Inspiring

Jalaluddin Rumi: Penyair dan Sufi Muslim dari Persia

3 Mins read

Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al-Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau yang sering disebut dengan nama Rumi adalah sosok seorang penyair sufi. Ia lahir di Balkh (sekarang Samarkand), tanggal 6 Rabiul Awal 604 H, bertepatan dengan tanggal 30 September 1207 M.

Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Baharuddin Walad. Sedangkan, ibunya berasal dari keluarga Kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi adalah seorang cendekiawan yang saleh yang mampu berpandangan jauh ke depan, dan merupakan seorang guru di Balkh.

Saat Rumi berusia tiga tahun, daerahnya terancam oleh serbuan Mogol (raja), yang membuat keluarganya terpaksa pergi meninggalkan Balkh, melewati Khurasan dan Suriah, yang akhirnya sampai ke provinsi Rum dan Anatolia Tengah. Provinsi tersebut merupakan bagian dari Negara Turki saat ini.

Mereka menetap di Qonya, yang merupakan ibu kota dari Rum. Dalam perjalanan pengembaraan dan pengungsian, Rumi dan keluarganya sempat singgah di kota Nishapur, tempat kelahiran penyair dan ahli matematika, Omar Khayyam. Dan di kota ini juga Rumi bertemu dengan Attar, yang meramalkan bahwa Rumi, bocah yang mengungsi ini kelak akan masyhur dan menyalakan api gairah ketuhanan. 

Begitulah ramalan Attar terhadap Rumi yang baru datang dari tanah tempat tinggalnya ke tanah pengungsian bersama keluarganya itu.

Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi menjadi seorang murid di bawah bimbingan Sayyed Burhanud-Din Muhaqqi Termasi, yang merupakan salah satu murid dari ayahnya sendiri. Di bawah bimbingan Sayyed Termasi inilah, ia belajar tentang ilmu sufi.

Di samping itu, dia juga mempelajari banyak ilmu spiritual dan rahasia tentang jiwa dan dunia ini. Setelah ayahnya meninggal dunia di tahun 1231 M, Rumi pun melanjutkan posisi sang ayah sebagai seorang guru agama yang terkemuka saat itu.

Baca Juga  Muhammad Imarah dan Islam Wasatiyah

Rumi juga menjadi seorang imam dan penceramah di kota Qonya, untuk meneruskan tugas ayahnya. Saat itu, Rumi masih berumur sangat muda, yakni 24 tahun. Meski umurnya masih sangat muda, Rumi berusaha membuktikan bahwa dia mampu melakukannya dan bahwa ia merupakan orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam, terutama ilmu agama.

Ayahnya, pada saat itu memang merupakan orang terpandang dan merupakan orang yang berpengaruh terhadap cara berpikir dan tingkat kecerdasannya. Baharuddin ayahnya Rumi, tidak hanya mengajarkan budaya Persia dan pelajaran Islam kepada Rumi, namun Rumi juga mempelajari tentang pemikiran sufi.

Selama bertahun-tahun, dia mempelajari tentang ilmu tasawuf. Di samping itu, Rumi juga gemar mempelajari syair-syair Attar dan Sinai. Dua tokoh ini adalah tokoh yang sangat diidolakan oleh Rumi semasa hidupnya. Bahkan, rasa kekagumannya diungkapkan ke dalam syairnya: “Attar was the spirit, Sinai his eyes twain, And in time thereafter, came we in their train”.

Perjalanan dan Perubahan Hidup Rumi

Di tahun 1244 M, Jalaluddin Rumi sudah menjadi seorang guru dan seorang ahli agama. Seiring berjalannya waktu, di tahun ini pula, ia berjumpa dengan seorang musafir atau pengembara yang bernama Shamsuddin of Thabriz.

Pertemuannya dengan Shamsuddin atau Shams panggilan akrabnya ini, menjadi sebuah momentum atau titik perubahan dalam hidup Rumi. Mereka pun menjadi sahabat yang sangat dekat satu dengan yang lain.

Di sisi lain, salah satu murid dari Rumi tidak senang melihat kedekatan mereka berdua. Ketika Shams hendak berkunjung ke Damaskus, ia terbunuh. Peristiwa itu sampai ke telinga Rumi, dan orang yang membunuh Shams adalah murid Rumi sendiri, karena rasa tidak senang melihat kedekatan Shams dengan gurunya itu.

Baca Juga  Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Pembaru Kepustakaan Islam

Tentu hal ini membuat Rumi sangat sedih dan terpukul  kehilangan sahabatnya. Karena rasa kasih sayangnya kepada Shams yang tak mau hilang, dan rasa penyesalannya terhadap kematian sahabatnya, akhirnya Rumi mengungkapkan kesedihannya dalam bentuk musik, tarian, dan syair.

Selama 10 tahun, setelah Rumi bertemu dengan Shamsuddin, Rumi pun terus mengabdikan dirinya untuk menulis ghazal atau sastra puisi yang merujuk kepada sebuah tangisan kematian. Seiring berjalannya waktu, Rumi bertemu dengan seorang tukang emas bernama “Salaud-Din-e Zarkub”, yang kemudian hari, setia menemani Rumi dalam berkarya.

Sayangnya, Salaud juga wafat. Kejadian ini membuat Rumi berkawan dengan salah seorang murid favoritnya bernama Hussam-e Chalabi. Hussam lah yang kemudian menemani Rumi dalam menghabiskan tahun-tahun berikutnya ketika hidupnya di Anatolia.

Karya-Karya Jalaluddin Rumi

Di Anatolia, Rumi menyelesaikan karya-karya besarnya yang dikenal sangat populer oleh Bangsa Persia, yaitu Matsnawi, atau dalam Bahasa Inggris disebut “the Masnavi”.

Di antara karyanya adalah yang pertama bernama Diwan-e Shams- e Thabrizi. Di dalam karyanya ini, dia mengungkapkan tentang sahabatnya, Shamsuddin, yang telah meninggal dunia.

Karya kedua adalah Mathnawi atau Matsnawi atau disebut juga Masnavi, yang ditulis dalam bentuk puisi, terdiri dari 6 volume. Karya ini ia tujukan untuk berdakwah, pelajaran, hiburan, dan lain-lain. Sehingga, karya ini menjadi karya sastra yang murni milik Bangsa Persia.

Namun, tak bisa dipungkiri masih banyak lagi karya Jalaluddin Rumi yang sangat populer sampai saat ini, salah satunya adalah Fihi Ma Fihi.

Kematian Jalaluddin Rumi

Jalaluddin Rumi meninggal dunia pada tanggal 17 Desember 1273 M. Dia meninggal di kota Qonya, di bawah pemerintahan Kerajaan Seljuk. Jasadnya dikuburkan di samping makam ayahnya. Jalaluddin Rumi meninggal pada usia 68 tahun.

Baca Juga  Santri-santri Modernis di Era Revolusi

Itulah lika-liku perjalanan dari sosok seorang penyair dan sufi Jalaluddin Rumi yang sangat berpengaruh di Persia dan karya-karyanya yang sangat mendunia. Sebagai bentuk penghargaan terhadap Jalaluddin Rumi, maka di Qonya dibangunlah sebuah makam museum, bernama Mevlana.

Editor: Lely N

Avatar
37 posts

About author
Muhammad Saleh Kader PK IMM Hajjah Nuriyah Shabran Cabang Sukoharjo Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta PD IPM SUMBAWA
Articles
Related posts
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…
Inspiring

Sosialisme Islam Menurut H.O.S. Tjokroaminoto

2 Mins read
H.O.S Tjokroaminoto, seorang tokoh yang dihormati dalam sejarah Indonesia, tidak hanya dikenal sebagai seorang aktivis politik yang gigih, tetapi juga sebagai seorang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *