Inspiring

Kecia Ali, Pengkaji Isu Gender Islam dari Amerika

2 Mins read

Biografi Kecia Ali

Salah satu pengkaji Islam dari Barat, khususnya dalam isu-isu feminisme adalah Kecia Ali. Ia lahir di Amerika pada tahun 1972. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Stanford dengan studi feminisme. Sementara itu, S2nya ia tempuh di di Duke University hingga mendapatkan gelar Master dan PhD.

Pada tahun 2006, ia menjadi pengajar di Universitas Boston. Kini, ia telah meraih gelar profesor di kampus yang sama. Di Boston, ia mengajar studi agama, khususnya Islam. Mata kuliah yang ia ampu meliputi Alquran, Hukum Islam, Perempuan dan Gender, dan Islamofobia dan Anti-Semit.

Pada tahun 2014, Kecia Ali bergabung dengan The American Academy of Religion sekaligus menjadi presiden The Society of Muslim Ethics. Empat tahun kemudian, ia mendirikan Believers Bail Out. Believers Bail Out adalah gerakan untuk membantu muslim yang ditahan pra persidangan.

Ali banyak menulis tentang tradisi muslim, termasuk hukum Islam, biografi kenabian, dan persimpangan modern wacana Muslim dan Barat tentang gender dan seksualitas. Melalui laman pribadinya, ia mengaku sedang mengerjakan buku Women in Muslim Traditions. Buku tersebut ditujukan untuk mahasiswa dan pembaca umum, berisi studi tentang politik gender dalam Studi Islam.

Pemikiran Kecia Ali

Isu gender dan seksualitas dalam Islam merupakan isu yang selalu menarik untuk dikaji. Belakangan, di dunia Islam, kata ‘ulama’ atau ‘tokoh agama’ begitu identik dengan laki-laki. Kedua kata tersebut, jika disandingkan dengan perempuan, maka seolah menjadi hal yang tabu.

Hal tersebut menjadi salah satu faktor munculnya budaya patriarki dan tafsir agama yang patriarkis. Minimnya peran perempuan untuk ikut menafsirkan ajaran-ajaran agama, membuat agama menjadi sedikit tidak ramah terhadap perempuan.

Baca Juga  Islam Menolak Rasisme!

Sebagai sarjana Barat yang mengkaji isu-isu Islam, ia selalu mencoba untuk adil. Masyarakat Barat melihat perempuan muslim sebagai kelompok yang tertindas karena harus menutup sebagian besar bagian tubuh. Selain itu, perempuan juga dianggap tidak memiliki kebebasan berekspresi di ruang publik. Barat melihat bahwa masih banyak budaya patriarki di dunia Islam.

Di sisi lain, sebagian intelektual Islam menganggap bahwa perempuan justru akan lebih merdeka ketika sebagian tubuh mereka ditutup. Selain itu, pakaian muslimah seperti jilbab sejatinya tidak pernah membatasi pergerakan perempuan di ruang publik. Ali kemudian ingin tampil ‘lebih netral dan adil’ sekaligus dapat menjadi jembatan dari polemik tersebut.

Dalam hal seksual, ulama klasik Islam memandang bahwa hasrat seksual perempuan jauh lebih besar. Sehingga, perempuan harus dibatasi kehadirannya di ruang publik. Perempuan, menurut tradisi klasik, juga rentan untuk menciptakan kekacauan seksual ketika hasratnya tidak terakomodir dengan baik.

Melihat fakta bahwa tradisi Islam memiliki sikap yang begitu patriarkis, Ali menawarkan untuk membaca ulang tradisi. Menurutnya, dalam relasi laki-laki dan perempuan harus ada prinsip persetujuan dan ketersalingan. Kedua prinsip tersebut harus dipegang, terutama dalam relasi suami istri.

Kedua nilai tersebut, menurut Ali, identik dengan masyarakat Barat, namun juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kedua nilai tersebut bisa digali dari seluruh tradisi keagamaan yang ada. Jadi, nilai kesetaraan adalah nilai yang universal. Tidak berarti orang yang menjunjung nilai kesetaraan berarti meninggalkan agama. Sebaliknya, tidak berarti meninggalkan nilai kesetaraan adalah bagian dari ajaran agama.

Ali juga getol mengkritik pemikir-pemikir Barat yang mengkaji Islam secara tidak adil. Menurutnya, kajian keislaman di dunia akademik Barat terlihat begitu bias, rasis, dan berat sebelah dalam melihat gender. Ia meminta kepada sarjana-sarjana Barat agar juga memperhatikan karya dan tulisan tokoh-tokoh perempuan.

Baca Juga  Tafsir Al-Mar'ah Fi Al-Qur'an, Kitab yang Mengupas Kesetaraan Gender

Karya Tulis

  • Half of Faith: American Muslim Marriage and Divorce in the Twenty-First CenturyHuman in Death: Morality and Mortality in J.D Robb’s Novels
  • Sexual Ethics and Islam: Feminist Reflections on Quran, Hadith, and Jurisprudence
  • The Lives of Muhammad
  • Marriage and Slavery in Early Islam
  • Imam Shafii: Scholar and Saint
  • A Guide for Women in Religion: Making Your Way from A-Z
  • A Jihad for Justice: Honoring the Work and Life of Amina Wadud
  • Islam: The Key Concepts
  • Women in Latin America and the Caribbean
  • Islam: The Key Concepts
Avatar
108 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *