Agama adalah perisai atau benteng bagi penganutnya. Dengan beragama, penganutnya merasa ada kendali yang harus dipatuhi atau ditaati. Sehingga selama menaati aturan yang terdapat dalam kendali tersebut, maka penganut agama tersebut akan selamat di dunia dan di akhirat. Agama selain menjadi perisai juga menjadi pegangan, baik yang berupa ibadah maupun yang berupa aqidah. Sebelum dalam urusan ibadah dilakukan perkara aqidah harus disempurnakan terlebih dahulu.
Dalam urusan aqidah, biasanya setiap agama mempunyai keyakinan yang bervariasi. Berangkat dari variasi tersebut, timbullah suatu perbedaan tentang konsep ketuhanan. Artinya, setiap agama akan mengatakan konsep ke-Tuhanannya yang paling benar dan masuk akal.
Agama juga diyakini sebagai penunjuk jalan ke arah kesejahteraan, keamanan, keselamatan dan kenikmatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Walhasil, agama merupakan penyelamat manusia dari cobaan dan rintangan yang dihadapi.
Buku “When Religion Becomes Evil” karya Charles Kimball ini menarik untuk didiskusikan kembali. Meski sudah banyak ulasan yang menulis tentang pemikiran Kimball dalam bukunya, namun hingga saat ini buku tersebut masih menarik dan relevan untuk didiskusikan.
Bukunya Charles Kimball yang berjudul “Kala Agama Menjadi Bencana“. Sekilas orang yang baru melihat judulnya akan bertanya ada apa dengan agama, apa yang salah dengan agama. Sebagaimana yang kita ketahui, agama itu sumber keselamatan dan sumber kedamaian. Namun, mengapa tiba-tiba agama menjadi bencana?
Berangkat dari kata-kata Abraham Heschel, bahwa “No religion is an island” penulis buku ini Charles Kimball memulai analisisnya dengan mencermati tulisan Abraham tentang tragedi pembantaian orang Yahudi di Jerman. Dua puluh tahun kemudian Heschel menulis, bahwa agama-agama di dunia ini tak mungkin mencukupi dirinya sendiri lagi, independen dan terisolasi satu terhadap yang lain.
Seperti sekarang, individu dan bangsa-bangsa menyadari keterkaitan satu terhadap lainnya, demikian pula halnya dengan agama. Daya, pengalaman, dan ide-ide yang lahir, baik dari suatu agama tertentu maupun dari semua agama di dunia, kiranya terus menantang dan mempengaruhi setiap agama. Tak ada lagi agama yang menjadi pulau bagi dirinya sendiri. Sekarang kita terlibat satu sama lain. Pengkhianatan spiritual sebagian dari kita akan mempengaruhi iman kita semua.
Menurut Kimball, yang dimaksud agama menjadi bencana adalah agama yang sudah dicampuri dengan kepentingan-kepentingan kekuasaan, sosial, ekonomi politik dan Iain-Iain, sehingga itu yang dinamakan agama yang korup.
Bila melihat kondisi hari ini di Indonesia, khususnya tentang keberagamaan. Tentu kita bisa melihat bagaimana agama selalu menjadi penumpang gelap atas segala bentuk kepentingan-kepentingan tertentu. Oleh karena itu, Kimball dalam bukunya tersebut menemukan lima faktor kuat yang membuat agama menjadi bencana, antara lain sebagai berikut:
Pertama, ketika agama mengklaim kebenaran agamanya sebagai kebenaran yang mutlak dan satu-satunya. Bila hal ini terjadi, agama tersebut akan membuat apa saja untuk membenarkan agamanya dan mendukung klaim kebenarannya. Agama itu tidak peduli lagi bahwa Tuhan sebenarnya “hanyalah” sebutan bahasa manusia tentang Kesegala-Mahaan-Nya yang tidak bisa ditangkap oleh kemiskinan bahasa manusia.
Klaim kebenaran itu jadi memiskinkan dan mengurangi Tuhan dari Kesegala-Mahaan-Nya. Ini sebenarnya adalah korupsi manusia terhadap kekayaan Tuhan. Dan celakanya, justru korupsi dan pemiskinan Tuhan itulah yang menjadi titik tolak untuk meniadakan pemeluk agama lain, karena mereka dianggap mempunyai pengertian yang tidak benar tentang Tuhan.
Klaim kebenaran mutlak suatu agama, biasanya disebabkan karena pemeluk agama bersangkutan yakin bahwa kitab suci mereka memang mengajarkan demikian. Dalam konteks ini, teks kitab suci bisa disembronokan dan disalahgunakan untuk kepentingan apa saja.
Kimball mengingatkan, “bahwa setan pun bisa mengutip kitab suci untuk kepentingannya.” Memang harus diakui, sering dijumpai teks-teks kitab suci yang berisi klaim akan kebenaran mutlak dan jalan keselamatan satu-satunya bagi agama yang bersangkutan. Namun, sesungguhnya teks itu tidak dapat dibaca dengan lahiriah dan mentahan.
Kedua, yang menunjukkan bahwa agama bisa menjadi bencana dan jahat adalah ketaatan buta kepada pemimpin keagamaan mereka.
Kimball mengingatkan supaya berhati-hati terhadap gerakan agama yang bertentangan dengan akal sehat, membatasi kebebasan berpikir, meniadakan Integritas individual para pengikutnya dengan cara menuntut ketaatan buta terhadap pemimpin mereka.
Contohnya: dari gerakan keagamaan demikian, adalah gerakan Peoples Temple pimpinan Jim Jones di Guyana tahun 1970-an, Aum Shinrikyo di bawah Asahara Shoko di Jepang tahun 1990-an, dan gerakan David Koresh di Texas tahun 1990- an.
Ketiga, ketika agama mulai gandrung merindukan zaman ideal, lalu bertekad merealisasikan zaman tersebut ke dalam zaman sekarang. Memang agama pada hakikatnya merupakan semacam harapan, bahwa di masa depan para pemeluknya akan memperoleh dan mengalami sesuatu yang ideal. Zaman ideal itu berlawanan dengan zaman sekarang ketika pemeluk agama hidup, yaitu satu zaman yang penuh dengan dosa, kesombongan, khayalan, kelalaian, dan kesia-siaan.
Di zaman ideal, manusia akan dibebaskan dari semua cacat dan dosa itu, dan mengalami kebahagiaan. Visi religius semacam ini sesungguhnya adalah sah dan tidak membahayakan. Namun, Kimball memperingatkan, jika visi agama tentang zaman ideal itu mulai direalisasikan, dan para pemeluknya yakin serta membenarkan, bahwa Tuhan sendiri yang menginginkan demikian, itu adalah tanda, bahwa agama bakal menjadi bencana dan jahat.
Keempat, apabila agama tersebut sudah membiarkan dan membenarkan terjadinya “Tujuan yang membenarkan segala cara”. Kekorupan agama ini berkaitan dengan penyalahgunaan komponen-komponen dari agama itu sendiri.
Agama tak mungkin ada tanpa komponen-komponen yang hakiki, seperti ruang dan waktu yang sakral, komunitas dan institusi keagamaan. Komponen komponen tersebut hanyalah sarana. Namun, sarana tersebut dijadikan tujuan, dan untuk meraih tujuan itu dipakailah segala cara dan pembenaran. Bila hal ini terjadi, dengan mudah agama menjadi bencana dan jahat.
Kelima, apabila agama menjadi kejam dan menjadi teroris. Contohnya perang salib yang begitu kejam, atau terorisme modern, seperti yang terjadi pada tragedi 11 September, yang memakan banyak korban orang tak bersalah. Untuk menghindarkan kejahatan dan pembusukan itu, sudah saatnya kini agama-agama menjadi agama perdamaian. Agama yang mengajarkan segala bentuk welas asih dan kasih sayang kepada semua makhluk Tuhan.
Kimball menunjukkan, Islam sendiri pada hakikatnya adalah agama perdamaian. Islam berarti tunduk kepada Allah dan damai, Muslim adalah mereka yang mau menundukkan dirinya kepada Allah dan menjadi pembawa perdamaian. Dari sana terlihat jelas, betapa Islam sesungguhnya adalah agama perdamaian.
Demikian juga, ajaran Islam tentang jihad. Berulang-ulang Islam mengajarkan, yang mesti dikerjakan pemeluknya bukanlah jihad terhadap orang luar, melainkan jihad kepada dirinya sendiri. Artinya, perang melawan segala hasrat egoisme dan dosa yang selalu menghuni diri manusia.
Jihad tersebut semakin relevan dengan kondisi bangsa hari ini. Sudah seharusnya para pemimpin bangsa hari ini bertekad untuk berjihad dengan cara menuntaskan segala bentuk kemiskinan, berjihad melawan kebodohan serta jihad dalam melawan ketidakadilan. Bila hal tersebut dilakukan dengan penuh kesungguhan, maka agama tidak lagi menjadi bencana seperti yang dibilang oleh Kimball, melainkan menjadi rahmat.
Judul Buku: Kala Agama Jadi Bencana
Penulis: Charles Kimball
Penerbit: Mizan
Cetakan: 1 Juni 2013
Tebal: 471 halaman
Editor: Soleh