Tarikh

Jamaluddin Al-Afghani (3): Pertemuan dengan Muhammad Abduh

2 Mins read

Oleh: Djarnawi Hadikusuma

Sementara itu, nama Jamaluddin sebagai pemimpin dan pejuang Islam terkenal sudah ke seluruh dunia Islam. Maka, kedatangannya di Mesir disambut dengan hangat oleh umat, terutama alim-ulamanya. Tak henti-hentinya ia menerima tamu dan setiap kesempatan digunakan untuk membangkitkan semangat jihad dan kemerdekaan dari pengaruh Inggris.

Berkali-kali bertamu ke Universitas Al-Azhar untuk wawancara dengan para mahasiswa dan mahagurunya. Seorang mahasiswa berumur 20 tahun bernama Muhammad Abduh sangat tertarik pada ceramah dan buah pikirannya. Demikian pula Jamaluddin, seolah-olah mendapat firasat bahwa di antara sekian banyak mahasiswa, Abduhlah yang mampu meneruskan cita-citanya.

Mata Jamaluddin yang selalu menyala berapi-api bertemu dengan pandangan mata Abduh yang cemerlang dan lunak. Maka, bertautlah pertalian batin yang amat akrab, sebagai dua orang saudara atau sebagai guru dengan muridnya.

Muhammad Abduh ini dilahirkan di wilayah Mesir, di sebuah desa yang bernama Mahilat Nasier pada tahun 1266 atau 1850 Masehi. Dia putra seorang petani, Syaikh Abdul Khairuddin. Ibu Muhammad Abduh keturunan Umar bin Khattab. Sejak kecil telah mulai belajar mengaji dan pada usia 7 tahun dimasukkan ayahnya ke Sekolah Ibtidaiyah. Kemudian meneruskan pelajarannya pada sekolah Tsanawaiyah di Thanta.

Selama tiga tahun belajar pada madrasah itu, hatinya selalu tidak puas. Karena ia ingin memperoleh pelajaran yang rasional dan merdeka dalam memahami ajaran agama. Tidak terikat oleh paham para ulama tua. Oleh karena itu, ia pulang kembali ke desanya dengan masygul, tetapi oleh ayahnya diperintahkan kembali ke Thanta. Ia terpaksa menurut.

Namun, di tengah perjalanan, langkahnya dibelokkan ke desa Kanisah di mana banyak tinggal keluarga ayahnya. Kebetulan, seorang pamannya yang bernama Syaikh Darwis Hard, seorang Ahli Tafsir dan Hadits, baru saja kembali dari perlawatannya ke Tripoli. Dia belajar kepada pamannya itu hingga menjadi alim.

Baca Juga  Muhammad Abduh (9): Akhir Hayat Sang Mujaddid

Akhirnya, atas nasihat pamannya itu, Muhammad Abduh bersedia kembali ke Thanta di mana ia menamatkan pelajarannya. Langkah selanjutnya dimasukinya Universitas Al-Azhar dan menjadi mahasiswa yang rajin dan tekun lagi cemerlang pikirannya, sehingga menjadi mahasiswa yang menonjol dalam segala ilmu. Di Azhar itulah, ia bertemu dengan Jamaluddin, ulama dan guru berjiwa pejuang.

Tetapi, kebanyakan ulama Azhar tidak bersedia menerima buah pikiran Jamaluddin. Yang demikian karena Jamaluddin dianggap terlalu maju dan tidak bisa menerima pendapatnya bahwa para ulama harus terjun ke masyarakat serta langsung membimbing umat.

Menurut pikiran mereka, para ulama harus tinggal di rumah atau di ruang kuliah dengan dikelilingi oleh mahasiswa dan kitab-kitab yang tebal. Jamaluddin menjadi jemu. Belum cukup sebulan bergaul di Azhar, ia sudah angkat kaki meneruskan pengembaraannya ke Turki. Mungkin di negeri itu, orang mau menerima seruannya. (Bersambung)

Sumber: buku Aliran Pembaharuan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani sampai KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan

Editor: Arif

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *