Tafsir

Ketentraman dalam Al-Qur’an Menurut Tafsir Al-Azhar

4 Mins read

Teori Psikoanalisis Menurut Sigmund Freud

Ilmu psikologi merupakan ilmu yang diakui sejak tahun 1879 saat Wilhelm Mundt mendirikan laboratorium psikologi di Jerman. Ilmu psikologi berkembang pesat dengan adanya aliran-aliran di dalamnya.

Salah satu aliran dalam ilmu psikologi yaitu konsep kepribadian yang berasal dari aliran psikoanalisis. Teori psikoanalisis ini merupakan teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur dalam teori adalah motivasi, emosi, dan aspek-aspek internal lainnya.

Teori ini menjelaskan bahwa kepribadian berkembang ketika terdapat konflik-konflik dari aspek psikologi seperti pada masa anak-anak atau usia dini. Pemahaman Freud tentang kepribadian manusia berdasarkan pengalaman-pengalaman di sekitarnya.

Pengalaman-pengalaman ini memiliki teori yang mengikuti observasi dan konsepnya tentang kepribadian yang mengalami revisi selama lima puluh tahun terakhir hidupnya. Dengan teorinya yang berevolusi, Freud menegaskan bahwa psikoanalisis tidak boleh jatuh pada eletisisme, dan orang-orang yang menyimpang dari teori ini akan dikucilkan secara pribadi dan professional oleh Freud.

Freud mengganggap dirinya sebagai ilmuan tetapi definisinya tentang ilmu psikologi agak berbeda dari ilmuan psikolog lainnya. Freud menggunakan pendekatan studi-studi kasus secara ekslusif, merumuskan secara khas hipotesis-hipotesis terhadap fakta yang diketahui.

***

Psikoanalisis Freud dikategorikan sebagai ilmu tentang manusia yang memiliki banyak pertentangan. Bahkan, tidak sedikit pula yang mengkritik dari para ahli seperti pendapat H.J. Eysenck (professor psikologi Jerman) yang menyebutkan bahwa psikoanalisis tidak termasuk ilmu pengetahuan.

Beliau merupakan tokoh aliran behaviorisme yang menyatakan bahwa tidak masuk akal apabila orang memberi predikat ilmiah kepada teori psikoanalisis yang sama sekali tidak bersifat behavioristik.

Sigmund tidak pernah memberi penjelasan kepada teorinya karena penjelasannya selalu tidak sesuai dengan yang awalnya, ilmu ini sebenarnya ilmu yang sangat besar berpengaruh bagi kehidupan manusia.

Baca Juga  Tiga Ayat Al-Qur’an Tentang Klasifikasi Makhluk Hidup dalam Ilmu Biologi

Dalam sebuah jurnal, Freud menjelaskan istilah psikoanalisis yaitu digunakan untuk menunjukkan satu metode penelitian terhadap proses psikis yang selama ini tidak dapat di cerna secara ilmiah. Selanjutnya, psikoanalisis ini bisa dipakai sebagai penyembuhan bagi orang-orang yang mengidap neurosis.

Teori ini memandang bahwa motivasi fundamental dari semua perilaku manusia adalah menghindari rasa sakit dan rasa malu. Dalam dunia psikologi, ketentraman merupakan hal yang pasti dialami setiap manusia. Karena ketentraman ini juga termasuk proses manusia dalam merasakan setiap proses yang ada.

Relasi Ketentraman pada Surat Al-Fajr Ayat 27 dan 28 dalam Kitab Tafsir Al-Azhar

Ketentraman bisa disebut juga dengan ketenangan, aman, tertib, atau tidak rusuh. Sedangkan dalam Al-Qur’an, ketentraman adalah ketika kita merasa diawasi oleh Allah dan ketika kita berperilaku baik kepada diri sendiri maupun orang lain serta sesuatu yang mengandung di dalamnya bingkai kebahagiaan dalam hidup manusia.

Dewasa ini, banyak sekali ilmu-ilmu yang dapat dipelajari oleh manusia tetapi tidak sedikit pula yang membuat mereka malah tidak tentram atau mungkin membuat mereka melalukan hal yang membuat diri tidak menjadi diri sendiri.

Seperti pada ilmu-ilmu umum yang tidak di kolaborasikan dengan ilmu agama. Seseorang diwajibkan juga untuk mempelajari ilmu agama dan umum supaya seimbang antara keduanya. Jika seseorang memiliki ilmu yang seimbang, maka besar kemungkinan seseorang tersebut lebih tinggi tingkat ketentraman dalam dirinya dibandingkan seseorang yang hanya mempelajari ilmu umum.

Dalam surat Al-Fajr ayat 27 dan 28 yang artinya, Wahai jiwa yang telah mencapai ketentraman, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridlo dan di Ridloi”.

Pada ayat tersebut, dengan disebutkan pada kitab Tafsir Al-Azhar bahwa tentram di sini merujuk pada nafs mutmainnah yang merupakan ketentraman dan ketenangan jiwa yang mengacu pada nilai-nilai ketuhanan dan yang mengikuti petunjuk Illahi. Dalam kitab Tafsir Al-Azhar, disebutkan jika tingkatan nafsu manusia itu ada tiga tingkatan yaitu:

Baca Juga  Tafsir Biji-bijian dalam QS An-Naba' Ayat 15

Pertama, Nafs Ammarah. Yaitu nafsu yang terdapat pada diri manusia yang mendorong untuk selalu berbuat di luar akal tanpa ada pertimbangan yang tenang sebelumnya. Dan seringkali, manusia itu terperangkap dalam nafsu ini yang membuat manusia menjadi tersesat.

Kedua, Nafs Lawwamah. Yaitu apabila pada diri seorang manusia merasakan penyesalan atas dirinya sendiri. Yang mana, perasaan ini sering disebut dengan “tekanan batin” atau ketika seseorang merasa banyak melakukan dosa.

Dalam kitab Tafsir Al-Azhar , Allah menjadikan nafs lawwamah ini sebagai sumpah kedua setelah sumpah pertama yang berisi tentang ihwal hari kiamat.

***

Apabila kita sudah mencapai kedua nafsu ini, maka bisa dikatakan jika kita akan berproses menjadi manusia yang baik karena kita sudah merasakan penyesalan pada diri yang dijadikan sebagai pelajaran hidup lalu kita akan menjalani kehidupan yang seperti baru lagi dengan membiarkan kejadian sebelumnya.

Ketiga, Nafs Mutmainnah. Yaitu jiwa yang telah memiliki rasa tenang dan tentram. Pada tingkatan ini, jiwa-jiwa telah melalui jalan yang tidak begitu lurus. Sehingga pada saat ini, manusia sudah tidak mengeluh. Karena pada tingkatan ini, manusia sudah diberi hidayah dan mampu memahami ilmunya.

Pada tingkatan ini juga, jiwa manusia sudah matang. Jadi, ketika manusia mendapati dirinya di atas, maka ia akan tetap tunduk karena pada dasarnya setiap ada kenaikan pasti ada penurunan. Jiwa ini mempunyai dua sayap yaitu syukur ketika mendapat rizki dan sabar ketika rizki hanya sekadar untuk makan seperlunya saja.

Pada ayat 27 yang artinya Wahai jiwa yang telah mencapai ketentraman”, dijelaskan bahwa jiwa ini berserah diri kepada Allah dan ber-tawakkal kepada Allah dengan penuh ketenangan karena jiwa ia yakin akan ketentuan yang diberikan Allah kepadanya.

Baca Juga  Al-Musâwah, Kesetaraan Derajat Manusia: Tafsir QS al-Hujurat ayat 13

Ibnu Atha’ berkata, “Jiwa yang telah mencapai ma’rifat, sehingga sudah tidak sabar lagi bertemu dengan Tuhannya walau sekejap mata. Tuhan itu tetap senantiasa tetap dalam ingatannya”.

***

Hasan al-Bishri berkata tentang nafs mutmainnah yaitu “Apabila Tuhan telah berkehendak mengambil nyawa hamba-Nya yang beriman, maka tentramlah jiwanya terhadap Allah, dan tentram pula Allah tarhadapnya”.

Sahabat Rasulullah SAW berkata Amr bin al-Hath, “Apabila seorang hamba yang beriman yang akan meninggal, maka diutus Tuhan kepadanya dua orang malaikat, dan dikirim keduanya suatu bingkisan dari dalam surga. Lalu, kedua malaikat itu menyampaikan, “Keluarlah wahai jiwa yang telah mencapai ketentramannya, dengan rida dan di ridai Allah. Keluarlah roh, Tuhan senang kepadamu dan Tuhan tidak marah kepadamu”. Maka, keluarlah roh itu yang lebih harum dari bau kasturi”.

Pada ayat 28 yang artinya “ kembalilah pada Tuhanmu, dalam keadaan rida dan diridai”. Dalam ayat ini,  artinya bahwa ketika manusia sudah lelah di dunia yang fana ini, maka sekarang pulanglah untuk bertemu dengan Tuhanmu dalam keadaan sangat rida karena Tuhanmu juga rida karena Tuhan menyaksikan sendiri kepatuhanmu di dunia ini dan tidak pernah mengeluh.

Editor: Yahya FR

Hudiana Rahmawati
1 posts

About author
Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds