Dari perspektif sejarah, sejak dari zaman terdahulu, beberapa imperium telah menegakkan pusat dan wilayah pemerintahan mereka khususnya di sepanjang Selat Malaka yang pada satu ketika dahulu lagi dikenali sebagai ‘Jalur Rempah’. Kepentingan jalur ini sebagai jalur maritim yang strategis telah menarik minat negara-negara besar dari daratan Eropa dan Asia Timur untuk menguasai jalur ini dan pelabuhan-pelabuhan di sepanjang perairannya.
Posisi Sentral Selat Malaka
Selat Malaka dinilai penting, karena ia merupakan sebagian daripada ikatan hubungan maritim internasional yang menghubungkan dunia Timur dan Barat. Selain itu, Selat Malaka juga telah menjadi pembangkit terhadap perkembangan ekonomi, pembangunan perniagaan dan perdagangan di Asia.
Selat ini juga merupakan wilayah penting dengan geografis yang strategis di antara dua wilayah dan terlindung dari tiupan angin di antara pulau Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu telah memberikan daya manfaat dan kebaikan jika dibandingkan dengan wilayah yang terletak di kawasan yang menghadap Laut China Selatan. Pada masa yang sama, dengan wujudnya integrasi wilayah di Asia Tenggara terutama di gugusan kepulauan Melayu dalam dunia perdagangan dan kekayaan dari sumber hasil bumi dan permintaan yang tinggi dari luar telah meningkatkan lagi nilai ekonomi (Hashim, Wahab, Hasan, & Man, 2021, p. 5).
Sejak Pelabuhan Malaka tumbuh menjadi kota dagang yang pesat. Sultan Iskandar Syah meminta pengakuan dan bantuan Kaisar Ming melalui seorang utusan kaisar untuk urusan hubungan dagang dan politik luar negeri, hal tersebut diupayakan untuk antisipasi terhadap serangan dari Kerajaan Siam dan Majapahit. Pada tahun 1403 Kaisar Ming III, Ch’engtsu (Yung-Lo) mengirimkan utusan lengkap dengan armada tempur dibawah pimpinan Cheng Ho. Pengiriman utusan ini mengawali hubungan dekat antara Kesultanan Malaka dengan Tiongkok.
Misi Yung Lo (1402-1424) juga membawa sejumlah besar pedagang Tiongkok yang memainkan peran besar dalam perkembangan kota Malaka. Pelabuan-pelabuhan di Asia Tenggara menjadi pusat pertukaran (bursa) antara pedagang-pedagang muslim yang datang dari arah Barat dengan Tiongkok yang datang dari Utara. Di bawah lindungan Tiongkok, Malaka menjadi pusat perdagangan terpenting di Asia Tenggara dan pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.
***
Sejak tumbuhnya pelabuhan Malaka pada permulaan abad ke-15, persinggahan pelayaran dari India ke Tiongkok dan sebaliknya berpindah dari Jambi ke Malaka (Anawagis, Hijjang, Yahya, & Inawati, 2024, p. 233)
Menurut laporan Pires, kecuali raja pembesar-pembesar dari kerajaan maritim itu pun turut mengadu untung dalam berbagai usaha perdagangan dan pelayaran. Terkadang, raja itu tidak memiliki kapal sendiri tetapi memiliki saham dalam kapal dan perahu yang pulang pergi dari Malaka. Sistem partnership demikian juga berlaku dalam sebagian besar perdagangan di negeri Nusantara pada zaman itu disebut “Commenda”.
Oleh karena itu, di kerajaan maritim seperti Palembang, baik kekuasaan politik maupun ekonomi dipegang oleh raja atau kaum aristokrat yang mendominasi perdagangan sebagai pemberi modal atau kadang-kadang sebagai peserta. Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran merupakan sendi-sendi kekuasaan mereka, yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dari pajak yang besar (Apriana & Heryati, 2021, p. 5).
