Inspiring

Khwajah Nashir Pelopor Etika Untuk Anak-anak

4 Mins read

Oleh: Andika Setiawan*

Masih sedikitnya tulisan mengenai Khwajah Nashir, membuat sosoknya masih belum begitu dikenal secara luas. Dugaan atas sedikitnya tulisan mengenainya, sementara karena ia berakidah Syiah. Terlepas dari latar belakang apa, filsuf muslim ini sebenarnya patut untuk dihadirkan di tengah-tengah diskursus pemikiran Islam.

Khwajah Nashir

Khwajah Nashir memiliki nama lengkap Khwajah Nashiruddin Al-Thusi, lahir pada 11 Jumadil Ula 597 H/6 Februari 1201 M di Thus hari Sabtu dini hari. Historisitasnya menjadi seorang filsufnmuslim, tidak dapat dipisahkan dari peran ayahnya—Muhammad ibn Hasan—yang menjadi pendidik pertama di hidupnya. Kala itu, Muhammad ibn Hasan sangat tersohor di kalangan Syiah karena keluasan ilmu yang ia miliki. Kurikulum yang ia canangkan dalam mengajar anaknya meliputi bahasa dan gramatika bahasa Arab, ilmu Al-Qur’an dan hadis, fikih Syiah, logika, hukum, ilmu-ilmu alam, matematika, dan metafisika.

Di usianya yang masih muda, ia pergi meninggalkan Thus menuju Nisyapur untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pilihan ia jatuhkan ke Nisyapur karena awal abad ke-7 H/ke-13 M, Kota tersebut menjadi pusat intelektual dunia Islam bagian Timur, dan sebagian besar sarjana kondang banyak yang menjadi tenaga pendidik di sana. Selama mengenyam pendidikan di sana, ia memperoleh didikan dari Fariduddin Damad selaku guru filsafat paripatetik. Melalui gurunya ini, ia mengkaji kitab Al-Isyarat wa Tanbihat karya Ibn Sina.

Berbicara mengenai Fariduddin Damad, memang kapabilitas keilmuannya tak perlu diragukan lagi karena ketersambungan ilmuannya sampai Ibn Sina. Jika ditelusuri, Fariduddin Damad merupakan murid Shadarruddin Sarakhsi, yang merupakan murid Afdhaluddin Ghilani, murid Abu Al-Abbas Lukari, murid Bahmanyar, murid Ibn Sina.

Benar saja, Khwajah muda yang begitu haus ilmu, setelah mengkaji kitab Al-Isyarat wa Tanbihat, ia pun langsung mempelajari kitab Qanun Ibn Sina melalui Quthubuddin Al-Mishri yang merupakan murid Fahkruddin Razi. Kemudian ia belajar matematika kepada Kamaluddin ibn Yunus Al-Mishri. Hingga pada 619 H/1222 M, ia mendapatkan ijazah untuk meriwayatkan hadis.

Baca Juga  Rosyad Sholeh, Pendiri IMM Sang Organisator Muhammadiyah Tulen

Cerita Menarik Khwajah

Selesainya pendidikan Khwajah Nashir di Nisyapur ditandai dengan serangan tentara Mongol ke wilayah Khurasan awal abad ke-7 H/13 M. Semenjak itu, suasana di Nisyapur terasa mencekam, sehingga tempat itu pun semakin rawan untuk ditinggali. Suatu ketika Khwajah mendapat tawaran dari gubernur Quhistan, Nashiruddin ‘Abd Al-Rahim ibn Abi Mansur, untuk bergabung bersamanya di istana. Tawaran itu pun disambut baik oleh Khwajah, dan ia pun segera pindah dan menetap bersama di istana, di lingkungan Ismailiyah lokal.

Pertemanan yang ia jalin selama beberapa tahun—624-632 H/1226-1234 M—dengan sang gubernur, tidaklah sia-sia dan bisa dibilang sangat produktif. Terbukti, ia berhasil menerjemahkan dan mengembangkan  kitab Al-Thaharah Abu Ali Miskawaih Al-Razi menjadi Akhlaq-i Nashiri atas nama gubernur. Ia juga menulis kitab dalam bidang astronomi yang ia beri judul Risalah Al-Mun’iyyah untuk putra gubernur, Mu’inuddin. Selain dua kitab tersebut, pada periode ini, ia juga berhasil menulis beberapa kitab seperti Akhlaq-i Muhtasyami, Syarh Al-Isyrat, dan Asas Iqtibas.

Meski bisa dibilang semasa saat ia bersama Nashiruddin ‘Abd Al-Rahim ibn Abi Mansur sangat produktif, tetapi ia merasa tidak begitu puas dan bahagia dengan hidupnya. Dalam Syarh Al-Isyrat di bagian akhir Khwajah Nasir menuliskan keluhannya selama menulis kitab tersebut. Ia menyebutkan, mengalami masa yang sangat sulit, lebih sulit dibanding keadaan yang mustahil. Atas kondisi yang sangat sulit ditanggung olehnya, ia berlindung pada sebuah puisi Persia, “Sejauh aku melihat ke sekelilingku adalah cincin, dan aku permatanya.”

