Falsafah

Jean Jecques Rousseau: Cara Agar Agama Relevan dengan Zaman

3 Mins read

Jean Jecques Rousseau I Pada kesempatan ini saya ingin mengulas tentang seorang tokoh dunia yang merupakan anomali untuk teori psikologi. Dalam teori psikologi dikatakan, bahwa kalau ada anak yang tidak mendapat kasih sayang orang tua yang memadai, di mana anak itu memiliki orang tua yang menelantarkan, dapat dipastikan masa depan anak itu adalah sebuah kehancuran. Dia akan mengalami kemunduran dalam prestasi akademis, dia akan menjadi anak yang dimarginalkan. Hingga akhirnya dalam hatinya akan ada pemberontakan terhadap sistem sosial yang ada.

Penolakan JJ Rousseau

Orang yang akan dibicarakan dalam tulisan pendek ini menolak seluruh teori ini. Sebab orang ini dilahirkan dari seorang ibu yang segera meninggal dunia setelah ia melahirkan. Tidak lama kemudian bapaknya kawin lagi dan dia menjadi gelandangan sejak dari Austria sampai ke Jerman dan dari Swiss sampai ke Prancis. Ia menjadi anak yang ditolak dari satu panti asuhan ke panti asuhan yang lain. Sosok anak yang boleh kita sebut sebagai “Broken Home”.

Tapi orang ini di kemudian hari menjadi peletak dasar dari berbagai hal yang akan merubah peradaban dunia. Mulai dari peristiwa Revolusi Prancis, menyusun buku filsafat pendidikan yang pertama di dunia. Ia dianggap filosof paling berpengaruh pada abad ke-18. Namanya Jean Jacques Rousseau (1712-1778).

Rousseau memang menciptakan beberapa karya besar dan dia juga dianggap sebagai tokoh romantisme di dalam filsafat Barat. Romantisme adalah sebuah aliran filsafat yang menganggap bahwa perasaan lebih baik dijadikan sebagai andalan kebenaran ketimbang pemikiran yang berasal dari otak manusia, bahwa “percayailah perasaan kamu”.

Sampai Rousseau berkata, “Sekarang ini makin banyak aku temukan orang pandai makin sulit aku menemukan orang yang bisa dipercaya”. Ucapan Rousseau ini mengingatkan kepada kita bahwa seringkali kepandaian itu dijadikan alat untuk menipu. Kita mestinya lebih percaya kepada orang yang perasaannya tajam ketimbang orang yang kecerdasannya bagus.

Baca Juga  Perkembangan Budaya Pengetahuan di Zaman Renaissance

Rousseau dan Konsep Agama Madani

Terlepas dari itu, yang ingin saya bicarakan dari filsafat Rousseau adalah pandangan dia tentang “agama madani”. Rousseau ingin membuat sebuah konsep universal tentang agama yang cocok dan relevan bagi masyarakat modern.

Konsep agama madani bukanlah agama dalam pengertian seperangkat keyakinan yang di dalamnya terdapat Tuhan dan kitab suci. Namun lebih pada mencari bangunan nilai-nilai universal dari agama yang sudah ada. Bahwa manusia perlu mencari titik temu antara satu agama dengan agama yang lain agar manusia dapat hidup secara bersama-sama di zaman modern ini.

Dahulu, pada masyarakat primitif, setiap suku bangsa memperjuangkan Tuhan mereka. Jadi kadang-kadang mereka berjuang untuk bangsanya atas dasar membela Tuhan mereka. Artinya, pembelaan terhadap Tuhan adalah segala-galanya. Berjuang atas nama bangsa dan negara harus dimulai dari pembelaannya terhadap Tuhan. Pada masa ini, agama menjadi titik sentral dari peradaban manusia.

Agama dan Negara di Zaman Modern

Tapi, dikemudian hari,  datanglah satu zaman ketika kesetiaan kepada negara bersaing dengan kesetiaan kepada agama. Zaman itu disebut modern, lantaran masyarakat dunia mulai bereksperimen tentang tananan dunia yang lebih manusiawi dan bagaimana sebuah negara dapat diatur oleh manusia itu sendiri, tanpa harus melibatkan Tuhan di dalamnya.

Misalnya, di masa dulu, Kristianitas mencoba menegakkan kerajaan Tuhan di bumi dan menuntut orang untuk patuh kepada Gereja. Dan seringkali, kata Rousseau, ketika kepatuhan kepada Gereja dan kepatuhan kepada negara bertemu, biasanya orang mendahulukan kepatuhan kepada agama atau Gereja dan meninggalkan kepatuhan terhadap negara.

Rousseau mencita-citakan ada suatu agama yang sekiranya orang berjuang untuk agama itu, ia juga sekaligus berjuang untuk negaranya. Bahwa ajaran agama tidak mengajarkan kepada mereka tentang eksklusivitas, tapi agama mengajarkan mereka untuk ikut memberikan kontribusi bagi kesejahteraan bangsa.

Baca Juga  Berkenalan dengan Teologi Pembebasan Farid Esack

Nasehat Rousseau ini dapat menjadi petunjuk kepada kita semua bahwa dalam setiap agama, selalu ada nilai-nilai universal dan marilah seluruh agama bergabung pada nilai-nilai universal itu. Ketergabungan agama ini bukan dalam arti mengaburkan ajaran spesifik setiap agama. Namun lebih pada mengupayakan nilai-nilai universal yang diyakini bersama dan dapat menjadi pedoman hidup.

Contoh di Indonesia

Dalam konteks Indonesia, nilai universal itu adalah Pancasila. Dengan kata lain, Pacasila memang bukan agama, tetapi dasar ideal-moral dari Pancasila dapat ditemukan dalam hampir semua agama, tak terkecuali juga Islam. Jadi, setiap penganut agama bisa melihat nilai-nilai universal agamanya melalui Pancasila itu sendiri.

Sebagai ideologi pemersatu, Pancasila sudah selayaknya selalu menjadi pegangan bagi semua penganut agama di Indonesia yang darinya setiap umat dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kesejahteraan bangsa.

Bila orang berkonstibusi atas nama nilai-nilai agama, boleh jadi penganut agama lain tidak akan menerimanya, karena tidak sesuai dengan keyakinannya. Tetapi bila kontribusi itu ditarik pada nilai-nilai yang lebih universal, yang dengannya semua penganut agama mengakuinya, maka akan lebih baik bila seseorang dapat melakukan sesuatu atas nama nilai-nilai universal itu, dalam hal ini adalah Pancasila.

Editor: Soleh

23 posts

About author
Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds