Perspektif

Kepemimpinan Khulafaurrasyidin: Refleksi Bagi “Raja-Raja” Anti Kritik dan Represif

3 Mins read

Maraknya elite negeri yang anti-kritik dan represif, hanya akan menjauhkan diri dari rakyatnya dan merusak citra kepercayaan publik. Empat khalifah Islam membuktikan bahwa kepemimpinan yang efektif dan kuat tidak selalu identik dengan otoritarianisme atau pembungkaman suara rakyat. 

Khulafaurrasyidin adalah empat pemimpin utama yang meneruskan dakwah umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW, yang dipilih melalui proses demokrasi. Keempat khalifah ini menjadi teladan dalam sejarah peradaban Islam sebagai pemimpin negara atau pemerintahan dan sebagai pemimpin umat Islam. Khulafaurrasyidin merupakan perwujudan generasi pertama umat Islam yang begitu dicintai Allah SWT. Hingga dijelaskan melalui firman Allah SWT dalam QS At-Taubah ayat 100 yang ayatnya berbunyi: 

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ ذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ ۝١

Artinya :  “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung”.

Ayat ini mengandung penghargaan yang tinggi dari Allah SWT terhadap orang yang pertama kali menerima Islam. Mereka yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Khulafaurrasyidin dan Model Kepemimpinan yang Demokratis

Kepemimpinan Khulafaur sering kali dianggap sebagai contoh ideal dalam menjalankan pemerintahan yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Para khalifah ini dikenal karena keterbukaan terhadap kritik, penegakan keadilan, dan sikap tidak represif. Kepemimpinan mereka mencerminkan ajaran Nabi Muhammad SAW, terutama saat memimpin Mekah setelah Fathu Makkah.

Baca Juga  Keterbukaan Menjadikan Islam Punya Peradaban yang Maju!

Konsep demokrasi seringkali diperdebatkan dalam konteks Islam, terutama ketika membahas bagaimana para sahabat Rasulullah SAW memilih Khilafah. Salah satu momen krusial yang terjadi di Saqifah Bani Sa’idah. Terjadi perdebatan mengenai calon Khalifah dengan beberapa kelompok mengajukan Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan Sa’ad bin Ubadah. Akhirnya, Abu Bakar terpilih sebagai Khalifah pertama.

Selain itu, ciri-ciri kepemimpinan Khulafaurrasyidin adalah keterbukaan mereka terhadap kritik dan saran dari rakyatnya. Adapun Khalifah Umar bin Khattab dalam sebuah riwayat yang terkenal, ketika Umar Umar bin Khattab menyampaikan kebijakan baru tentang pembatasan jumlah mahar.

Umar menyatakan bahwa mahar Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak lebih dari 400 dirham. Namun, setelah Umar turun dari mimbar, seorang perempuan Quraisy berdiri dan menyuarakan protes. Perempuan itu mengutip ayat Al-Qur’an dari Surah an-Nisa’ ayat 20 yang berbunyi: “Dan kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak (sebagai mahar)…”.Perempuan tersebut menegaskan bahwa tidak ada larangan dalam agama Islam untuk memberikan mahar yang banyak kepada perempuan yang dinikahi. Alih-alih merasa tersinggung atau marah, Umar bin Khattab mengakui kesalahan dan menarik kebijakan tersebut. 

Meskipun Uthman bin Affan, khalifah ketiga, menghadapi banyak tantangan, terutama terkait dengan tuduhan nepotisme, perlu dicatat bahwa ia juga mewarisi praktik-praktik demokrasi dari pendahulunya. Uthman memperluas wilayah Islam secara signifikan dan merapikan administrasi negara. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah penyeragaman mushaf Al-Qur’an, yang sangat penting untuk menyatukan umat Islam dalam satu teks suci yang otoritatif. Langkah ini menunjukkan kepeduliannya terhadap persatuan dan stabilitas sosial, yang didasarkan pada konsensus dan bukan pada paksaan.

Tantangan bagi Rezim Represif

Berbeda dengan kepemimpinan otoriter yang mengandalkan kekuatan untuk memaksa, Khulafaurrasyidin membuktikan bahwa kepemimpinan yang berbasis pada keadilan, kejujuran, melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin dapat menghasilkan kebijakan yang lebih baik dan lebih diterima oleh masyarakat.

Baca Juga  Islam itu Damai, Bukan Cerai!

Kepemimpinan Khulafaurrasyidin berpegang teguh pada perintah Allah SWT yang tertulis dalam Surat An-Nisa Ayat 135 yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ بِٱلْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَوِ ٱلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَٱللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلْهَوَىٰٓ أَن تَعْدِلُوا۟ ۚ وَإِن تَلْوُۥٓا۟ أَوْ تُعْرِضُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya. “Sesungguhnya Allah hanya memerintahkan (kamu) agar kamu berlaku adil terhadap manusia, terhadap orang tua, terhadap sanak saudara, terhadap anak yatim, terhadap fakir miskin, terhadap tetangga dekat dan jauh, terhadap sahabat, terhadap orang-orang yang kamu jadikan budak, dan terhadap hewan ternak. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan sombong.” (An-Nisa : 135).

Sebaliknya, kita saksikan banyak elite saat ini yang lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok dari pada kepentingan rakyat. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan pelanggaran etika menjadi pemandangan yang umum. Mereka seringkali mengabaikan suara rakyat, bahkan tidak segan-segan menggunakan kekerasan atau intimidasi untuk mempertahankan kekuasaan.

Perbedaan yang sangat mencolok ini menunjukkan betapa jauhnya kita telah menyimpang dari nilai-nilai kepemimpinan yang diajarkan oleh Islam. Khulafaurrasyidin mengajarkan kita tentang kepemimpinan yang adil, transparan, dan akuntabel. Mereka adalah pemimpin yang selalu berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memajukan agama.

Kita perlu kembali kepada nilai-nilai kepemimpinan yang diajarkan oleh Khulafaurrasyidin. Kita perlu pemimpin yang amanah, adil, dan bijaksana. Pemimpin yang mampu mendengarkan suara rakyat, menyelesaikan masalah dengan musyawarah, dan selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.

Related posts
Perspektif

Paradoks: Salah Kaprah Memaknai Glorifikasi dan Kesederhanaan

4 Mins read
“Tempat paling berbahaya adalah tempat yang paling aman.” Kalimat di atas merupakan contoh sederhana untuk mengerti bagaimana atau apa itu paradoks. Secara…
Perspektif

Teknologi dan Inovasi Digitalisasi Pendidikan

4 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, digitalisasi pendidikan di Indonesia telah mengalami lompatan besar, terutama berkat berbagai inovasi yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,…
Perspektif

Pendidikan Muhammadiyah untuk Semua

4 Mins read
Sejak berdirinya, Muhammadiyah telah menempatkan pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam perjuangan dakwahnya. Salah satu momen penting dalam sejarah perjalanan ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds