Kasiyarno lahir di Sleman pada 3 Desember 1953, dari pasangan Sajiman Martosentono dengan Saminem. Sewaktu kecil, ia dipanggil Gondo, nama dalang wayang yang terkenal pada waktu itu. Kasiyarno memang hobi nonton wayang. Pendidikan dasarnya di SDN Temanggal, Kalasan. Putra dari pasangan petani asal Kalasan ini melanjutkan ke SMPN Kalasan. Lalu, ia menempuh pendidikan menengahnya di SMAN, juga di Kalasan.
Tidak cukup hanya mengenyam pendidikan menengah, Kasiyarno melanjutkan studi di perguruan tinggi. Ia pun masuk IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta). Terhitung sejak semester 3 di IKIP Negeri Yogyakarta, Kasiyarno mulai bekerja mencari nafkah sendiri. Mula-mula, ia bekerja part-time sebagai penterjemah di Posterparent.
Posterparent adalah sebuah lembaga yang menjembatani anak-anak asuh di Indonesia dengan orangtua asuh di negeri Belanda. Setiap surat yang dikirim oleh anak-anak di Indonesia perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Begitu juga setiap surat yang dikirim oleh para orangtua asuh di Belanda perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Di lembaga ini, kebetulan Kasiyarno mendapat tugas menterjemahkan surat-surat ke dalam bahasa Jawa.
Memasuki kuliah semester 4 di IKIP Negeri Yogyakarta, Kasiyarno mulai mengajar di SMA Muhammadiyah Prambanan dan SMA Muhammadiyah Kalasan. Pernah juga ia mengajar di SMA Muhammadiyah STAND sekitar tahun 1980-1982.
Tidak hanya kuliah dan bekerja, Kasiyarno juga aktif di organisasi kepemudaan. Pada tahun 1978, ia aktif di Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Kalasan. Lelaki pengemar wayang ini juga pernah aktif di Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kalasan. Berkali-kali ia duduk di kepengurusan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kalasan, bahkan hingga kini.
***
Pada tahun 1983, Kasiyarno berhasil merampungkan studi di IKIP Negeri Yogyakarta. Ia lantas mencari lowongan pekerjaan. Lalu, ia pun mendaftar di Kopertis sebagai dosen. Keberuntungan ternyata berpihak kepadanya, karena ia berhasil lolos seleksi sebagai dosen. “Alhamdulillah, saya lulus dan kemudian ditempatkan di UAD”, kenangnya.
Lolos seleksi pegawai negeri sipil di Kopertis, Kasiyarno langsung mundur dari profesinya sebagai guru. Konon, gajinya pada waktu itu belum sempat terbayar. Tapi, dia tetap memutuskan untuk menjalani karir barunya, sebagai dosen negeri di UAD. Pelan, tetapi pasti, karirnya di UAD terus melejit. Sampai pada akhirnya, dia pun mendapat amanat untuk memegang kendali kepemimpinan di UAD.
Pada periode 2005-2010, Kasiyarno aktif di Lembaga Pustaka dan Informasi (LPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY. Kini (2010-2015), ia duduk di Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Mulai tahun 2007-2011, jabatan sebagai orang nomor satu di Universitas Ahmad Dahan (UAD) sedang diembankan kepada putra Sajiman Martosentono ini. Dengan motto “integritas moral dan intelektual”, di tangan Kasiyarno, UAD sedang menyongsong visi menuju Perguruan Tinggi Muhammadiyah berkelas Internasional berbasis pada nilai ke-Islaman.
Pengembangan Soft Skill
Sejak menjabat sebagai Rektor (2007-2011), Kasiyarno menerapkan beberapa kebijakan strategis. Untuk kebijakan internal, ia melihat bahwa tantangan saat ini sudah jauh berbeda dengan tantangan 10 tahun yang lalu.
Saat ini, kata Kasiyarno, adalah era global dan kompetitif. Mau tidak mau, kita harus punya kualitas untuk meningkatkan kompetisi. Oleh karena itu, tegas Kasiyarno, UAD telah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas, baik dari sisi rekrutmen mahasiswa, proses belajar mengajar, dan output mahasiswa.
“Tentu, dalam proses semua ini, harus didukung oleh dosen yang berkualitas, sehingga kita, dalam 2 hingga 3 tahun ini, sudah mengembangkan jaminan mutu”, terangnya. “Tantangan yang terberat dalam menjalankan proses ini adalah mengubah budaya kerja kita.”
Sebelum kepemimpinan Kasiyarno, budaya kerja di UAD masih belum terbentuk dengan baik. Secara umum, setiap dosen bekerja sudah jelas apa yang akan dikerjakan. Tapi semua itu belum menjadi budaya kerja yang baik karena memang belum ada kewajiban, sehingga jarang sekali mereka melakukannya. Padahal, seharusnya itu wajib sebagai dosen, tapi ini belum bisa berjalan.
“Nah, sekarang kita sedang mencoba mengubahnya. Jadi, apa yang belum dilakukan, maka harus dilakukan. Dengan penjaminan mutu seperti ISO, semua itu harus dilakukan. Misalnya, dosen tidak boleh terlambat. Kalau keluar tidak mengurangi waktu. Kalau kuliah harus 14 kali dalam 1 semester. Dulu, dosen bisa seenaknya. Sekarang, setiap 3 bulan kita audit masing-masing fakultas dan jurusan. Memang mereka merasa berat, karena dulu tidak biasa. Tapi kalau sudah biasa akan menjadi ringan.”
Kasiyarno mengaku menerapkan pola manajemen yang sudah menjadi tradisi di persyarikatan, yaitu manajemen partsipatif dan kolektif kolegial. Menurutnya, pola manajemen seperti itu hampir sama diterapkan dalam mengelola persyarikatan.
“Dalam manajemen seperti itu, hirakhi antara satu pimpinan dengan pimpinan yang lain tidak kentara. Mana yang punya ide silahkan disampaikan, kemudian dibahas untuk dilaksanakan. Jadi, garis stukturalnya tidak tampak, tapi kerjanya partisipatif dan kolektif.”
***
Kebijakan lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengembangan live skill. “Kalau kita lebih populer menyebutnya soft skill”, kata Kasiyarno. “Untuk tahap pertama, kita memperkenalkan P2K, untuk memberikan orientasi, persis seperti ospek. Tapi lebih dari 60 persen diisi soft skill dan sifatnya massif”, jelasnya.
Lebih lanjut, kata Kasiyarno, P2K adalah gerbang pertama yang harus dimasuki oleh seluruh mahasiswa di UAD. Diselenggarakan dalam waktunya selama 4 hari. Kegiatannya macam-macam. Setelah itu, pada semester ke-2 hingga selesai, pembinaan soft skill dikelola dan diteruskan oleh Lembaga Pelatihan dan Pengembangan Soft Skill (LP2S). Setiap tahun, lembaga ini membuat program soft skill yang dikerjasamakan dengan lembaga kemahasiswaan UAD. Sifat program ini opsional.
Pada umumnya, LP2S mengadakan program soft skill dalam satu tahun, kemudian ditawarkan ke lembaga kemahasiswaan. Karena bersifat opsional, tidak semua mahasiswa terlibat dalam program ini. Mereka yang terlibat rata-rata yang aktif di lembaga kemahasiswaan. Meskipun demikian, bagi mereka yang tidak aktif di lembaga kemahasiswaan juga tetap diberi kesempatan untuk mengikuti program ini. Mereka rata-rata perwakilan dari masing-masing fakultas atau jurusan. Di sinilah, Rektor akan memberlakukan Satuan Kegiatan Mahasiswa (SKM).
“Jadi, dari kegiatan mahasiswa itu diskor. Ini akan diberlakukan mulai tahun 2011. Mahasiswa yang memperoleh beasiswa dipersyarikatan memiliki skor tertentu dari kegiatan ini. P2K yang saya sebut gerbang pertama untuk soft skill, juga memiliki skor. Jadi, setiap mahasiswa yang mengambil beasiswa atau jadi pengurus kemahasiswaan harus memiliki skor tertentu.”
Dari program soft skill ini, diharapkan selama 4-5 tahun ke depan Kasiyarno berharap lulusan UAD dapat lulusan dengan nilai terbaik. Tidak hanya lulusan berbasis pada nilai akademik atau IP saja, tapi juga ada skor SKM-nya, ada skor IT-nya, ada skor bahasa Inggrisnya, IKA-nya, dan bagus baca Al-Qur’annya.
***
Di tahun 2011, kata Kasiyarno, UAD sedang mulai penerapan program soft skill tersebut. Mulai tahun itu pula, skor tersebut akan dimasukkan dalam transit SKM. “Memang ini baru himbauan, belum menjadi kewajiban. Di kemahasiswaan juga sudah dimasukkan SKM-SKM ini. Mahasiswa yang kita usulkan sebagai mahasiswa berprestasi harus memiliki SKM dengan skor tertentu. Nanti SKM-SKM itu dikelola oleh LP2S dengan sistem informasi SKM, sehingga bisa dimanfaatkan oleh semua unit”, jelasnya.
Pemanfaatan SKM yang dikelola LP2S yang menggunakan sistem informasi SKM, misalnya ketika program studi atau laboratorium di UAD membutuhkan asisten, bisa dipersyaratkan bagi yang telah memilki skor tertentu. Misalnya, 100 poin SKM.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian, setiap kegiatan mahasiswa di UAD memiliki skor. Pembagian skor berdasarkan tingkatan lembaga kemahasiswaan di kampus. Misalnya, untuk kegiatan kemahasiswaan tingkat universitas mendapat skor tertentu. Untuk tingkat fakultas skornya di bawah tingkat universitas. Untuk tingkat jurusan skornya di bawah fakultas.
Skor juga dapat diperoleh lewat seminar nasional atau internasional. Dengan cara demikian, terang Kasiyarno, mahasiswa akan banyak lebih aktif di luar akademik. Selama ini, untuk lulusan terbaik UAD masih menggunakan standar IP, padahal belum tentu SKM-nya baik. Ke depan nanti, lulusan terbaik tidak saja dengan IP, tapi juga menggunakan SKM.
“Itu semua untuk meningkatkan prestasi UAD secara holistik, tidak hanya akademik. Dalam SKM kontennya 80 persen soft skill. Soft skill kita ada yang sifatnya masif dan wajib untuk awal, dan kedua ada yang opsional untuk lanjutan. Semoga ini menarik bagi mahasiswa ke depan”, terang Kasiyarno.
***
Untuk kebijakan eksternal di UAD juga tidak luput dari upaya pengembangan. Menurut Kasiyarno, UAD juga harus melihat keluar dengan terbuka. Upaya menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional dan internasional dapat memperkuat jati diri lembaga. Kerjasama internasional yang telah dirintis di UAD cukup banyak, seperti kerjasama dengan Thailand, Philipina, Mesir, China, Iran, dan Arab Saudi. Bentuknya bermacam-macam. Ada yang dalam bentuk courner, ada juga yang dalam bentuk pertukaran pelajar dan dosen.
“Kita sudah melakukan kerjasama-kerjasama, baik nasional maupun internasional. Untuk kerjasama internasional kita lakukan 3 tahun terakhir dengan perguruan-perguruan tinggi lain, seperti penelitian, pendirian informasi hasil penelitian, pertukaran pelajar dan dosen, dan kerjasama kredit transfer.
Untuk kerjasama dengan kampus negeri nasional, kita sudah menjalin kerjasama dengan UNY, khususnya untuk program sertifikasi guru, PLTG pelatihan sertifiaksi guru, kerjasama dengan Diknas dan Dikti terkait pendidikan vocational.
“Ini salah satu yang menarik. Selama ini, menurut penelitian Dikti tahun 2007, pengangguran banyak dari perguruan tinggi. Ini wajar karena lulusan perguruan tinggi kalau kerja pilih-pilih. Jadi, kerjasama pendidikan vocational ini akan mencari solusi dari persoalan ini untuk mengarahkan pendidikan yang mengisi lapangan kerja”, jelas Kasiyarno.
Dengan langkah-langkah strategis di bawah kepemimpinan Kasiyarno, UAD berhasil mencetak lulusan-lulusan yang berkualitas. “Alhamdulillah, untuk lulusan UAD seperti dari Teknik, Farmasi dan Industri banyak yang diterima sebagai PNS. Memang mereka harus bersaing dengan lulusan pergurun tinggi negeri.”
Sewaktu ditanya, apa target jangka pendek yang akan dicapai UAD, lelaki kelahiran Sleman ini menjelaskan, “Dalam hal ini, kita tentu memperhatikan kelemahan, kekuatan, serta ancaman ke depan. Kalau kita lihat sekarang, kita berada di era global yang sangat kompetitif, maka kebijakan-kebijakan kita harus mengutamakan jaminan mutu agar bisa menguasai persaingan. Itu yang pertama. Yang kedua, kita harus bisa menguasai teknologi informasi. Ketiga, pengembangan SDM, dalam hal ini dosen yang berbasis kompetensi. Keempat, kerjasama dalam dan luar negeri harus terus digalakkan.”
Editor: Yahya FR