Sebagai filosof Syiah, ada cerita menarik dari Khwajah. Ia dibanjiri pujian karena banyak mengubah sarjana Sunni menjadi Syiah. Di antara filosof Sunni berkonversi ke Syiah ialah Quthubuddin Syirazi. Kerap kali Khwajah menghadiri majelis-majelis ilmu yang diampu Quthubuddin Syirazi secara diam-diam.

Baca Juga  KH Hasan Ali, Tokoh Muhammadiyah Bali yang Teguh dan Moderat

Suatu ketika Quthubuddin Syirazi pernah dipermalukan Khwajah di khalayak ramai, ia menyadari ilmunya masih jauh di bawah Khwajah. Atas kejadian itu, ia menyatakan berpindah ke Syiah. Beberapa kisah menceritakan, konon Quthubuddin Syirazi kembali ke Sunni, dan ia mendapat ajakan dari Khwajah untuk kembali ke Syiah sebanyak tiga kali. Dan pada akhirnya ia kembali lagi ke Syiah karena kalah berdebat dengan murid Khwajah.

Nasehat untuk Anak Muda

Salah satu capainya di bidang etika, terutama etika untuk anak-anak, ia telah menerjemahkan kitab Al-Adab Al-Wajiz li Al-Walad Al-Shagir karya Ibn Muqaffa’. Kitab ini dimulai dengan nasehat khusus Ibn Muqaffa’ kepada anaknya tentang kewajiban beriman dan bertakwa kepada Allah. Kemudian butir pertama dalam nasihat itu adalah kesabaran dalam menghadapi musibah. Tak ketinggalan pula Anak-anak muda dianjurkan belajar dengan giat sejak dini.

Mereka juga ditekankan untuk bergaul kepada orang-orang berilmu dan bijak, tetapi tidak diperkenankan untuk berdebat dengannya. Pemberian pemahaman kepada anak-anak, bahwa mereka tak perlu khawatir soal harta, sebaliknya mereka harus mencari bekal untuk keselamatan di akhirat, salah satunya dengan menghindari perkataan bohong.

Dalam kitab itu pula dijelaskan, diam adalah kebajikan yang harus dimiliki oleh anak Ibn Muqaffa’, karena banyak bicara tidaklah baik. Kesabaran bernilai kebaikan, sebagaimana dalam kitab tersebut, Ibn Muqaffa’ mengutip pendapat Sokrates bahwa kesedihan akan melemahkan otak dan mengakibatkan penurunan fungsi otak. Anak-anak juga diperintahkan untuk belajar tawadhu’ atas pengetahuan yang dimiliki.

Mereka tidak boleh menjilat dan mengemis-ngemis di hadapan penguasa. Harus setia pada pertemanan, jika kesetiaan itu dibalas dengan pengkhianatan maka mereka tidak perlu berhubungan lagi. Optimistis adalah kunci kesuksesan, untuk menjadi orang yang sukses tidak perlu takut memikul tanggung jawab yang berat. Dan jika telah menuai kesuksesan, mereka tidak boleh sombong. Mereka pun dilarang keras untuk memiliki sifat iri dan dengki.

Baca Juga  Kisah Sya'ban, Sahabat Nabi yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

Mereka tidak boleh mengabstraksikan bahwa mengerjakan perbuatan jahat lebih mudah dibanding perbuatan baik, karena sebenarnya orang-orang yang mengerjakan kejahatan telah sering mengerjakan perbuatan itu. Sebelum menjawab dan bertanya pada suatu persoalan, harus dipikir terlebih dahulu secara cermat agar tak memalukan dirinya sendiri. Mereka juga harus mengakui pendapat mayoritas dan tidak melakukan tindakan yang berseberangan dengan pendapat tersebut.

Mereka harus menjauhi teman yang buruk akhlaknya. Tidak menunda-nunda pekerjaan yang baik. Dan mereka tidak boleh melakukan ghibah. Yang terakhir nasihat Ibn Muqaffa’ di kitab tersebut ialah mengingatkan bahwa mereka harus kuat, karena orang lain akan menganggap keberaniannya orang yang lemah sebagai kebodohan, ketabahan hati dan kesabarannya sebagai kelemahan, keteguhannya sebagai sifat keras kepala belaka, kediamannya sebagai kebisuan, kemurahannya sebagai tindakan yang zalim.

***

Sentimen-sentimen kepada Khwajah karena bermazhab Syiah, sejatinya perlu dihilangkan karena hanya akan menafikan kontribusinya di dunia pemikiran Islam. Akibatnya tulisan mengenainya cukup sedikit dan namanya hanya terdengar samar-samar. Padahal, kontribusinya di bidang etika sangat besar.

*) Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor: Nabhan Mudrik Alyaum

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds