Karakter Takwa I Dengan penuh tebar pesona dan retorika, para pendakwah di mimbar-mimbar masjid, musholla dan perkantoran menggaungkan kalimat, “Bertakwalah kepada Allah!” Dengan serius maupun dalam keadaan ngantuk; baik pada saat salat Jumat maupun pada saat ceramah agama di berbagai tempat, para jamaah pada umumnya merasa terheran-heran apa sesungguhnya maksud kalimat, “Bertakwalah!”
Para pemangku pendidikan, tokoh agama, dan bahkan pejabat dari desa sampai ke pejabat negara selalu menggaungkan kata takwa! Apa sesungguhnya takwa itu?
Melalui toa masjid, mushalla dan di perkantoran serta di berbagai forum pertemuan, kata takwa selalu didefinisikan dengan mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah SWT. Dikarenakan kalimat-kalimat tersebut tidak asing dengan para pendengar maka sering para pendengar ceramah atau khutbah mengantuk, karena kalimat takwa selalu dipahami seperti hal tersebut.
Disebabkan referensi yang sangat minimal dan juga pengetahuan yang sedikit sehingga para audien sering beranggapan bahwa takwa adalah seperti kalimat yang sering di dengar ditemukan oleh para penceramah khatib dan tokoh agama serta pejabat lainnya. Sehingga seakan-akan takwa itu tidak dekat dengan kehidupan para jamaah dan juga memiliki jarak dengan kenyataan dalam kehidupan nyata, maka takwa itu lebih merupakan kata retorika dan juga tebar pesona para yang mengucapkannya.
Padahal takwa itu sangat lekat dalam kehidupan keseharian kita, baik dalam bentuk perilaku yang bersifat privat maupun publik, personal maupun sosial. Karena sudah dianggap itu suatu kebiasaan sehingga pelaku melakukannya dianggap sebuah kewajiban bukan sebuah tuntunan daripada Islam.
Perihal karakter takwa ini sangat urgen sekali untuk menjadi karakter secara privat maupun publik dan secara personal maupun kehidupan sosial kemanusiaan.
Sehingga Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, menyatakan bahwa takwa adalah perkara yang agung dan kedudukan yang tinggi. Ia adalah pondasi agama, tidak ada kehidupan kecuali dengannya. Kehidupan tampaknya sangat sulit, bahkan lebih rendah daripada kehidupan binatang. Tidak ada kebaikan bagi manusia kecuali dengan takwa. Ia adalah harta tersimpan yang mahal jika mendapatkannya berarti mendapatkan mutiara yang mulia, kebaikan yang banyak, rezeki yang mulia, keuntungan yang besar, rampasan perang yang melimpah, dan harta milik yang agung. Seakan-akan kebaikan dunia dan akhirat dihimpun dan dijadikan pada satu sifat saja yaitu takwa. (Al-Munajjid, 2004: 248)
Pengertian Takwa
Takwa adalah kata benda yang berasal dari kata at-taqqy masdarnya al-ittiqa’ diambil dari lafaz waqa yaitu penjagaan yang dijadikan oleh manusia untuk melindungi dirinya, mengandung arti menghindarkan sesuatu dari sesuatu karena yang lainnya. Al-Wiqayah adalah yang melindungi sesuatu, Allah menjaganya dari keburukannya.
Adapun maknanya menurut istilah syariat telah disebutkan oleh para ulama dalam definisinya dengan berbagai ungkapan:
Ibnu Rajab berkata, “Asal takwa adalah membuat penghalang antara hamba dengan yang ditakutkan dan dikhawatirkannya.”
Umar bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, “Apakah takwa itu?” Ubay menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, apakah yang kau pernah melewati jalan yang penuh dengan duri?” Dia menjawab, “Ya.”
“Apa yang engkau lakukan?” Tanya Ubay. Umar menjawab, “Aku menyisingkan baju dari betisku, melihat tempat menapakkan kaki, memajukan satu kaki dan membelakangkan yang lain karena takut dengan.” Maka Ubat berkata, “Itulah takwa.” Yaitu bersungguh-sungguh untuk taat, memperhatikan halal dan haram, hati-hati dari tergelincir, merasa khawatir dan takut dari Dzat yang Maha Agung dan Yang Maha Tinggi.
Takwa adalah asas agama, dengannya meninggi menuju derajat yakin, ia adalah bekal. Hati dan ruh yang dengannya merindukan dan menjadi kuat, dan kepadanya bersandar untuk sampai kepada Allah dan meraih keselamatan.
Meletakkan tabir dan penghalang antara kita dan apa yang diharamkan Allah.
Maka takwa adalah seorang muslim membuat penghalang antara dirinya dengan yang ditakuti dari Rabbnya, seperti kemarahan, kemurkaan dan hukuman-Nya dengan melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat.
Melaksanakan perintah Allah dan menyaki larangannya. orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang Allah melihat mereka sesuai dengan yang Allah perintahkan dan tidak berani melakukan yang dilarang.
Takwa adalah takut dari Allah yang Maha Agung, mengamalkan Alquran merasa puas dengan yang sedikit dan bersiap-siap menghadapi (hari akhir).
Ibnu Al-Qayyim mendefinisikan takwa dengan definisi syariat, “Hakikatnya adalah beramal dengan melakukan ketaatan kepada Allah dengan penuh keimanan dan pengharapan terhadap perintah dan larangan, mengerjakan yang diperintahkan karena mengimani yang memerintahkan, membenarkan janji-Nya, meninggalkan yang dilarang karena mengimani yang melarang-Nya dan takut dari ancaman-Nya.”
Thalq bin Hubaib berkata, “Jika terjadi fitnah, maka padamkanlah dengan takwa.” Mereka berkata, “Apa yang dimaksud dengan takwa?” Dia menjawab, “Beramal dengan taat kepada Allah, di atas cahaya-Nya dengan mengharapkan pahala-Nya. meninggalkan maksiat kepada Allah, di atas cahaya dari-Nya dan takut akan hukuman-Nya. Inilah definisi terbaik diantara definisi-definisi tentang takwa.” (Al-Munajjid, 2004: 248-250)
Takwa sebagai Karakter
Dalam pandangan Said Hawwa, bahwa takwa memiliki jalan yang apabila jalan tersebut ditempuh maka takwa akan menjadi watak (malakah) di dalam hati yang akan melahirkan perilaku sesuai dengan Alquran dan as-sunnah.
Tuntutan yang harus dilakukan manusia dari Alquran dan as-sunah tidak sama antara satu orang dan yang lainnya sesuai dengan perbedaan tingkatan tanggung jawab dan luasnya jangkauan hubungan dan kaitannya.
Di antara tuntutan takwa adalah adalah tanggung jawab bersama di kalangan kaum muslimin dalam menegakkan agama Allah dan di antara tanggung jawab bersama itu adalah menegakkan berbagai fardhu kifayah.
Diantara tuntutan takwa adalah menegakkan berbagai fardhu ‘ain yang merupakan konsekuensi berbagai kewajiban zaman.
Di antara jalan takwa yang terpenting adalah ibadah, khususnya jika ditunaikan dalam maqam ihsan. Sedangkan jalan untuk mencapai ihsan, setelah masuk Islam, adalah amal saleh dan menahan diri tidak melakukan kemaksiatan. Itulah jalan yang akan mengantarkan kepada hakikat iman yang merupakan maqam Ihsan. (Hawwa, 2005: 360-361)
Jadi apabila telah mencapai maqam ihsan, maka sang hamba telah mencapai kedudukan tertinggi. Karena pada diri sang hamba telah terinternalisasi, teraktualsasi dan bertransformasi karakter takwa secara sempurna dan paripurna (insan kamil).
Hakikat Karakter Takwa
Untuk mengetahui bagaimana hakikat karakter takwa, maka harus dipahami dengan kesadaran penuh secara personal atas kehambaan diri di hadirat Allah. Sehingga muncul komitmen sebagai manusia-tauhid yang senantiasa menjadikan Allah sebagai fokus utama dalam hati, kata dan laku hidup.
Kadang-kadang takwa disandarkan kepada nama Allah Azza wa Jalla, seperti, “Bertakwalah kepada Allah.” Jika takwa disandarkan kepada-Nya maksudnya adalah takutilah kemurkaan dan kemarahan-Nya, bukan takuti kedekatan dengan-Nya, atau takut disyariat-Nya, tetapi takutnya azab dan kemurkaan-Nya. Dari situ muncul hukum dunia dan akhirat, sebagaimana yang difirmankan-Nya, “Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya.”, “Dia (Allah) adalah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya.” Dia berhak untuk ditakuti dan disegani, diagungkan dan dibesarkan dan agung kedudukan-Nya pada dada para hamba-Nya hingga mereka menyembah dan mentaati-Nya, karena Dia berhak untuk diagungkan dan dimuliakan sebab Dia pemilik kebesaran, keagungan dan siksa yang maha dahsyat.
Kadang-kadang takwa disandarkan kepada hukum Allah, atau tempat hukuman seperti neraka, “Takutlah kepada neraka.” atau waktu dijatuhkan hukuman, seperti hari kiamat, “Takutlah kepada suatu hari yang kamu kalian dikembalikan kepada-Nya.”
Masuk dalam takwa yang sempurna menunaikan kewajiban serta meninggalkan yang haram dan yang syubhat dimungkinkan juga dimasukkan kepadanya melakukan yang sunnah dan meninggalkan yang makhruh serta yang samar sebagaimana firman-Nya, “Alif laam miim. Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS. Al-Baqarah 1-2), mencakup semua hal di atas.
Tingkatan Karakter Takwa secara Psikologis
Untuk pemahaman lebih lanjut, maka ada baikknya dipahami tentang takwa dengan makna mengamalkan perintah dan menjauhi larangan yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu:
Pertama, menjaga diri dari siksa yang kekal, yaitu syirik dan kekufuran. Dilakukan dengan mengikuti tauhid dan kalimat tauhid. Inilah yang dimaksud dalam Firman-Nya: “Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa.”
Kedua, menjaga dari setiap penyebab azab di neraka, walaupun hanya dekejap, baik berupa dosa besar maupun dosa kecil, yaitu yang dikenal dalam ilmu syariah.
Ketiga, seorang hamba menghindarkan diri dari perkara yang akan menyibukkannya dari Allah ta’ala. Walaupun perkara tersebut itu mubah menghalanginya untuk berjalan menuju Allah atau memperlambatnya. Ini adalah tingkatan yang sempurna dan tinggi. Karena sibuk dengan perkara-perkara mubah, yang menyibukkan hati dari Allah Azza wa Jalla, yang mungkin mengakibatkan kekerasan hati, berikutnya jauh kepada yang makruh, yang makruh mengakibatkan jatuh kepada yang diharamkan. Inilah rangkaian yang diketahui manusia pada waktu-waktu tertentu.
Sebagian para pemberi nasehat berkata, “Ketahuilah bahwa takwa menurut ungkapan para ahli “bengkel hati” adalah membersihkan hati dari setiap dosa hingga terwujud pada dirimu kekuatan tekad untuk meninggalkannya sebagai penjaga bagi dirimu dari seluruh kemaksiatan dan mengokohkan dirimu untuk meninggalkan setiap keburukan.” (Al-Munajjid, 2004: 250-251)
Otentisitas Karakter Takwa
1. Beriman kepada yang gaib dengan keimanan yang mantap.
Firman Allah:
“Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib.” (QS Al-Baqarah: 2-3)
2. Suka memberi maaf dan berlapang dada.
Firman Allah:
“Dan untuk memberi maaf itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Baqarah: 237)
3. Tidak melakukan dosa besar dan tidak terus-menerus dalam dosa-dosa kecil. Jika terjerumus ke dalam dosa, dia segera bertobat darinya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)
4. Berusaha keras untuk senantiasa jujur dalam perkataan dan perbuatan.
Firman Allah:
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS Az Zumar: 33)
Yang dimaksud dengan yang membawa kebenaran adalah Muhammad SAW dan yang membenarkannya adalah Abu Bakar ra. “Mereka itulah orang-orang yang jujur imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177) ini adalah penjelasan bahwa orang yang bertakwa itu jujur.
5. Mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah.
Firman Allah:
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32)
6. Berlaku adil dan hukum dan adil.
Firman Allah:
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil adalah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS Al-Maidah: 8)
7. Mengikuti jalan para nabi, orang-orang yang jujur dan orang-orang yang saleh serta selalu bersama mereka.
Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS At-Taubah: 119)
8. Meninggalkan yang tidak jelas karena khawatir menjadi dosa besar, termasuk dalam perkara yang halal sekalipun. Berdasarkan hadis:”Tinggalkan yang meragukan kepada yang tidak meragukan.”
Keutamaan Karakter Takwa
1. Takwa adalah pakaian terbaik. Sehingga takwa adalah pakaian yang paling indah yang dipakai oleh seorang hamba.
Firman Allah:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah itu perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang baik.” (QS.Al-A’raf: 26)
Yang dimaksud dengan kalimat, “Dan pakaian takwa itulah yang baik.” pakaian takwa adalah amal saleh, rasa malu, watak yang baik dan ilmu serta sikap tawadhu.
2. Takwa adalah bekal yang baik.
Firman Allah:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik kekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS Al-Baqarah: 197)
3. Orang yang bertakwa adalah para wali (kekasih) Allah yang sejati.
Firman Allah:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka yang tidak (pula) mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus 62- 63)
4. Takwa adalah timbangan yang menentukan keunggulan di antara manusia.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertakwa diantara kamu.” (QS Al-Hujarat: 13)
Sabda Nabi Saw,
Nabi SAW ditanya, “Manusia mana yang paling mulia dan paling tinggi hormatnya?” Beliau menjawab, ” Yang mulia anak yang mulia anak yang mulia, Yusuf bin Yakub Bin Ishaq Bin Ibrahim.” Mereka berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Maka setelah itu Nabi menjelaskan, “Bahwa manusia yang paling mulia adalah orang yang paling takwa kepada Allah.” (HR. Bukhari)
5. Diantara kemuliaan takwa adalah Allah memerintahkan untuk saling tolong-menolong dengannya, dan kemaslahatan hamba tidak bisa terwujud kecuali dengannya. Demikian juga bahwa takwa adalah sumber akhlak-akhlak utama seperti kasih sayang, setia, jujur, berkorban dan memberi semuanya adalah buah dari pohon takwa. (Al-Munajjid, 2004: 258-260)
Ciri-ciri Karakter Takwa
1. Terbebas dari penyakit lalai dan menyepelekan kemungkaran perkataan dan perbuatan, merasa sempit terhadap kemungkaran yang ada, merasa sakit jika terjadi pada dirinya, segera bangkit kepada Allah dan meminta dibebaskan. Ini adalah dari sifat-sifat orang-orang yang bertakwa. Jika dirinya terjerumus dalam maksiat tidak mungkin merasa tentram hingga kembali kepada Allah dengan memohon ampun (bertobat dan beristighfar kepada Allah).
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (QS. Al-A’raf 201)
2. Orang yang bertakwa senantiasa mengingat Allah, karena mengingat Allah dapat mengusir setan dan godaannya, mensucikan setiap yang dimasukkan setan kepada manusia dari najis dan kotoran syahwat dan syubhat yang mempengaruhi hatinya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal: 2)
Internalisasi Karakter Takwa terhadap Diri Sendiri.
Karakter takwa tidak mungkin akan terjadi dan terbentuk dengan sendirinya, karakter takwa harus melalui langkah internalisasi terhadap diri sendiri secara personal, sehingga dapat berdampat baik secara personal maupun social. Adapun proses internalisasi karakter takwa adalah:
1. Mencintai Allah di atas segala-galanya.
2. Merasakan senantiasa diawasi Allah.
3. Mengetahui akibat perbuatan maksiat.
4. Belajar melawan hawa nafsu dan mengalahkannya.
5 Meninggalkan tipu daya setan dan bisikannya. (Al- Munajjid, 2004: 261)
Hikmah Memiliki Karakter Takwa
1. Mendapat jalan keluar dari segala kesempitan dan sumber rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, karena Allah telah menjanjikannya dan janji Allah itu mustahil salah.
Firman Allah:
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS At-Thalaq: 2-3)
2. Mendapat kemudahan dalam setiap urusan Allah memudahkan baginya berbagai sebab.
Firman Allah:
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4)
3. Mendapatkan ilmu sebagai balasan ketakwaannya.
Firman Allah:
“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarkanmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
4. Memiliki pandangan yang tajam (bashirah), hingga dapat membedakan antara yang hak dan yang batil, ia mendapatkan cahaya dari Rabbnya yang menerangi langkahnya, hingga dapat menjauhi keburukan dan mengharapkan kebaikan serta menetapinya.
Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan.” (QS. Al-Anfal: 29)
5. Mendapatkan cinta Allah, para malaikat dan para hamba-Nya, serta kecintaan manusia kepadanya.
Firman Allah:
“Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat) nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 76)
6. Pertolongan, dukungan dan bimbingan dari Allah.
Firman Allah:
“Bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
7. Diberi rezeki berupa berkah dari langit dan bumi. Berkah membuat yang sedikit menjadi banyak, bertambah, baik dan selamat.
Firman Allah:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf: 96)
8. Mendapat kabar gembira.
Firman Allah:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka cerita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus: 62- 64)
9. Mendapatkan penjagaan dari tipu daya para musuh, karena manusia tidak bisa sepi dari musuh yang mendengkinya.
Firman Allah:
“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu.” (QS. Ali Imran: 120)
10. Dijaga oleh Allah anak keturunannya.
Firman Allah:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa: 9)
Serta firman Allah:
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. Al-Kahfi: 82)
11. Sebab diterima amal dan inilah perkara yang teragung.
Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” ( QS. Al-Maidah: 27)
12. Sebab keselamatan dari siksa dunia.
Firman Allah:
“Dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka adalah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Fushshilat: 18)
13. Membuat seseorang memiliki daya tarik dan wibawa (Kharismatik) diantara makhluk-makhluk Allah, hingga manusia itu senang untuk memiliki kedudukan diantara manusia lainnya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)
14. Ditutup aibnya oleh Allah.
Firman Allah:
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” (QS. Ath-Thalaq: 5)
15. Takwa menyampaikan kepada kehidupan Allah, dihapuskan dosa-dosa, selamat dari neraka dan masuk surga inilah puncak tujuan yang dicari seorang muslim, yaitu Allah memasukkannya ke dalam surga.
Firman Allah:
“Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh kenikmatan.” (QS. Al-Maidah: 65)
16. Diselamatkan dari neraka.
Firman Allah:
“Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa.” (QS. Maryam: 72)
17. Memperoleh kemuliaan dan ketinggian di atas seluruh makhluk pada hari kiamat di samping kemuliaan di dunia.
Firman Allah:
“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat.” (QS. Al-Baqarah: 212)
18. Mereka mewarisi surga berkat ketakwaan.
Firman Allah:
“Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.” (QS Maryam: 63)
19. Para penghuni surga pergi ke surga tidak dengan berjalan, tetapi mereka berkendaraan, dihormati dan dimuliakan.
Firman Allah:
“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka).” (QS. Qaf: 31)
Serta firman Allah SWT:
“Ingatlah hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Yang Maha Pemurah sebagai putusan yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)
20. Rombongan yang dihormati itu mengantarkan para penghuni surga ke rajadiraja, yakni Allah SWT, lalu memasukkan mereka ke dalam surga.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan.” (QS. An-Naba’: 31)
Serta firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai.” (QS. Al-Qamar: 54)
21. Negeri akhirat adalah milik orang-orang yang bertakwa pada hari kiamat. Manusia akan dikumpulkan dengan orang-orang yang dicintainya jika mereka bertakwa kepada Tuhan mereka.
Firman Allah:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
22. Mereka berada di atas dipan saling berhadap-hadapan.
Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata-air mata-air (yang mengalir). Dikatakanlah kepada mereka, ‘Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman.’ Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadap di atas tipan-tipan.” (QS. Al-Hijr: 47)
23. Mereka datang ke surga serombongan-serombongan dengan terhormat menuju Allah ta’ala.
Firman Allah;
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke surga berombong- rombongan (pula). (QS.Az-Zumar: 73)
24. Takwa adalah sebagai benteng diri sekaligus menjadi akhlak yang utama.
Sabda Rasulullah SAW:
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan kebaikan, ia akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)
25. Takwa adalah pokok segala urusan.
Sabda Rasulullah Saw:
“Aku wasiatkan kalian bertakwa kepada Allah, ia adalah pokok segala urusan.” (HR. Ahmad)
Apabila kajian dari karakter takwa ini bisa dipahami dengan kesadaran insani sehingga dapat menjadi pondasi agama bagi pencerahan peradaban umat dan bangsa. Sehingga karakter Taqwa tidak menjadi ucapan manis di atas mimbar dan juga di depan mikrofon atau menjadi bacaan indah dalam teks-teks buku, jurnal, majalah, dan juga di dunia maya dan nyata. Akan tetapi menjadi pola pikir, pola ucap, pola tingkah, dalam kehidupan pribadi; baik secara privat maupun publik dan secara personal maupun sosial.
Editor: Soleh