Perspektif

Kebijakan Darurat Sipil: Presiden Salah Kasih Obat

1 Mins read

Presiden Jokowi mengatakan aturan ini perlu didampingi oleh kebijakan “Darurat Sipil.” Berkaitan dengan ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan UU Nomor 74 Tahun 1957 dan Menetapkan Keadaan Bahaya.

Kebijakan Presiden Joko Widodo menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dalam menghadapi penyebaran Virus Corona atau Covid-19. Merupakan kebijakan yang keliru dan tidak tepat sasaran. Ini kalau diibaratkan orang sakit perut, tapi presiden kasih obat sakit kepala.

***

Dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa status Darurat Sipil, Darurat Militer, maupun Perang, hanya diumumkan oleh Presiden atau Panglima Tertinggi Angkatan Perang, baik itu untuk seluruh ataupun sebagian wilayah.

Status ini dikeluarkan dalam tiga kondisi. Yaitu, pertama, Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

Kedua, timbul perang atau bahaya perang wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga. Ketiga, hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.”

Berkaitan dengan frasa “Darurat Sipil” sebagaimana dijelaskan di atas dan dikaitkan dengan situasi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia sekarang sangat tidak relevan alias ngawur. Presiden beralibi bahwa Covid-19 bisa mengarah pada “Darurat Sipil” sehingga diberlakukan Perpu 23 Tahun 1959, padahal sangat berbeda konteksnya dengan wabah Virus Corona saat ini.

***

Secara historis bahwa aturan Darurat Sipil dikeluarkan tahun 1959 dalam rangka untuk memberantas sejumlah pemberontakan di daerah, membubarkan kerumunan serta menghentikan akses komunikasi, sementara kondisi bangsa sekarang “darurat kesehatan” akibat wabah Covid-19. Maka kebijakan tersebut kurang tepat, sebab masyarakat sekarang membutuhkan tindakan negara untuk memberikan rasa aman terhadap wabah Virus Corona.

Baca Juga  Tugas Seorang Intelektual: Menjadi Suluh atau Candu?

Untuk menghadapi “Darurat Kesehatan ” Indonesia jelas memiliki Undang-undang tentang Karantina Kesehatan dan Bencana Nasional. Oleh karena itu, kebijakan Presiden Jokowi yang penerapan Darurat Sipil untuk menghadapi penyebaran Virus Corona atau Covid-19 merupakan kebijakan tidak tepat.

Negara saat ini bukan dalam keadaan “Darurat Sipil,” tapi dalam keadaan “Darurat Kesehatan.” Oleh karena itu, untuk menghadapi Darurat Kesehatan, Indonesi telah memiliki UU Karantina Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana.

Jangan-jangan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar dan Darurat Sipil merupakan kebijakan yang membatasi kritikan masyarakat kepada presiden karena ketidakmampuannya memberikan perlindungan kepada rakyat dari wabah Virus Corona!

Editor: Arif

Avatar
1 posts

About author
Menulis beberapa artikel di beberapa media
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *