Umar bin Khattab berasal dari keturunan Bani ‘Adiy yang dalam silsilah Bani Quraisy termasuk keturunan ketujuh dari silsilah nenek moyang Nabi SAW. Waktu dan tempat kelahiran tokoh ini tidak atau belum diketahui. Sebelum masuk Islam, Umar adalah salah satu di antara tokoh-tokoh Quraisy yang keras menentang ajaran Muhammad SAW.
Riwayat Hidup Singkat
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri mengutip sebuah hadis dari Ibnu Umar yang ditakhrij oleh at-Turmudzi yang menjelaskan doa Nabi SAW, “Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling Engkau cintai, dengan Umar bin Khattab atau dengan Abu Jahal bin Hisyam.” Ternyata, Allah SWT lebih mencintai Umar ketimbang Abu Jahal. Umar berhasil masuk Islam dan menjadi salah seorang yang paling kuat di antara umat Islam pada waktu itu dalam membela dakwah Nabi SAW.
Sebelum masuk Islam, Umar memiliki kebiasaan buruk gemar minum minuman keras dan berbuat kasar kepada orang-orang yang menganut ajaran Muhammad SAW. Sejarawan Ibnu Ishaq mengutip perkataan al-Bakka’i dari Mis’ar bin Kidam dari Sa’ad bin Ibrahim bahwasanya Abdullah bin Mas’ud berkata: “Masuknya Umar ke dalam Islam adalah sebuah kemenangan; hijrahnya Umar ke Madinah adalah sebuah pertolongan; dan kepemimpinannya dalam pemerintahan adalah sebuah anugrah.”
Umar bin Khattab masuk Islam ketika adik kandungnya, Fatimah binti Khattab, bermaksud mengikuti hijrah bersama orang-orang Islam ke Abessinia (615 M). Tanpa sepengetahuan Umar, Fatimah dan suaminya telah memeluk Islam. Mendengar Fatimah telah memeluk Islam dan bermaksud hijrah ke Abessinia, Umar naik pitam. Ketika mendatangi rumah Fatimah, Umar mendapati adiknya sedang menyembunyikan lembaran-lembaran al-Quran di balik bajunya. Suami Fatimah, yakni Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail, hendak dihajar oleh Umar. Pada saat itulah Fatimah membela suaminya, tetapi tangan Umar memukulnya hingga berdarah. Melihat adiknya yang terluka, perasaan hati Umar menjadi iba dan menyesal. Dia meminta kepada adiknya supaya memberikan lembaran-lembaran al-Quran untuk dibaca. Lembaran-lembaran al-Quran tersebut berisi surat Thaha. Ketika Umar membaca surat Thaha, hatinya terketuk seraya takjub akan keindahan gaya bahasa al-Quran. Setelah peristiwa ini, Umar langsung menemui Muhammad saw dan menyatakan keislamannya.
Dalam estafet kepemimpinan Khulafaurrasyidin, Umar bin Khattab adalah Amir al-Mu’minin kedua setelah Abu Bakar. Dia memimpin selama kurang lebih sepuluh tahun. Umar wafat pada tahun 644 M akibat ditikam oleh seorang budak bernama Firuz yang dikenal dengan panggilan Abu Lu’lu’.
Kepemimpinan
Dengan keperkasaan Umar, pasukan umat Islam banyak menuai kemenangan di medan perang. Penaklukan Damaskus, Syria, Jerusalem, Memphis, Alexandria, Tripoli dan lain-lain adalah bukti keperkasaan pasukan umat Islam di bawah kepemimpinan Umar. Pertempuran di Yarmuk adalah prestasi gemilang umat Islam ketika berhasil menaklukkan Roma pada tahun 636 M.
Islam semakin membentangkan sayapnya di tangan pemerintahan Umar. Akan tetapi, kepamimpinan Umar tidak berlangsung lama. Hanya dalam rentan waktu dua tahun, yakni tahun 634 sampai 644 M Umar mangkat setelah dibunuh oleh oleh seorang Baduwi bernama Firuz. Usaha penyelidikan terhadap kasus pembunuhan Umar masih terus dilakukan oleh para sejarawan muslim. Sebab, aktor pembunuhan ini tidak memiliki posisi penting dalam struktur kekuasaan pada waktu itu. Dia hanya seorang hamba sahaya.
Pemikiran
Membandingkan figur Abu Bakar dengan Umar ibn Khattab akan didapati karakter khas yang sifatnya sangat kontras. Abu Bakar mewakili jiwa yang moderat dan pemaaf, tetapi Umar bin Khattab adalah sebaliknya. Jiwanya sangat keras sekaligus tegas. Semangat juangnya tidak pernah luntur sehingga sangat logis ketika Nabi SAW pernah memprediksikannya sebagai orang yang paling mungkin menjadi seorang utusan Tuhan seandainya Muhammad SAW bukan utusan Tuhan yang terakhir.
Dalam sejarah kenabian, yang paling mungkin dijadikan perumpamaan dari karakter jiwa Umar adalah Nabi Musa as. Sikap keras dalam memegang ajaran-ajaran Islam menjadikan Umar sebagai tokoh yang amat disegani, baik di dalam kalangan umat Islam sendiri maupun di kalangan para musuh. Tetapi terdapat karekter yang cukup menarik dalam hal ini bahwa Umar lebih terbiasa dengan berpendapat sendiri. Umar sangat terbiasa mempergunakan akal sehatnya untuk merespon berbagai persoalan. Pendapat-pendapatnya tidak jarang berseberangan dengan tradisi-tradisi sebelumnya. Umar lebih mempergunakan nalar (common sense) dalam menghadapi persoalan-persoalan umat, maka kata ijtihad menjadi kunci dari tiap-tiap pemikirannya.
Ijtihad yang sering digulirkan oleh Umar sangat kontroversial di kalangan umat Islam. Tidak jarangan hasil-hasil ijtihad-nya membuat resah beberapa sahabat yang lebih terbiasa mengikuti tradisi nabi apa adanya. Bahkan, beberapa musuh politiknya memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang legitimasi kekuasaannya. Umar bin Khattab sering menjadi sasaran kritik dan tuduhan-tuduhan menyimpang dari ajaran Islam secara murni, sehingga beberapa langkah dan kebijakannya sering menjadi bumerang baginya.
Jika kita hendak mengetahui hasil ijtihad Umar, al-Quran yang saat ini kita baca adalah merupakan salah satu dari hasil ijtihadnya. Gagasan cerdas Umar berupaya menghimpun (kodifikasi) naskah-naskah (mushaf-mushaf) yang berserakan. Ketika Umar menawarkan gagasannya tentang pengkodifikasian al-Quran, khalifah Abu Bakar yang pada saat itu memegang otoritas pemimpin Umat Islam dengan keberatan menolaknya. Persoalan ini justru dinilai telah menyeleweng, karena dalam sejarah kehidupan rasul belum pernah terjadi hal semacam itu.
Akan tetapi, usaha Umar bin Khattab tidak berhenti sebatas itu. Dia tetap menggunakan argumen-argumen rasional untuk mengesahkan gagasanya. Baginya, setelah terjadi perang yang tidak terhitung jumlahnya, beberapa Hafizd al-Quran (penghafal al-Quran) satu persatu gugur di medan jihad. Persoalan ini akan mengkhawatirkan kelangsungan umat Islam di masa yang akan datang. Umar sangat ketakutan akan hilangnya bacaan al-Quran dari kalangan umat Islam. Di samping itu, di antara para Hafizd banyak yang mengalami perbedaan bacaan. Persoalan bacaan ini tentu akan mengancam stabilitas umat Islam pada saat itu. Kira-kira, dalam pandangan Umar, umat Islam berada di ambang perpecahan. Dengan argumen yang cukup mempengaruhi prinsip Abu Bakar tersebut, akhirnya gagasan pengkodisifikasian al-Quran diterima dengan baik.
Editor: Yahya FR