Peran Syahbandar dan Laksamana Pelabuhan
Untuk memungut semua penghasilan di dalam susunan birokrasi kerajaan, dibentuklah jabatan-jabatan mantra-pajak kelautan. Syahbandar biasanya dipegang oleh orang-orang yang beragama Islam (ketika masa perkembangan Islam di daerah ini). Secara umum syahbandar dapat diartikan sebagai penguasa pelabuhan, atau raja pelabuhan. Tugas utama Syahbandar adalah mengurus dan mengawasi perdagangan orang yang dibawahinya, dalam hal ini termasuk pengawasan di pasar dan gudang. Ia mengawasi timbangan, ukuran barang dagang, dan mata uang.
Dalam perdagangan dan pelayaran, Syahbandar merupakan penengah. Oleh karena itu syahbandar biasanya diangkat dari kalangan saudagar asing. Syahbandar memberi petunjuk mengenai cara-cara berdagang setempat, ia pula menaksir barang dan menentukan pajak yang harus dipenuhi serta bentuk yang harus diserahkan sebagai upeti kepada raja. Nakhoda, penumpang, dan awak kapal tidak diperkenankan melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan syahbandar. Olehkarena itu syahbandar memegang peranan yang penting dalam perdagangan di Nusantara (Apriana & Heryati, 2021, p. 5).
Di samping itu, laksamana diberikan tugas untuk menjaga keselamatan para pedagang daripada ancaman lanun (bajak laut). Laksamana dibantu oleh Orang Laut yang selalu melakukan kegiatan ronda di laut dan memberi perlindungan kepada kapal-kapal pedagang yang datang ke Malaka. Secara tidak langsung, jaminan sedemikian telah menarik minat para pedagang ke Pelabuhan Malaka (Hashim, Wahab, Hasan, & Man, 2021, p. 4).
Kejayaan Pelabuhan Malaka
Kejayaan Pelabuhan Malaka bisa diperhatikan dengan mengikuti industri perkapalan yang dijalankan oleh masyarakat. Kearifan masyarakat dalam pembangunan kapal tidak dapat dinafikan lagi. Hal ini disebabkan masyarakat yang hidup di sekitaran laut sehingga menjadikan mereka begitu mahir dalam perihal seluk-beluk laut. Selain itu, jalinan hubungan dagang antara Malaka dengan para pedagang dari pelosok dunia menjadikan pelabuhan Malaka semakin maju.
Seperti halnya kehadiran pedagang Ryukyu (Jepang) menyemarakkan pelabuhan Malaka dengan membawa kapal-kapal besar dan barang dagangan seperti kain satin, pedang, bekas bunga, mangkuk dan kipas. Selain itu, Malaka bukan hanya sekadar pusat perdagangan dunia tetapi Malaka menjadi pusat penyebaran Islam dan ilmu pengetahuan di Alam Melayu. Kedatangan para pedagang yang terdiri daripada peniaga dan ulama turut menyumbang kepada keunggulan Malaka.
Dengan demikian, tergambar jelas secara tidak langsung deskripsi sederhana perihal kemajuan Pelabuhan Malaka telah memberikan manfaat besar terhadap kemajuan bangsa Melayu di dunia. Peran sentral pelabuhan tersebut dengan sistem pengelolaan dan transaksional yang jelas menjadi atraktif luar biasa bagi wilayah di luar Nusantara untuk ikut berdinamika dalam perekonomian internasional, sehingga menjadikan kegemilangan Pelabuhan Malaka menjadi disorot dalam lintas sejarah hingga hari ini.
Editor: Soleh
Sebagai sebuah emporium yang banyak menjalin hubungan diplomatik antar negara, kenapa Malaka pada tahun 1511 bisa runtuh oleh portugis yang pada saat itu hanya sebuah kekuatan yang baru muncul dipermukaan, walaupun portugis mendapat bantuan pasukan dari wilayah tetangga tetapi yang mendukung Malaka merupakan negara2 besar kala itu terutama Kesultanan Utsmani, Tiongkok, Kesultanan di Nusantara, apakah ada faktor internal yang memudahkan portugis menguasai Malaka contohnya para pengkhianat di dalam tubuh Malaka itu sendiri?