Ketika Muhammad SAW genap berusia 40 tahun, Allah SWT mengangkatnya sebagai nabi dan rasul akhir zaman. Pada malam 21 Ramadlan (10 Agustus 610 M), di gua Hira yang sunyi, Allah SWT mengutus Jibril untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Muhammad SAW (Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah: 58). Ketika menerima wahyu pertama, Muhammad SAW telah mendapatkan status kenabian sebagai khatam al-anbiya (penutup para nabi) (Philip K. Hitti, History of The Arabs: 141).
Pada wahyu pertama belum mengandung perintah untuk berdakwah. Setelah turun wahyu kedua, Muhammad SAW mendapat perintah untuk berdakwah. “Bangunlah, lalu berilah peringatan!” adalah perintah kepada Muhammad SAW untuk berdakwah. Sejak turun wahyu kedua inilah babak baru penyebaran agama Islam dimulai. Muhammad SAW pertama kali berdakwah kepada istrinya, Khadijah. Sang istri adalah orang yang pertama kali menyatakan keimanannya terhadap risalah yang diembankan kepada Muhammad SAW (Ibnu Ishaq, Sirah Ibnu Ishaq: 164-165).
Setelah keislaman Khadijah diikuti saudara sepupu Muhammad SAW, yakni Ali bin Abi Thalib. Setelah Ali, laki-laki yang menyatakan bersedia memeluk Islam adalah Zaid, bekas budak Muhammad SAW yang telah dimerdekakan. Setelah keislaman Zaid disusul oleh kawan sesuku Muhammad SAW, yakni Abu Bakar (Ibnu Ishaq: 168-170).
Lewat Abu Bakar, beberapa tokoh Quraisy berhasil diajak masuk Islam. Sejarawan Ibnu Ishaq menyebutkan tokoh-tokoh Quraisy yang masuk Islam lewat Abu Bakar adalah: Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abrurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqash. Mereka termasuk di antara delapan orang yang pertama kali menerima dan memeluk agama Islam. Di samping empat tokoh tersebut, masih terdapat beberapa tokoh yang masuk Islam lewat perantara Abu Bakar (Ibnu Ishaq: 171).
Ketika dakwah Muhammad saw mendapat perlawanan keras dari kaum Quraisy, sekitar 83 orang muslim memutuskan untuk berhijrah ke Abessinia (615 M) (Hitti: 143). Usman bin Affan adalah salah satu di antara 83 imigran tersebut. Tidak lama berselang pasca umat Islam hijrah ke Abissinia, Umar bin Khattab menyatakan masuk Islam.
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib adalah termasuk di antara as-sabiquna al-awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam). Pasca wafat Nabi SAW (Al-Mubarakfuri: 559), peran keempat sahabat ini sangat vital dalam proses pembinaan masyarakat Islam di Madinah. Kepemimpinan empat sahabat Nabi SAW ini dikenal dalam sejarah umat Islam sebagai masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin. Secara bahasa, Khulafaurrasyidin berasal dari kata khulafa (bentuk plural/jamak taksir dari kata khalif) yang berarti “para pengganti” atau “para pemimpin” dan kata ar-rasyidun (bentuk plural/jamak mudzakkar salim dari kata ar-rasyid) yang berarti “orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Masa kepemimpinan Khulafaurrasyidin tergolong sangat singkat, yakni sekitar 30 tahun menurut perhitungan kalender Hijriyah atau 29 tahun menurut perhitungan kalender Masehi. Meskipun demikian, menurut Joesoef Sou’yb (1979: 9), periode kepemimpinan Khulafaurrasyidin sangat menentukan bagi perkembangan agama Islam dan kekuasaan umat Islam selanjutnya.
Kepemimpinan Khulafaurrasyidin dilatarbelakangi atas dua persoalan mendasar: pertama, fungsi risalah (Sou’yb: 9). Pasca wafat Nabi SAW, wahyu telah berhenti turun. Hanya Nabi SAW yang berhak menerima wahyu dari Allah SWT. Tidak ada nabi lagi pasca wafat Nabi Muhammad SAW. Tugas kenabian tidak hanya menerima wahyu, tetapi juga sekaligus menyampaikan kepada umatnya. Ketika Nabi SAW wafat, maka tugas menyampaikan risalah kenabian kepada umat manusia harus tetap berjalan.
Kedua, fungsi imamah (Sou’yb: 9). Karena masyarakat Islam di Madinah telah terbentuk, maka dibutuhkan pemimpin yang menangani persoalan duniawi dan sekaligus mengemban amanat menyampaikan risalah agama Islam. Persoalan ini melibatkan partisipasi aktif para sahabat dalam mengatasi persoalan-persoalan duniawi berupa kebijakan-kebijakan yang diambil berdasarkan atas musyawarah. Kepemimpinan Khulafaurrasyidin kemudian disepakati sebagai pengganti peran Nabi Muhammad SAW untuk persoalan-persoalan duniawi dan sekaligus menyampaikan risalah agama Islam. Para pemegang pucuk pimpinan dalam estafet kepemimpinan Khulafaurrasyidin mendapat gelar Amir al-Mu’minin, yakni “pemimpin bagi orang-orang yang beriman.”
Editor: Yahya FR