Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik baru saja meninggal dunia di Vatikan pada tanggal 21 April kemarin. Sebelumnya saat Misa Paskah di Lapangan Santo Petrus, beliau meminta dunia menghentikan perang dan memberikan kesempatan damai untuk rakyat Gaza. Paus Fransiskus telah secara pribadi menelepon Gereja Keluarga Kudus di Gaza hampir setiap malam, sejak Israel menginvasi Gaza pada Oktober 2023, termasuk Sabtu malam sebelum Paskah, 19 April kemarin.
Pendeta gereja di sana, Pendeta Gabriel Romanelli, mengenang: “Ia berkata bahwa ia berdoa untuk kami, ia memberkati kami, dan ia berterima kasih kepada kami atas doa-doa kami”. Anggota gereja lainnya mengatakan bahwa Paus “akan memastikan untuk berbicara tidak hanya kepada pendeta tetapi juga kepada semua orang di ruangan itu”.
Jorge Mario Bergoglio terpilih sebagai Paus pada tahun 2013. Ia merupakan Paus pertama dari Amerika Latin, Paus pertama dari luar Eropa dalam lebih dari 1.200 tahun, serta anggota Yesuit pertama yang memimpin sebagai Uskup Roma. Latar belakangnya yang kuat dalam teologi pembebasan di wilayah asalnya sangat memengaruhi kepemimpinannya, menekankan keadilan sosial dan perhatian terhadap kaum miskin dan terpinggirkan. Gagasan teologi pembebasan yang ia anut dibawanya ke Vatikan, memperluas cakupan perhatian Gereja Katolik pada isu lingkungan hidup.
***
Sebagai kepala Tahta Suci, Fransiskus menghadirkan berbagai terobosan, seperti menekankan hidup sederhana, membuka dialog dengan kelompok-kelompok marginal, serta mempromosikan transparansi dalam keuangan Vatikan. Kepemimpinannya merefleksikan pembaruan dalam jabatan tersebut, dengan fokus pada upaya menjembatani jarak yang kian melebar antara elit Gereja Katolik dan umatnya. Ia juga menggagas sejumlah tindakan konkret di bidang tradisi dan praktik Katolik, misalnya memperluas peran perempuan dalam pelayanan Gereja dan mendorong pendekatan yang lebih inklusif terhadap berbagai kelompok sosial.
Paus Fransiskus mendedikasikan dua ensiklik (deklarasi kepausan dengan peringkat tertinggi) untuk isu-isu sehari-sehari umat manusia. Laudato si (2015) membahas krisis lingkungan, sementara Fratelli tutti (2020) berfokus pada keadilan sosial. Kebijakan ini adalah perubahan dramatis setelah kepausan Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI. Keduanya lebih fokus kepada menegakkan moralitas tradisional, ketimbang menghidupkan kembali nilai-nilai dasar Kristen tentang kesetaraan dan persaudaraan.
Paus Fransiskus kerap kali bersinggungan dengan para pemimpin populis sayap kanan seperti Donald Trump dan rekan senegaranya dari Argentina, Javier Milei (Milei menanggapi dengan menyebut Fransiskus sebagai “orang kiri yang kotor”). Paus Fransiskus dengan terkenal karena menegaskan “hak setiap individu untuk menemukan tempat yang memenuhi kebutuhan dasar mereka”, sebuah tanda dukungan yang tak tergoyahkan bagi para migran di tengah meningkatnya sentimen anti-imigran dan Islam di Eropa dan Amerika Serikat.
***
Seorang yang rendah hati dan memiliki keyakinan yang progresif, Paus Fransiskus akan dikenang bukan hanya sebagai seorang pembaharu dalam Gereja Katolik Roma tetapi juga sebagai duta perdamaian dan persaudaraan antaragama yang tak kenal lelah. Paus Fransiskus pernah berucap, “Seseorang yang hanya berpikir tentang membangun tembok, di mana pun itu, dan tidak membangun jembatan, bukanlah seorang Kristen”.
Tentu dia tidak hanya berbicara, tapi langsung mempraktikan ucapannya itu, termasuk membangun jembatan dengan dunia Muslim. Paus Fransiskus pernah mengunjungi kota Betlehem, tempat lahirnya Isa al-Masih, dan berdoa di tembok apartheid pada tahun 2014. Beliau menyampaikan: “Perjuangan Palestina untuk kebebasan adalah perjuangan universal untuk martabat manusia”.
Pada tahun 2019 di Abu Dhabi, Paus Fransiskus dan Ahmed Al-Tayyeb, Imam Besar Al-Azhar, bersama-sama menulis dan menandatangani dokumen “Persaudaraan Manusia” yang menekankan pentingnya dialog dan perdamaian antarpemeluk agama. Pada Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (COP26) di Glasgow, Paus Fransiskus, Patriark Bartholomew I, dan Imam Ahmed Al-Tayyeb bersatu suara bersama para pemimpin agama dunia dalam menyerukan komitmen politik global yang lebih tegas untuk mengatasi krisis iklim. Inisiatif-inisiatif ini telah memperkuat kerja sama lintas agama, meningkatkan kesadaran umum, dan mendorong tindakan konkret di bidang kemanusiaan dan lingkungan.
***
Pada pertemuan di Bahrain pada tahun 2022, Paus Fransiskus menghadiahkan Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb, sebuah patung pohon zaitun. Dibuat oleh seniman Yunani Aggelos Panagiotides dari besi tempa dan dilapisi daun emas, “pohon kehidupan” tersebut dimaksudkan untuk melambangkan keabadian dan perdamaian.
Paus Fransiskus dipuji oleh pemimpin negara dan agama Timur Tengah, baik Islam maupun Kristen, seperti oleh komunitas Gereja Maronit Lebanon. Raja Yordania Abdullah II mengatakan, “Paus Fransiskus dikagumi oleh semua orang sebagai Paus Rakyat Jelata” dalam sebuah postingan di internet. Dalam penghormatan yang dibagikan di Facebook, Imam Besar Ahmed Al Tayyeb memuji Paus Fransiskus atas komitmennya terhadap kemanusiaan, menggambarkannya sebagai pemimpin sejati yang mendedikasikan hidupnya untuk melayani kemanusiaan, membela kaum tertindas, pengungsi, dan kaum terpinggirkan. Imam Al Tayyeb juga memuji upaya Paus yang tak kenal lelah untuk mempromosikan dialog antaragama dan saling pengertian di antara berbagai budaya dan agama.
“Saat ini, dunia telah kehilangan simbol kemanusiaan yang luar biasa,” tulis Al Tayyeb. “Dia adalah sahabat sejati umat Islam, tulus dalam mengejar perdamaian. Kata-kata terakhirnya, terutama dalam membela Palestina dan kaum tertindas di Gaza, akan dikenang dengan penuh rasa hormat.”
Paus Fransiskus jugs berbicara tentang pentingnya kerukunan umat beragama saat mengunjungi Masjid Istiqlal di Indonesia, yang merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara, selama lawatan 12 harinya. “Kita semua bersaudara”.
***
Paus Fransiskus telah muncul sebagai simbol persatuan antaragama, memperjuangkan dialog dan solidaritas dengan Islam, suatu hal yang hampir tidak pernah dilakukan Paus lain selama berabad-abad. Dari kunjungan bersejarahnya ke negara-negara Islam hingga persahabatnnya dengan Imam Al-Tayyeb, ia telah menjembatani perbedaan kepercayaan dengan kerendahan hati dan rasa hormat. Dengan mengutamakan kasih sayang daripada konflik, Paus Fransiskus telah mendefinisikan ulang hubungan Katolik-Muslim, menegaskan pentingnya semangat perdamaian dan kemanusiaan diantara pemeluk agama Samawi.
Namun kini, Paus Fransiskus, pemimpin spiritual paling menonjol di dunia dan seorang yang radikal menurut standar hierarki Katolik, telah tiada. Apa yang terjadi selanjutnya, setelah kematian Fransiskus, masih menjadi pertanyaan terbuka. Mungkin, keyakinan dan hidupnya yang sederhana, keyakinan tak tergoyahkan pada martabat setiap jiwa manusia — terlepas dari kepercayaan masing-masing — yang akan menentukan warisan hidupnya.
Paus Fransiskus telah berdiri bersama gerakan rakyat kecil di mana-mana. Ia melihat praktik korupsi, ketidakadilan sosial, serta penyalahgunaan kekuasaan dalam praktik-praktik agama dan berupaya membenarkannya. Ia meninggalkan miliaran umat Katolik, para pengagum yang tak terhitung jumlahnya dari seluruh spektrum agama, dan dunia yang menyaksikan komitmennya terhadap belas kasih dan saling pengertian. Di zaman yang penuh dengan polarisasi, Paus berani memperjuangkan dunia yang didamaikan oleh cinta kasih dan dipandu oleh dialog. Itulah yang akan menjadi warisannya.
Editor: Soleh