Peredaran zaman seiring dengan perjalanan waktu membuat kita sebagai manusia terkadang mengalami rasa takut dan kekhawatiran, baik dalam menapaki perjalanan hidup maupun memprediksi kehidupan di masa depan. Namun, apabila sandaran hati selalu kehadirat Ilahi tentu tidak ada rasa khawatir dan takut dalam hal-hal yang bersifat duniawi, karena semuanya sudah dalam ketentuan dan juga kebijaksanaan Allah ta’ala.
Hidup di dunia yang fana ini (di alam syahadah) tentunya tidak ada yang abadi, karena semuanya akan memiliki batas akhir setiap apa yang melekat pada diri setiap manusia.
Khauf bukanlah berarti terjauh dari nilai-nilai kebajikan dan juga nilai-nilai kebenaran yang sudah ditetapkan. Justru khauf lebih mengajak manusia untuk menelusuri diri secara privasi dengan bertafakur mengevaluasi segala kualitas amal kebaikan maupun intensitas dosa, kesalahan dan kekeliruan yang pernah dilakukan, sehingga muncul khauf (rasa takut) untuk selalu mendekat kepada-Nya.
Hal yang lebih tepat bagi mereka manusia di zaman ini adalah khauf, asalkan tidak sampai mengakibatkan mereka putus asa, meninggalkan amal perbuatan dan memupus harapan untuk mendapatkan ampunan sehingga hal itu menjadi sebab kemalasan untuk beramal dan menjadi pendorong untuk tenggelam dalam kemaksiatan karena hal tersebut merupakan putus asa dari rahmat Allah dan bukan khauf. Khauf adalah faktor yang membangkitkan amal perbuatan, mengeruhkan syahwat, menahan hati dari kecenderungan kepada dunia, dan mengajaknya untuk menarik diri dari kampung keterpedayaan. (Hawwa, 2005: 351).
Pengertian Khauf
Khauf dalam bahasa Arab tersusun dari huruf: Kha, waw dan fa, yang menunjukkan atas kecemasan dan keterkejutan. Khaftu Asy-Syaia dan khifatan. Khawwafa ar-rajulu, menjadikan manusia takut kepadanya.
Takut adalah prediksi bahwa sesuatu yang dibenci akan terjadi berdasarkan praduga dan tanda-tanda yang diketahui. Ia kembali dari rasa aman, digunakan dalam urusan dunia dan akhirat, yaitu memperkirakan terjadinya hal yang dibenci atau hilangnya yang dicintai, gelisah, gundah-gulana dan sedih karena perkara yang dibenci akan menimpanya atau yang disukai hilang darinya. (Al-Munajjid, 2004: 77).
Menurut Ibnu Qudamah, rasa takut itu merupakan ungkapan tentang derita hati dan kegundahannya karena ada sesuatu yang tidak disukai dan akan terjadi pada masa mendatang. (Qudamah, 2017: 382).
Untuk membedakan antara khasyyah (takut) dan khauf (takut) adalah, bahwa Khasyyah (takut) lebih khusus daripada khauf (takut), sesungguhnya khasyyah adalah milik orang-orang yang berilmu tentang Allah.
Firman Allah:
“Sesungguhnya yang takut pada Allah di antara hamba-hambanya, hanyalah ulama.” (QS. Fatir: 28).
Sabda Nabi Saw:
“Sesungguhnya aku adalah orang yang paling taqwa dan paling takut kepada Allah.” (HR. Bukhari).
Khauf berlaku untuk seluruh kaum muslimin sedangkan khasyyah milik para ulama dan orang-orang yang makrifat. Seberapa jauh ilmu dan dan makrifat yang dimiliki maka sejauh itu pula kadar khauf dan khasyyahnya.
Pemilik rasa khauf menyelamatkan diri dengan kabur, sedangkan pemilik khasyyah menyelamatkan diri dengan berpegang teguh kepada ilmu. Ibnu Taimiyah berkata, “Khasyyah adalah rasa takut yang dilandasi atas ilmu tentang keagungan yang ditakuti dan kesempurnaan kekuasaanNya.” Jika kamu takut kepada seseorang yang tidak diketahui apakah dia dapat menguasaimu atau tidak, maka ketakutan seperti ini disebut dengan khauf, jika kamu takut kepada seseorang yang kamu ketahui bahwa dia mampu menguasaimu, maka ketakutan seperti ini disebut dengan khasyyah.
Ibnu Qayyim berkata, “Perumpamaan keduanya adalah seperti seseorang yang tidak mengetahui tentang ilmu kedokteran dengan seorang dokter ahli. Orang yang pertama berlindung kepada keberanian dan lari karena sedikitnya ilmu, sedangkan yang lain berlindung kepada obat. Khasyyah adalah takut yang dilandasi kepada ilmu.”
Hakikat Karakter Khauf
Untuk mengetahui bagaimana hakikat karakter khauf, Ibnu Qudamah memberikan sebuah ilustrasi, orang yang melakukan suatu tindak kejahatan yang ditujukan kepada diri raja, lalu dia tertangkap tangan, dan dia pun takut jika dibunuh. Dia pun mengandai-ngandaikan datangnya maaf. Tetapi hatinya tetap merasa tersiksa, karena dia menyadari tindakan semacam ini biasanya dihukum mati. Dia pun merinci-rinci lagi kejahatan yang hendak dilakukannya dan mempertimbangkan beberapa jauh pengaruhnya terhadap diri raja. Seberapa jauh lemahnya penyebab, maka sejauh itu pula lemahnya rasa takut. terkadang rasa takut itu bukan karena sebab kejahatannya, tetapi karena berasal dari sifat orang yang ditakuti, kebesaran dan keagungannya. Apalagi jika yang ditakuti adalah Allah. Dia tahu jika Allah menghancurkan dunia ini maka dia tidak peduli, sebab tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi-Nya.
Keutamaan Karakter Khauf
1. Khauf menjadikan sebagai syarat iman.
Firman Allah:
“Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS Ali Imron: 175).
2. Orang yang khauf terlihat dalam situasi yang genting dengan berbagai cobaan. Sebagaimana Allah menguji khauf para sahabat Rasulullah dengan cobaan yang besar untuk memperlihatkan orang yang takut dari orang yang tidak takut seperti dalam berburu.
Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepadaNya, biarpun ia tidak dapat melihatNya. Barang siapa yang melanggar atas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.” (QS. Al-Maidah: 94).
3. Khauf kepada Allah adalah ibadah yang tegak dalam hati Nabi Saw.
Firman Allah:
“Katakanlah, sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakahi Tuhanku.” (QS. Al-An’am: 15).
4. Khauf kepada Allah adalah sifat orang-orang yang berakal.
Firman Allah:
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama-sama dengan orang yang buta, hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, yaitu orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS. Ar-Ra’d: 19-21).
Pengaruh Karakter Khauf secara Psikologis
Kualitas rasa takut (khauf) seseorang adalah tergantung kepada sejauhmana pengetahuan yang dimiliki dan seberapa amal kebajikan yang telah ditunaikan, serta seberapa dekatnya pada Tuhan dalam ritual ibadah yang dilakukan dengan kesadaran transedental.
Jika pengetahuan semakin sempurna, akan berpengaruh terhadap rasa takut lalu pengaruhnya merembet ke hati kemudian berimpit lagi ke anggota tubuh, sifat yang merendah, menangis, menunduk, wajah yang memucat dan kadang-kadang bisa menimbulkan kematian, atau tekanan darah menjadi tinggi lalu merusak akal.
Pengaruhnya terhadap anggota tubuh adalah menghentikannya dari kedukaan mendorong untuk taat membenahi yang kurang dan siap menyongsong masa depan.
Sedangkan penghalang munculnya karakter khauf adalah maksiat, dunia, teman yang jahat dan mati rasa.
Takut yang kurang adalah bentuk berbahaya, yaitu dia menghadiri nasehat, mendengar, terpengaruh lalu pergi. Takut seperti ini tidak cukup, sesungguhnya mengambil pelajaran itu dengan apa yang menyentuh, bermanfaat, masuk dan tertanam kokoh. Yang dituntut adalah takut yang terus-menerus.
Maka takut yang bersentuhan dengan hati seorang hamba mengajar bekasnya pada anggota tubuh dan tampak dengan jelas, dan dia bukan sesuatu yang cepat dan pergi. (Al-Munajjid, 2004: 101).
