Sebelum membahas Peace Generation dan Irfan Amalee, kita perlu membahas perilaku yang mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Perilaku kekerasan dan intoleransi yang marak terjadi hari ini menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak. Mereka menilai hal ini sebagai ancaman bagi dunia yang plural dan Indonesia yang majemuk.
Indonesia, sebagaimana yang kita ketahui, terdiri dari beragam suku, bahasa, budaya dan agama. Dan hal itu hanya bisa kita jaga dengan saling menghargai dan menghormati. Artinya, ketika ada pihak yang melakukan tindakan intoleransi, itu berarti sama saja dengan ia mencoba merusak Indonesia.
Demi menjaga keutuhan, persatuan, kemajemukan Indonesia, banyak tokoh yang kemudian memilih “turun gunung” untuk menyebar narasi-narasi perdamaian, khususnya di media sosial. Karena di sanalah narasi-narasi kekerasan itu banyak berkembang. Yang turun untuk menyebar misi perdamaian itu bukan hanya dari satu kalangan saja, melainkan dari semua. Bukan hanya dari kalangan Islam, tapi juga kalangan agama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan lain-lain.
Kali ini, kita akan coba berkenalan dengan salah satu tokoh penyeru perdamaian dari agama Islam. Ia adalah anak muda yang banyak menggagas dan terlibat pada kerja-kerja perdamaian. Orang mengenalnya dengan nama Irfan Amalee, sosok di balik berdirinya Peace Generation Indonesia, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan perdamaian.
Irfan Amalee
Irfan merupakan anak muda kelahiran Bandung. Ia tumbuh dan besar di lingkungan keluarga yang religius. Kakeknya adalah seorang kiai. Dan Irfan sendiri juga merupakan seorang santri. Ia pernah nyantri di Darul Arqam Muhammadiyah, Garut dan lulus pada tahun 1996. Sekedar pemberitahuan, pesantren ini telah banyak melahirkan alumni-alumni yang berkiprah sebagai tokoh di masyarakat. Sebut saja di antaranya: Ustaz Adi Hidayat, dai nasional dan ulama muda Muhammadiyah, Fahd Pahdepie, penulis kondang yang belakangan terjun pada dunia politik, Raja Juli Antoni, Sekretaris Jendral PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dan masih banyak lagi lainnya.
Irfan, sebagaimana diceritakannya pada blog pribadinya, memulai karir menulisnya sejak dari pesantren dengan mendirikan dan memipin majalah sekolah, Pesan Trend. Begitu pun saat kuliah di jurusan tafsir-hadis IAIN Bandung. Irfan sempat aktif dan menjadi pemimpin redaksi koran kampus, Suaka. Pada masa ini juga, tulisannya dan beberapa cerita anaknya banyak terpampang di media nasional seperti Pikiran Rakyat, tabloid Fantasi, dan beberapa media lokal dan nasional lainnya.
Karirnya di bidang penulisan cerita anak, remaja, akhirnya menghantarkannya bekerja di Penerbit Mizan. Mula-mula Irfan ditempatkan sebagai editor di Divisi Anak dan Remaja (DAR), dan ditunjuk menjadi CEO Pelangi Mizan tepat ketika usianya menginjak angka 30 tahun. Di bawa kepemimpinan Irfan lah terbit beberapa buku fenomenal yang kemudian banyak menjadi referensi anak-anak muslim: Ensiklopedi Bocah Muslim (15 jiid), ensiklopedi anak Islam pertama karya anak Indonesia; Halo Balita (25 jilid); dan I Love My Quran (30 jilid), tafsir Al-Quran-bergambar anak pertama yang lengkap mengupas 30 juz.
Mendirikan Peace Generation Indonesia
Siapa yang tidak kenal dengan organisasi ini? Organisasi perdamaian yang telah memiliki banyak cabang di beberapa daerah di Indonesia. Peace Generation Indonesia atau yang biasa disebut Peacegen, sebagaimana dilansir dari peacegen.id, adalah organisasi yang bergerak pada pendidikan perdamaian. Organisasi didirikan oleh Irfan Amalee bersama kawannya Eric Lincoln yang berasal dari Chicago. Organisasi yang mereka dirikan ini fokus pada pengembangan pelatihan perdamaian, media pembelajaran perdamaian, dan kegiatan kampanye serta aktivasi konten perdamaian.
Dalam salah satu siaran televisi nasional, Eric sempat menceritakan latar belakang didirikannya Peace Generation Indonesia. Hal itu berawal dari “perseteruan”-nya dengan Irfan. Eric menceritakan bahwa saat dirinya memperkenalkan kepada Irfan sebagai orang yang berasal dari Amerika, Irfan langsung mengatakan, “I don’t like your country.” Saat itulah Eric mulai menilai Irfan sebagai sosok Taliban.
Namun setelah berkenalan lebih dalam, Irfan ternyata tidak seperti yang ia kira. Irfan adalah sosok yang begitu cinta dengan Indonesia dan sosok yang begitu cinta dengan perdamaian. Hanya saja, lanjut Eric, ia agak sedikit kesal dengan negaranya. Karena dalam anggapannya, negara Eric lah yang paling banyak mengeskpor kekerasan. Dari situlah ide pendirian Peace Generation Indonesia bermula. Mereka sama-sama bertekad ingin menyebarkan virus perdamaian ke seluruh penjuru negeri.
Menyebarkan Perdamaian dengan Cara Kreatif
Satu hal yang menarik dari Peacegen dan mungkin membedakannya dari pembawa narasi-narasi perdamaian yang lain. Peacegen menyebarkan gagasan-gagasan perdamaian dengan cara yang kreatif. Peacegen memberikan warna dan gaya baru dalam menyebarkan virus perdamaian. Jika pendahulunya menyebarkan perdamaian cara yang terkesan berat, kaku dan cenderung ilmiah, maka Peacegen memilih menebar narasi-narasi perdamaian dengan cara-cara yang ringan, sederhana, tapi unik dan menarik. Salah satunya adalah melalui game.
Game yang bagi banyak orang hanya sebatas hiburan dan pelarian dari kepenatan, oleh kawan-kawan Peacegen malah dimanfaatkan untuk menyebarkan gagasan-gagasan perdamaian. Hal ini bisa kita lihat dari cara mereka menanamkan dan mengajarkan modul 12 Nilai Dasar Perdamaian yang mereka susun. 12 nilai perdamaian dalam modul itu masing-masing memuat permainan yang menyenangkan.
Dan belakangan, berkat kiprah dan jasanya di dunia media dan perdamaian, Irfan akhirnya menggondol beberapa penghargaan. Di antaranya ialah mendapat penghargaan International Young Creative Entrepreneur dari British Council. Kemudian pada tahun 2010 meraih penghargaan dari Universitas Atmajaya Yogyakarta untuk kategori Multiculturalism Award. Dan yang paling fenomenal, pada tahun 2010 dan 2011, Irfan masuk dalam daftar 500 orang muslim paling berpengaruh di dunia versi Royal Institute for Islamic Studies Amman Yordania
Akhirnya, saya hanya bisa mengatakan dan berharap agar agen-agen perdamaian itu tidak hanya berhenti di Irfan Amalee, tapi juga dikembangkan dan diteruskan oleh anak-anak muda lainnya; anak muda yang cinta perdamaian dan anak muda yang cinta akan Indonesia.
Editor: Nabhan