Tarikh

Keyakinan Seorang Ibrahim dan Hajar

3 Mins read

Nabi Ibrahim, Sarah, Hajar dan Ismail tinggal bersama di Kana’an. Tidak berselang lama setelah kelahiran Ismail, Sarah merasa perhatian Ibrahim lebih banyak tertuju kepada anaknya Ismail dan secara otomatis juga kepada Hajar. Ada kecemburuan. Atas dasar perintah Allah, Ibrahim pun memindahkan Hajar dan Ismail ke Makkah, sebuah lembah tandus tanpa penghuni dan tanpa pepohonan. Dimana, dulu, pernah terdapat rumah suci Allah yang pertama, yang didirikan Allah untuk Nabi Adam dan umat manusia. Dalam QS. Ali Imran: 96, Allah menegaskan,

إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٖ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكٗا وَهُدٗى لِّلۡعَٰلَمِينَ ٩٦

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Kata “wudli’a” menunjukkan bahwa yang membangun Ka’bah itu bukan Nabi Adam dan bukan pula Nabi Ibrahim bersama Ismail, melainkan Allah. Bangunan itu tersisa fondasi, karena tersapu banjir bandang di masa Nabi Nuh. Di kemudian hari, Nabi Ibrahim bersama putranya Ismail menegakkan dan membangun kembali Ka’bah.

Saat hendak melakukan perjalanan menuju Makkah, Hajar memakai kain yang sekaligus dijadikan sebagai ikat pinggang. Sebuah riwayat Bukhari, Ibnu Abbas r.a. pernah bercerita, bahwa “Pertama kali kaum wanita memakai ikat pinggang adalah karena (meniru) Sayyidah Hajar. Ia memakai ikat pinggang bukan karena lapar atau yang lain. Tapi, untuk menghilangkan jejaknya dari Sarah. Nabi Ibrahim membawa Hajar dalam keadaan menyusui Ismail. Kala itu, di Mekkah tidak ada siapapun, tidak ada pohon dan tidak ada air.”

Kepergian Ibrahim Meninggalkan Hajar

Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di sana. Nabi Ibrahim pun meletakkan sebuah geriba berisi kurma dan wadah berisi air di dekat keduanya. Lalu, Nabi Ibrahim membalikkan punggungnya untuk meninggalkan tempat tersebut.

Baca Juga  Problematika Politik Khulafa Al-Rasyidin, Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Hadis?

Saat itu, Hajar tidak diam diri. Ia mengikuti Nabi Ibrahim dan berkata, “Wahai Ibrahim! Kenapa engkau hendak pergi meninggalkan kami di lembah yang tak berpenghuni dan tak ada apapun?” Hajar mengucapkan kata-katanya ini berulang kali, namun Nabi Ibrahim tidak juga menoleh dan menjawabnya.

Akhirnya Hajar bertanya, “Apakah atas perintah Allah kepadamu semua ini engkau lakukan, wahai Ibrahim?” Dengan pertanyaan ini Nabi Ibrahim baru menjawab, “Benar.”

Dengan tegar Hajar pun menimpali, “Kalau begitu, Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan kami.” Dan Hajar kembali ke tempatnya semula bersama Ismail.

Kisah hidup keluarga Ibrahim ini ingin mengatakan betapa manusia itu kadang sering kurang bersyukur atas apa yang diberikan Allah. Ia mudah mengeluh dan mengaduh, termasuk mudah protes dan berburuk sangka kepada Allah atas (sedikit) ujian yang diberikan kepada manusia. Manusia kemudian tidak yakin bahwa Allah pasti akan menolong hamba-Nya. Manusia juga sering lupa dengan senjata ampuh seorang mukmin, yaitu doa. Doa adalah sejata luar biasa seorang mukmin.

Doa Ibrahim

Dalam pada itu, sebagai manusia sesungguhnya Nabi Ibrahim sendiri tidak mampu menahan rasa iba dan sedihnya meninggalkan keduanya di sana. Kegundahan itu direkam Al-Quran dalam doanya yang sesungguhnya menyayat hati. Namun, atas keyakinan dan kepasrahannya kepada Allah, Nabi Ibrahim pun terus pergi. Hingga sampai di sebuah tempat yang tidak terlihat lagi oleh Hajar dan putranya, Nabi Ibrahim menghadapkan wajahnya ke tempat yang nanti akan ditinggikannya Baitullah dan berdoa, sebagaimana yang terdapat dalam QS. Ibrahim: 37,

Ya Rabb kami! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, wahai Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka (tahwiy ilaihim) dan berilah rezeki kepada mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.

Baca Juga  Ali bin Abi Thalib (2): Kapan Ali Masuk Islam?

Menurut sebagian ulama, tahwiy ilaihim adalah rasa ingin mencintai (simpati, cenderung, senang sekali) kepada keluarga Nabi Ibrahim. Begitu juga dengan banyaknya buah-buahan. Siapa yang mengira jika di lembah padang pasir yang tandus akan ada buah-buahan yang melimpah. Tapi, jika dilihat, di Mekkah yang tandus itu seperti tidak ada bedanya dengan Indonesia.

Bisa jadi, di Makkah lebih lengkap dan melimpah dengan berbagai jenisnya dibandingkan di tanah air Indonesia. Padahal, Indonesia lebih subur. Itulah kehendak Allah. Insya Allah, salah satunya adalah berkat doa Nabiyullah Ibrahim juga. Di kemudian hari, setelah ada air zam-zam ada kabilah Bani Jurhum dari Yaman yang datang dan meminta ijin untuk tinggal di sekitar Ka’bah. (akan dituliskan pada episode berikutnya)

Jadi, ketika umat Islam sekarang ini berduyun-duyun ke tanah suci untuk beribadah haji dan umrah, itu memang karena doa Nabi Ibrahim yang dikabulkan oleh Allah. Biasanya, orang yang sudah melaksanakan haji dan umrah, selalu ingin kembali lagi dan kembali lagi. Itu juga karena berkat doa Nabi Ibrahim.

Editor: Yusuf

6 posts

About author
Penulis. Guru SMA Muhammadiyah 1 Sumenep
Articles
Related posts
Tarikh

Hijrah Nabi dan Piagam Madinah

3 Mins read
Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perkembangan Islam, yang…
Tarikh

Potret Persaudaraan Muhajirin, Anshar, dan Ahlus Shuffah

4 Mins read
Dalam sebuah hadits yang diterima oleh Abu Hurairah dan terdapat dalam Shahih al-Bukhari nomor 1906, dijelaskan terkait keberadaan Abu Hurairah yang sering…
Tarikh

Gagal Menebang Pohon Beringin

5 Mins read
Pohon beringin adalah penggambaran dari pohon yang kuat akarnya, menjulang batang, dahan dan rantingnya sehingga memberi kesejukan pada siapa pun yang berteduh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds