Dunia pendidikan sejatinya merupakan ranah di mana integritas dijunjung tinggi. Namun, berbagai praktik di lapangan masih menunjukkan tantangan pendidikan yang serius, khususnya terkait karakter-karakter yang tidak mencerminkan nilai integritas. Hal ini terungkap dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menegaskan bahwa tantangan pendidikan dalam membangun moral dan etika masih perlu perhatian lebih
SPI Pendidikan pertama kali dilakukan pada tahun 2021, dengan tujuan mengukur, memotret, dan memetakan kondisi integritas pendidikan Indonesia dalam tiga aspek utama: karakter, ekosistem pendidikan, dan tata kelola pendidikan.
Tren Penurunan Indeks Integritas Pendidikan
Berdasarkan laporan tahun 2024, indeks integritas pendidikan secara nasional berada pada angka 69,50. Angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yakni 73,70 (2023) dan 70,4 (2022). Dari ketiga aspek yang dinilai, dimensi tata kelola pendidikan mencatat skor terendah, menunjukkan bahwa sektor ini masih rentan terhadap berbagai penyimpangan.
Salah satu penyebab kerentanan tersebut adalah disorientasi arah pendidikan nasional.
Tantangan Pendidikan: Korporatisasi dan Komersialisasi
Dalam FGD bertajuk “Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika Sosial dan Pendidikan” yang diselenggarakan oleh BPIP pada 2 September 2024, Ki Darmaningtyas menyebut bahwa beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia mengalami korporatisasi dengan kecenderungan semakin kapitalistik. Komersialisasi pendidikan menjadi semakin vulgar, menjadikan pendidikan dikelola laiknya perusahaan.
Jargon-jargon pendidikan yang banyak berseliweran kerap berasal dari merek dagang sekolah tertentu di Jakarta dan kemudian diadopsi secara nasional. Energi dan anggaran lebih banyak dihabiskan untuk memproduksi dan mempromosikan slogan-slogan tersebut, yang sejatinya kurang menyentuh persoalan esensial pendidikan.
Dalam forum yang sama, Doni Koesoema menyatakan bahwa kondisi ini menyebabkan anggaran pendidikan tersandera oleh kapitalisme global. Akibatnya, cita-cita pendidikan bermutu untuk semua semakin jauh dari jangkauan.
Di sisi lain, penyelenggara pendidikan juga mengalami pendangkalan pandangan terhadap pendidikan, yang sangat berdampak pada sekolah swasta. Kebijakan yang diambil sering kali terkesan menganaktirikan sekolah swasta—misalnya, regulasi yang berpotensi menyebabkan kekurangan guru atau murid di sekolah tersebut.
Penyimpangan Dana BOS dan Ketidakjujuran Akademik
Contoh tantangan pendidikan lainnnya yang memengaruhi penurunan indeks integritas pendidikan adalah maraknya penyimpangan dalam penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sekitar 12 persen sekolah diketahui tidak mengalokasikan dana BOS sesuai dengan kebutuhan. Bentuk penyimpangannya meliputi pemerasan, potongan, pungutan liar, kolusi dalam pengadaan barang/jasa, hingga penggelembungan dana.
Di sisi lain, kemerdekaan belajar yang diberikan kepada murid juga tak lepas dari catatan kritis, seperti masih tingginya kasus ketidakjujuran akademik (menyontek). Menurut KPK, perilaku ini terjadi di 78% institusi pendidikan dasar dan menengah. Padahal, menyontek jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip integritas.
Ketiadaan sistem tinggal kelas membuat sebagian murid menganggap enteng pelajaran. Doni Koesoema menilai bahwa aturan tersebut menurunkan motivasi belajar siswa (Kompas.com, 2/4/2024), yang pada akhirnya dapat memicu perilaku menyontek, baik karena faktor individu maupun sistem yang tidak mendukung integritas.
Urgensi Pembenahan dan Langkah Strategis
SPI Pendidikan dari KPK sejatinya menjadi alarm awal bagi pemerintah untuk segera melakukan pembenahan. Langkah-langkah responsif dalam menghadapi perilaku koruptif di dunia pendidikan sangat dinantikan masyarakat.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), tidak sepatutnya menutup mata terhadap kondisi getir ini. Setidaknya, ada dua langkah strategis yang dapat diambil:
- Pengawasan Dana BOS Secara Menyeluruh
Pemerintah perlu melakukan pengawasan penggunaan dana BOS secara tertata dan menyeluruh. Petunjuk pelaksanaan dan teknis harus disusun dengan rinci untuk mempersempit ruang penyimpangan. Semua pihak harus dilibatkan secara aktif dalam pengawasan sebagai bentuk partisipasi kolektif demi terwujudnya pendidikan bermutu. - Pembenahan Karakter dan Orientasi Pembelajaran
Perilaku menyontek dan kecurangan lainnya bisa diminimalkan dengan mengembalikan orientasi pendidikan pada nilai sejatinya: pembentukan karakter, penguasaan ilmu, serta proses pembelajaran mendalam yang menekankan pencarian makna, bukan sekadar capaian angka.
Tantangan Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua
Upaya mewujudkan integritas dalam dunia pendidikan merupakan sebuah tantangan pendidikan yang tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah. Kolaborasi seluruh lapisan masyarakat, terutama insan pendidikan, mutlak diperlukan untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang berorientasi pada kejujuran dan akuntabilitas. Pendidik, tenaga kependidikan, serta stakeholders lainnya harus bersinergi, sementara peran aktif orang tua, media, dan dunia usaha juga penting dalam menanamkan nilai-nilai integritas sejak dini, sehingga dapat terwujud pendidikan bermutu untuk semua.
Editor: Assalimi