Derajat Karakter Khauf
Adapun derajat khauf adalah:
Derajat pertama, di antara buah rasa takut pada diri seseorang, ia tidak mempunyai nafsu, kenikmatan terasa hambar, kedurhakaan-kedurhakaan yang tadinya dicintai berubah menjadi sesuatu yang dibenci, sebagaimana madu yang berubah menjadi sesuatu yang dibenci, setelah tahu bahwa itu bercampur racun.
Nafsu pun hangus karena merasa takut, anggota badan menjadi terkontrol, hati menjadi hinaan dan merendah, takabur, dengki dan iri lenyap, selalu dirundung kegelisahan karena rasa takutnya, selalu memandang bahaya yang akan ditunai di kemudian hari.
Dia tidak mau campur dengan orang lain, yang dilakukan hanyalah menghisab diri sendiri, berusaha, menghembuskan napas dalam-dalam dan menganggap dirinya dalam ancaman bahaya.
Keadaannya seperti keadaan orang yang berada dalam cengkraman cakar-cakar binatang buas, dia tidak tahu apakah binatang itu bisa lengah lalu dia bisa melepaskan diri, atau ia akan semakin mencengkeramnya dan membunuhnya.
Dia tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Kekuatannya untuk menghisap diri sendiri tergantung kepada kekuatan rasa takutnya. kekuatan rasa takut tergantung kepada kekuatan mengetahui Allah SWT, sifat-sifat-Nya dan aib dirinya.
Darajat kedua, derajat rasa takut yang paling rendah adalah pengaruhnya yang tampak dalam amalnya, yaitu dengan menyingkirkan hal-hal yang dilarang. Apabila seseorang memikirkan jalan yang menyeretnya kepada yang haram, maka itu dinamakan wara’. Jika dia melakukan hal ini dan juga menyebabkan diri dalam perkara perkara kehidupan yang berlebih, maka itu dinamakan Ash-Shdq. (Qudamah, 2017: 383-384).
Darajat ketiga, kadar takut yang diwajibkan adalah rasa takut yang mendorong untuk menunaikan ibadah-ibadah yang wajib dan menjauhi perbuatan-perbuatan haram jika lebih dari itu hingga mendorong jiwa untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal-amal sunnah serta menghindari perkara-perkara makhluk hingga yang sekecil-kecilnya (yakni menunaikan ibadah-ibadah sunah serta menjauhi hal-hal yang makruh dan syubhat), maka ia takut yang terpuji, tetapi jika lebih dari itu hingga mengakibatkan sakit, atau mati, atau merasakan kesusahan yang terus-menerus, atau berhenti dari beramal, hingga menghentikan usaha untuk memperoleh keutamaan-keutamaan yang dituntut dan dicintai oleh Allah Azza wa Jalla, maka ketakutan seperti ini tidak terpuji. (Al-Munajjid, 2004: 81).
Macam-macam Karakter Khauf
Untuk melihat berapa kadar karakter khauf seseorang, maka harus diketahui macam-macam karakter khauf. Adapun macam-macam karakter khauf adalah:
Pertama, rasa takut yang berlebih-lebihan, yakni rasa takut yang melebihi batas kewajaran hingga bisa menjerumus rasa putus asa, takut ini juga termasuk tercela, karena yang demikian ini bisa menghalanginya untuk beramal, dan bahkan bisa membuatnya sakit, stres dan mati. Ini sama sekali tidak terpuji. Apapun yang dimaksud dari suatu urusan, maka yang terpuji adalah membawa pada yang dimaksudkannya. Sedangkan meremehkan atau melebih-lebihkan adalah sesuatu yang tercela.
Kedua, rasa takut pertengahan, rasa takut seperti ini bisa diserupakan dengan cambuk hewan. Yang terbaik bagi hewan itu adalah tidak lepas dari cambuk. Tidak berlebih-lebihan dalam memukul adalah terpuji, tidak terlalu meremehkan rasa takut juga terpuji. Jadi seperti orang yang sudah terpengaruh hanya dengan mendengar ayat-ayat Alquran atau sesuatu yang mengharukan, lalu dia menangis. Namun jika menyebabkan itu hilang, dia pun menjadi lalai. (Qudamah, 2017: 384).
Ketiga, rasa takut yang terpuji. Takut bukanlah merupakan tujuan pada Zatnya. Kita takut bukan karena kita takut, tetapi kita takut agar rasa takut tersebut menjadi sarana perbaikan kondisi kita.
Takut itu berkaitan dengan perbuatan, cinta berkaitan dengan zat dan sifat. Oleh karena itu, cinta kaum muslimin berlipat ganda kepada Rabb mereka jika mereka telah memasuki negeri kenikmatan dan tidak dirasuki lagi rasa takut. (Al-Munajjid, 2004: 80).
Esensi Khauf sebagai Karakter Akhlak Mulia
Orang mukmin yang sejati ialah orang yang takut kepada Allah SWT dengan seluruh organ dan anggota tubuhnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Laits, bahwa takut kepada Allah dapat dilihat indikasinya dalam tujuh hal berikut ini:
1. Lidahnya
Orang yang takut kepada Allah, selalu berusaha mencegah, lidahnya dari berbohong, menggunjing, mengadu domba, membual dan mengobaral perkataan yang tidak terberguna. Ia akan menjadikan tidaknya sibuk untuk selalu berdzikir kepada Allah SWT, membaca Alquran terdiskusi, dan mengkaji ilmu.
2. Hatinya
Orang yang takut kepada Allah SWT akan selalu mengeluarkan rasa permusuhan, kebohongan dan kedengkian dari dalam hatinya. Karena kedengkian itu dapat merusak kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya dengki itu akan membakar hangus kebaikan, sebagaimana api yang membakar kayu bakar” Ketahuilah, bawa kedengkian itu termasuk penyakit hati yang sangat berbahaya. dan semua penyakit hati, tidak akan dapat disembuhkan melainkan dengan ilmu dan amal.
3. Penglihatannya
Orang yang takut kepada Allah, tidak akan melihat pada yang haram baik mengenai makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya. Dia tidak memandang dunia dengan nafsu ambisi dan keinginannya, tetapi dia memandangnya untuk mengambil pelajaran dan ibrah. Dia tidak memandang pada sesuatu yang tidak halal dilihat olehnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang memenuhi matanya dengan sesuatu yang haram, maka Allah akan memenuhi matanya dengan api neraka kelak di Hari Kiamat.”
4. Perutnya
Orang yang takut kepada Allah, tidak akan memasukkan makanan yang haram ke dalam perutnya, karena yang demikian itu adalah dosa yang besar. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila sesuap nasi jatuh ke dalam perut anak cucu Adam, maka malaikat yang ada di bumi dan di langit melaknatinya selama suapan makanan itu berada dalam perutnya dan kalau ia mati dalam keadaan demikian, maka tempatnya adalah neraka jahanam.”
5. Tangannya
Orang yang takut kepada Allah, tidak mau menerima sesuatu yang haram, tetapi selalu berusaha untuk menggapai dan meraih yang mengandung unsur ketaatan dan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sebagaimana diriwayatkan dari Ka’ab bin Akbar, Ia berkata: “Allah SWT menciptakan suatu perkampungan dari Jabar zat yang berwarna hijau. Dalam perkampungan itu terdapat 1000 rumah di dalam setiap rumah terdapat 1000 kamar. Tidak ada yang dapat menempati tempat yang sedemikian indah itu, kecuali seseorang yang apabila disodorkan atau ditawarkan kepadanya sesuatu yang haram dia menolak dan meninggalkannya, karena takut kepada Allah SWT.”
6. Kedua kakinya
Orang yang takut kepada Allah SWT tidak akan melangkahkan kakinya untuk berjalan dalam kemaksiatan kepada Allah SWT. Tetapi kakinya digunakan berjalan dalam ketaatan kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya dan berjalan ke arah kebaikan, bergaul bersama ulama dan orang-orang yang saleh.
7. Ketaatannya
Orang yang takut kepada Allah SWT selalu berorientasikan segala aktivitas ketaatan dan kesalehannya hanya untuk mencari keridhaan Allah untuk menjauhi sifat riya dan kemungkinan. (Al-Ghazalu, 2008: 8-10).
Kedudukan Orang yang Berkarakter Khauf
Pertama, kualitas khauf orang yang awam, Yakni takut dari siksa-Nya. Hal ini terjadi dengan asas iman kepada surga dan neraka, atau keberadaan keduanya sebagai balasan bagi ketaatan dan kemaksiatan.
Khauf ini menjadi lemah dengan sebab kelalaian dan lemahnya iman, tetapi kelemahan itu bisa terobati pula dengan memperhatikan orang-orang yang takut, berinteraksi dengan mereka dan menyaksikan ikhwal mereka. Jika tidak bisa dengan musyahadah (menyaksikan) maka dengan mendengar (sima’) pun pasti ada pengaruhnya.
Kedua, takut dari-Nya. Ini terjadi karena Allah menjadi yang ditakuti. Yakni takut akan terhalang dari-Nya dan berharap kedekatan kepada-Nya. Ini adalah takutnya para ulama.
Seperti firman Allah:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28).
Semua orang mukmin punya peluang untuk meraih rasa takut ini. Siapa saja yang meningkat ke jenjang makrifah (pengetahuan) dan mengenal Allah, niscaya akan takut kepada-Nya, sehingga tidak perlu pengobatan untuk menumbuhkan rasa takut secara khusus. Siapa yang mengetahui Allah pasti mengetahui bahwa Dia berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya tanpa peduli dan memutuskan apa saja yang dikehendaki-Nya tanpa rasa takut sama sekali. (Hawwa, 1998: 353).
Menginternalisasi Karakter Khauf pada Diri Sendiri
1. Mengingat dosa-dosa terdahulu yang telah terjadi.
2. Takut atau khawatir atas kekurangan dalam menunaikan kewajiban.
3. Takut dan khawatir terhadap kesudahan hidup dan berakhir dengan kondisi yang dibenci (su’ul khatimah).
4. Selalu mengagungkan Allah SWT dengan senantiasa meresapi nama-nama dan sifat-sifat Allah yang agung (asmaul husna).
5. Takut kepada Allah terkait dengan dua masalah yakni takut akan siksa-Nya dan takut dari Allah itu sendiri.
6. Merenungkan keselamatan orang-orang yang selamat, lalu membandingkan diri sendiri dengan sifat-sifat mereka yang selamat.
7. Mentadaburi firman Allah dan sunnah Rasulullah serta mengkaji riwayat hidupnya.
8. Berpikir tentang keagungan Allah SWT, karena barangsiapa yang memikirkannya pasti dia akan takut kepada-Nya, sebab perenungan akan memperlihatkan kepadanya sifat-sifat Allah Azza wa Jalla dan kebesaran-Nya.
9. Berpikir tentang kematian dan kengeriannya dan tidak ada jalan untuk lari darinya.
10. Memikirkan apa yang terjadi setelah kematian: kubur dan kedahsyatannya.
11. Memikirkan tentang datangnya hari kiamat dan kedahsyatannya.
12. Membayangkan dahsyatnya neraka, dan perkara-perkara yang didapatkannya dari kedahsyatan dan besarnya siksaan sesungguhnya ia bencana yang sangat besar.
13. Merenungkan dosa-dosa yang telah dilupakan, tetapi Allah mencatatnya. Tidak ada amal yang kecil dan yang besar kecuali dicatat-Nya. Dia pun mengkhawatirkan jangan-jangan Allah memberikannya nikmat sebagai pemberian tempo (istijrad)
14. Merenungkan akibat dosa yang sepele dan yang disepelekan oleh manusia.
15. Seorang hamba mengetahui bahwa ada kalanya dia terhalang untuk bisa bertobat karena kematian yang tiba-tiba dan karena menangguhkan waktu untuk beramal saleh, betah dalam perkara syubhat, tenggelam dalam maksiat dan syahwat, fitnah yang menyesatkan dan penyesalan yang tidak memberikan manfaat lagi.
16. Merenungkan su’ul khotimah saat kematian di akhir hayat.
17. Duduk bersama-sama orang-orang saleh, para ulama dan orang-orang taqwa akan memberikan rasa takut kepada Allah.
18. Senang mendengarkan nasehat dan khotbah.
19. Mengenal Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, FirmanNya dan sabda Rasulullah Saw.
20. Berdoa supaya senantiasa diberi rasa takut hanya kepada Allah. (Al-Munajjid, 2004: 92-99).
Hikmah Karakter Khauf
1. Saat di dunia, orang yang berkarakter khauf diamanahi kekuasaan di muka bumi bertambah iman dan ketentraman karena dia memperoleh yang dijanjikan dan kepercayaannya bertambah kuat.
Firman Allah:
“Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka, ‘Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka, Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Jadi yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan mengharap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.” (QS. Ibrahim: 13-14).
2. Rasa khauf membangkitkan semangat untuk beramal saleh dan ikhlas, tidak mencari balasan di dunia, hingga tidak berkurang pahala di akhirat.
Firman Allah:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) untuk terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam dan kesulitan.” (QS. Al Insan: 9-10).
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, dan laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan salat, dan membayar zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) gunung, hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS. An-Nur: 36-37).
3. Saat di akhirat, berkat khauf kepada Allah menjadikan manusia berada di bawah naungan arasy Ar-Rahman pada hari kiamat.
Sabda Rasulullah Saw:
“Seorang laki-laki yang diajak oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan Allah lalu dia berkata, ‘Saya takut kepada Allah.” (HR. Bukhari).
Dalam hadis yang lain disebutkan, “Seorang laki-laki yang ingat kepada Allah dalam keadaan sendirian lalu kedua matanya mencucurkan air mata.”
4. Khauf adalah sebab mendapatkan ampunan.
5. Khauf menyebabkan masuk surga.
Sabda Nabi Saw:
“Siapa yang merasa takut (kepada Allah), dia akan menyingsingkan dengan (untuk mentaati Allah), dan siapa yang menyisingkan lengan (untuk mentaati Allah), ia akan sampai kepada tempat tujuan. Ketahuilah sesungguhnya barang perniagaan Allah mahal! Ketahuilah barang perniagaan Allah adalah surga.” (HR. Tirmidzi).
6. Menghilangkan ketakutan dari orang-orang yang takut pada hari kiamat.
7. Khauf adalah sebab keselamatan dari segala keburukan.
8. Khauf menjadi manusia terpuji.
Firman Allah:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).
9.Orang yang khauf senang bermunajat kepada Allah.
Firman Allah:
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Sajadah: 16)
10. Menjadikan ibadah sebagai tameng azab akhirat.
Firman Allah:
“Ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya.” (QS. Az-Zumar: 9).
11. Senantiasa khawatir dan waspada terhadap azab.
Firman Allah:
“Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya).” (QS. Al Ma’arif 27-28).
12. Gemar berbuat baik terjauh dari kecemasan.
Firman Allah:
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk pada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90).
13. Orang yang khauf akan mendapatkan dua surga.
Firman Allah:
“Dan bagi orang yang takut saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS. Ar-Rahman: 46).
14. Mendapatkan keridhaan Allah.
Firman Allah:
“Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah: 8).
15. Khauf sebagai wujud rasa mahabbah kepada Allah.
Sabda Rasulullah Saw
“Tidak ada tetesan yang lebih dicintai Allah selain dari tetesan air mata karena takut kepada Allah atau tetesan darah yang ditumpahkan di jalan Allah ta’ala.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sebagai hamba-Nya, kita harus senantiasa memiliki karakter khauf. Amal kebaikan yang dikerjakan pun harus dievaluasi, apakah ada unsur ‘kecacatannya’ seperti terbesit syirik kecil yakni riya. Sebab khauf tidak hanya berkemam dengan dosa dan kesalahan seorang hamba, seperti sabda Nabi Saw:
Aisyah ra berkata: “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut (QS. Al-Mu’minun: 60), adalah orang yang mencuri dan berzina?” Nabi SAW menjawab: “Tidak, tetapi orang yang berpuasa, salat, sedekah dan takut tidak diterima amalnya.” (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Sehingga dalam situasi dan kondisi apapun kita harusmemiliki karakter khauf, supaya kita aman di dunia dan diakhirat.
Sabda Nabi Saw:
“Allah berfirman: Demi kemuliaanKu, Aku tidak akan menghimpun dua rasa takut pada hambaKu, dan Aku tidak akan menghimpun dua rasa aman; jika dia merasa aman dariKu di dunia maka Aku akan membuatnya takut pada hari kiamat, dan jika dia takut padaKu di dunia maka Aku akan membuatnya aman pada hari kiamat.” (HR Ibnu Hibban).
Editor: Soleh