan (nalar bayani), perlu berkolaborasi dengan para pakar di pelbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya. Sehingga dengan demikian, cakrawala intelektual Muhammadiyah lebih mampu menggerakkan ijtihad yang benar-benar baru, segar, menyelesaikan masalah dan mencerahkan (fresh ijtihad). Karena itu, sekali lagi, ijtihad di dalam Muhammadiyah bersifat interdisipliner yang dilakukan secara kolektif (jama’i).

Contoh masalah-masalah yang selama ini menjadi pekerjaan rumah Muhammadiyah adalah hal yang menyangkut masalah minoritas. Isu perempuan dan kesetaraan gender misalnya, menjadi garapan prioritas Muhammadiyah, melalui fresh ijtihad interdisipliner kolektif (lihat halaman 104-129).

Di samping itu, bagian ini juga membahas secara serius pentingnya internasionalisasi segala pencapaian Muhammadiyah (nilai-nilai, inspirasi dan juga program-program kekinian yang sangat potensial menyelesaikan masalah-masalah yang ada). Muhammadiyah, menurut Amin Abdullah, harus mendakwahkan kebajikan Islam yang sangat esensial secara global. Terlebih bahwa, Muhammadiyah memiliki konsep mengenai ijtihad yang luar biasa. Dalam konteks ini, sudah saatnya Muhammadiyah memiliki pengaruh yang positif dan inspiratif bagi seluruh masyarakat dunia.

Bab terakhir, yakni bab yang keempat, yang bertajuk “Rekonstruksi Pendidikan Muhammadiyah: Filosofi dan Paradigma Keilmuan Kontemporer”. Pada bagian pamungkas ini, Amin Abdullah mendiskusikan secara runtut, teliti dan mendalam mengenai filsafat pendidikan di dalam Muhammadiyah.

Bagian ini menjangkau masalah-masalah landasan paradigmatik pendidikan Islam, rekonstruksi epistemologis pendidikan Islam dan juga masalah al-Islam dan Kemuhammadiyahan (ideologi Muhammadiyah). Secara lebih jauh, dialektika kritis yang dimainkan dalam buku ini juga menjangkau wacana mengenai nilai pembaruan, visi peradaban, strategi keilmuan dan pembaharuan di bidang nalar yang lebih luas. Bukan sekedar pemikiran, namun juga sistem dan cara berpikir.

Baca Juga  Peran Sufisme Mengislamisasi Nusantara

Pada akhirnya, sang pengarang menyatakan bahwa, buku ini mengupayakan pembaharuan (tajdid) melalui ijtihad yang fresh secara “konstruktif-kritis-transformatif untuk kemaslahatan, kesuksesan, keberkahan dan kebahagiaan umat manusia.” (halaman 202).

Keunikan

Secara substantif, buku ini luar biasa. Saya telah membaca pelbagai karya para reformis Muslim dari pelbagai pejuru dunia. Jika karya mereka dibandingkan dengan buku ini, saya ingin menggarisbawahi bahwa buku ini otentik dan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh karya-karya lain. Terutama mengenai pentingnya ijtihad yang benar-benar baru, interdisipliner, kolektif dan dilakukan secara konstruktif, kritis dan transformatif. Kiranya buku ini diterjemahkan ke bahasa Inggris dan Arab agar pembaca global juga mampu mengaksesnya.

Secara kebahasaan, meskipun tergolong sebagai buku berat karena berisi uraian filosofis dengan paragraf-paragraf yang panjang, namun mudah sekali dicerna. Di samping itu, pelbagai kalimat yang disajikan mengalir renyah dan enak sekali dinikmati.

Buku yang diedit oleh Azaki Khoirudin dan Mu’arif ini diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah pada April 2019. Buku setebal 226 halaman ini, diberikan pengantar yang baik sekali oleh para editornya. Berhasil menunjukkan peta perkembangan pembaharuan pemikiran Muhammadiyah dalam eksemplar sejarah sejak 1912 hingga 2019.

Demikianlah, tidak ada alasan untuk tidak membaca buku ini. Kita tentu tidak harus membelinya karena bisa meminjam kepada para sahabat yang memiliki buku ini. Tetapi, karena sudah sejak lama kami sangat menantikan buku mengenai pemikiran Muhammadiyah yang termutakhir, maka kami dengan senang hati membelinya sebagai koleksi untuk perpustakaan pribadi kami. Sangat menguntungkan membeli buku yang sangat bermutu ini.

89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds