Perspektif

Jihad Melawan Trump: Iran Ber-ghirah, Saudi Mlempem

2 Mins read

Hanya orang-orang konyol saja yang menyebut matinya Jendral Qassem adalah sandiwara.

Syahidnya Jendral Qassem Suleimani adalah penanda sekaligus simbol perlawanan negara-negara Islam terhadap hegemoni barat dan sekutunya. Tak penting jendral Qassem dari golongan dan mazhab apa. Darahnya telah tumpah dan hampir saja memantik perang dunia ketiga.

Orang Syiah di Iran, bahkan di belahan dunia manapun, menyambut kematian Jendral Qassem dengan gema takbir dan air mata. Bukan air mata tanda kekalahan apalagi menyerah kepada hegemoni barat, tapi simbol dan awal perlawanan. Ini yang saya suka dari Syiah. Setidaknya,  menggambarkan ghirah saya sebagai muslim yang merindukan jihad melawan kaum kuffar bukan jihad melawan teman seiman.

Syiah telah membuka mata, siapa sesunguhnya musuh Islam, siapa dan di mana? Amerika dan sekutunya. Itulah musuh Islam yang nyata, bukan tetangga sebelah seiman tapi beda pilihan politik atau lainnya. Saya hanya tak melihat Saudi dan negara teluk lainnya punya ghirah melawan Amerika seperti yang ditunjukkan Iran.

Bagaimanapun, Syiah lebih heroik. Punya ghirah dan spirit yang jauh melampaui dibanding negara di Jazirah Arab dan negara teluk. Iran terbukti berani dan pintar merawat ghirah Islam. Itu yang bikin saya tertarik dan yakin. Syiah mewarisi spirit abad pertama Islam yang heroic, solid, dan kuat.

Hanya orang-orang konyol saja yang menyebut bahwa konflik Iran dan Amerika adalah sandiwara atau drama. Bukankah Saudi dan juga bersandiwara ? Setidaknya ketika Saudi dan negara-negara Islam teluk berkeras ingin menjadi pemimpin negara Islam, juga tak ada sama sekali. Bukankah Amerika juga ada dibelakangnya.

Pandangan saya tentang Syiah sangat mungkin sama dengan orang Islam Sunni kebanyakan. Syiah adalah musuh yang harus dihancurkan, itu saja. Meski saya secara personal tak pernah tau dengan mata kepala sendiri sesatnya. Bagi saya, ini tak penting lagi. Saya hanya dicekoki dengan informasi yang bersifat doktriner bahwa Syiah itu sesat dan berbahaya. Tapi, sama sekali tak ada yang bersifat akademis yang bisa dipertangungjawabkan.

Baca Juga  Santri Indonesia sebagai Duta Perdamaian Dunia

Iran: Syiah Politik dan Syiah Teologis

Mungkin ada baiknya saya bedakan antara Syiah politik dan Syiah teologis untuk memilah keduanya,  agar tidak urap dalam satu pandangan.

Bagi saya, Syiah Politik adalah simbol kekuatan untuk melawan manusia paling destruktif saat ini: Trump dan kroninya. Bisa dibayangkan, ketika para pemimpin perang Iran tak bisa menahan diri untuk menekan tombol nuklir karena frustrasi dan semangat membalas.

Syiah Teologis adalah antitesis ahlu sunah. Adalah paham yang menyimpang dari jumhur ulama. Meski tak semua ulama bersepakat Syiah sesat, tapi begitulah nasib semua aliran teologis selalu tidak pernah selesai dan mengambang.

Ironisnya, wajah Islam pasca reformasi, hanyalah tentang persekusi yang kebetulan berbeda: Ahmadiyah dan Syiah, kemudian Wahabi dan apapun yang dianggap bersebelahan. Semacam kebebasan beragama yang agak bebas sekali tanpa tanggungjawab sosial sebagai manusia yang hidup bersama.

Tapi jujur, ghirah Syiah melawan manusia paling destruktif Trump sangat menarik.

.

Editor: Yahya Fathur R

Related posts
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…
Perspektif

Manfaat Gerakan Shalat Perspektif Kesehatan

3 Mins read
Shalat fardhu merupakan kewajiban utama umat Muslim yang dilaksanakan lima kali sehari. Selain sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, shalat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds