Inspiring

Kiai Abdul Karim: Santri Pengelana Pendiri Pesantren Lirboyo

4 Mins read

Hadratus Syeikh Kiai Abdul Karim atau Mbah Manab, sosok ulama yang familiar bagi warga Nahdliyin. Bagaimana tidak, beliau adalah pendiri salah satu pondok pesantren besar yang bernama Lirboyo. Ternyata beliau adalah seorang santri yang berkelana ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.

Suasana Pesantren Lirboyo

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi salah satu pesantren tertua dan terbesar di Indonesia, yaitu pesantren Lirboyo. Pesantren ini terkenal sekali di berbagai kalangan di negeri ini, khususnya warga Nahdliyin.  Pesantren Lirboyo ini terkenal dengan ilmu gramatikal Bahasa Arab, yakni Nahwu dan Sharaf.

Pesantren Lirboyo terletak di Kota Kediri, Jawa Timur. Menurut teman saya yang juga merupakan santri Lirboyo, luas pesantren ini sekitar 19 hektar. Dan di dalamnya terdapat tidak kurang dari 29.000 santri.

Tentu saja saya merasa sangat takjub sekali mengetahui hal tersebut. Apalagi pesantren ini berdiri sejak tahun 1910 M, 35 tahun sebelum Indonesia merdeka. Bagi saya yang merupakan lulusan dari pesantren modern, melihat pesantren ini saya merasa seperti orang ‘norak’.

Bagi kami, apabila melihat ustaz lewat, tentu saja kami buru-buru berebut untuk mencium tangannya. Tapi di sini tidak, di saat kyai lewat, semua santri menghentikan seluruh kegiatannya. Yang jalan langsung berhenti menunduk, begitu juga dengan yang mengaji pun sama.

Semua santri di sana melakukan hal tersebut. Sesaat setelah kiai sudah lewat, barulah para santri melanjutkan kegiatannya masing-masing. Tentunya ini merupakan sesuatu yang baru bagi saya.

Makanan Pesantren dan Aura Kiai

Belum afdal bagi saya jika mengunjungi pesantren tanpa mencoba makanan yang ada di kantinnya. Kantin Lirboyo sangat ramai dipadati oleh para santri. Dan yang paling membuat saya kaget, harga makanannya termasuk murah sekali.

Seporsi nasi harganya dipatok sebesar 1.500 rupiah. Bahkan, saya sempat melihat ada makanan yang harganya hanya 500 rupiah. Mungkin jika di Jakarta, 500 rupiah hanya bisa untuk membeli permen 3 butir.

Baca Juga  Haedar Nashir: Sosiolog dan Ideolog Muhammadiyah

Kebetulan juga saat itu rumah kiainya sedang open house menerima tamu yang ingin sowan. Tentu saja saya tidak melewatkan kesempatan ini begitu saja. Saat saya sowan, aura kewibawaan terpancar dari wajah kiainya.

Saya pun tak kuasa untuk menatap wajah kiai tersebut. Aura beliau kuat sekali, hingga saya hanya bisa terdiam dan menunduk mendengar sepatah dua patah kata wejangan dari beliau. Sowan itu kemudian diakhiri oleh doa dari beliau dan kami pun pamit undur diri.

Selain ramai oleh para santri, pesantren ini pun cukup ramai didatangi para peziarah dari dalam dan luar kota. Mereka datang untuk menziarahi makam Lirboyo, yang salah satunya terdapat makam pendiri pesantren Lirboyo.

Kiai Abdul Karim

Pesantren Lirboyo didirikan oleh seorang ulama kharismatik yang bernama Kiai Abdul Karim. Beliau adalah seorang santri pengelana dan merupakan anak seorang petani biasa. Kiai Abdul Karim bisa kita jadikan role model bahwa nasab tidak selalu menentukan nasib. Kerja keras dan ilmu lah yang bisa menentukan itu semua.

Makam beliau terletak di sebelah Barat Masjid Lawang Songo, para santri di sini biasa menyebutnya dengan Maqbaroh Lirboyo. Selain makam KH. Lirboyo disini juga terdapat makam KH. Mahrus Aly, KH. Marzuqi Dahlan, beserta para kyai yang pernah memimpin Lirboyo.

Beliau bisa kita sebut dengan sebutan santri pengelana, karena beliau selalu berkelana dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Perjalanann beliau ini dimulai setelah ayahnya wafat.

Tapi saat ayahnya wafat, beliau tidak serta merta langsung berkelana. Beliau membantu ibundanya melanjutkan usaha ayahnya berjualan di pasar Mantilan. Konon katanya, Kyai Abdul Karim tidak pernah menolak perintah ibunya. Selain membantu ibundanya berjualan, Kiai Abdul Karim juga menyabit rumput untuk pakan kuda peninggalan ayahnnya.

Perjalanan Berkelana

Kiai Abdul Karim mulai berkelana saat kakaknya pulang dari menuntut ilmu. Kakaknya pulang untuk menjenguk keluarga dan berniat membawa Kiai Abdul Karim kecil untuk menimba ilmu bersamanya. Alasan beliau melakukan pengelanaan untuk menimba ilmu ini sendiri tidak lain adalah karena terinspirasi dari ulama-ulama pengikut pangeran Diponegoro.

Baca Juga  Mahmoud Taha: Ulama Sudan, Penggagas Evolusi Syariah yang Dihukum Mati

Dalam buku Petuah Kyai Sepuh yang disusun oleh Abu An’im. Tercatat pesantren pesantren yang pernah Kiai Abdul Karim singgahi antara lain adalah Pesantren Babadan yang terletak di dusun Gurah, Kediri. Di sini beliau belajar ilmu amaliah keseharian.

Kemudian beliau melanjutkan berkenala ke pesantren yang berada di Cipoko, 20 km dari Nganjuk. Tercatat beliau menimba ilmu disini cukup lama, yaitu sekitar 6 tahun. Setelah dirasa puas, beliau melanjutkan berkelana ke pesantren Trayang, Bangsri, Kertosono. Di sini beliau memperdalam ilmu tentang al-Quran.

Kiai Abdul Karim kemudian melanjutkan berkenalana ke Pesantren Sono. Di sini beliau belajar ilmu Nahwu dan Shorof. Di pesantren ini beliau menimba ilmu dalam waktu yang cukup lama, yakni sekitar 7 tahun.

Pesantren terlama yang beliau singgahi adalah pesantren dari sang Maha Guru, yakni Kiai Kholil Bangkalan di Madura. Beliau menimba ilmu disini selama 23 tahun lamanya.

Ada kisah menarik saat Kiai Abdul Karim mondok di pesantren tersebut. Dinukil dari buku Petuah Kyai Sepuh bahwa makanan sehari-hari beliau ialah daun pace. Selain itu, konon beliau sering makan nasi kerak dari teman-temannya. Beliau tidak pernah mengeluh dengan hal itu, karena itu semua dianggap sebagai salah satu perjuangan dalam menuntut ilmu.

Setelah 23 tahun lamanya beliau disana, Kiai Abdul Karim mengakhiri petualangan terakhirnya di pesantren temannya, yaitu Pesantren Tebuireng, Jombang, yang didirikan oleh Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari. Beliau menuntut ilmu di sana karena saat itu Kiai Hasyim dikenal dengan kepakarannya dalam ilmu hadis. Di sini beliau menimba ilmu selama sekitar 5 tahun.

Di Pesantren Tebuireng pula beliau dijodohkan oleh Kiai Hasyim dengan putri rekannya, Nyai Siti Khadijah. Ia merupakan putri dari KH. Soleh dari Banjar Melati, Kediri. Tercatat bahwa Kiai Abdul Karim menikah dengan Nyai Siti Khadijah saat umur beliau 50 tahun.

Baca Juga  KH Adang Qomaruddin; Sang Penyair Kota Hujan Telah Tiada

Awal Pendirian Pesantren

Setelah 1 tahun berumah tangga, Kiai Abdul Karim dibelikan sebidang tanah oleh mertuanya di daerah Lirboyo. Yang mana saat itu keadaan Lirboyo belum seperti sekarang. Ternyata kedatangan beliau ke Lirboyo tidak membuat senang warga disana, karena saat itu Lirboyo merupakan sarangnya penjahat.

Tak ayal berbagai bentuk teror beliau terima siang dan malam. Tapi semua itu senantiasa beliau hadapi dengan penuh kesabaran dan terus berdakwah amar ma’ruf nahi munkar. Kesabaran beliau pun membuahkan hasil, lambat laun warga di sana mulai melunak dan insaf setelah selalu diberi wejangan oleh beliau.

Cikal bakal Pesantren Lirboyo sendiri adalah saat beliau membangun musala pada tahun 1910 M. Dari musala kecil ini kemudian berkembang menjadi masjid. Di masjid itu selain tempat untuk ibadah, Kiai Abdul Karim juga menjadikannya menjadi tempat sarana pendidikan.

Tercatat santri pertama beliau bernama Umar dari Madiun. Dari hanya satu santri ini kemudian terus berkembang dan mulai banyak santri berdatangan dari dalam maupun luar kota untuk berguru kepada beliau.

Wafatnya Kiai Abdul Karim

Kiai Abdul Karim sudah menampakan tanda-tanda kurang sehat sesaat setelah pulang ihram (baca: haji) kedua. Seminggu setelah masuk Ramadhan 1374 H, beliau sudah mengalami kondisi cukup parah sehingga tidak mampu lagi memberi pengajian dan menjadi imam salat berjamaah.

Suasana duka pun akhirnya menyelimuti pesantren Lirboyo saat Kiai Abdul Karim menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Senin tanggal 21 Ramadan 1374 H sekitar pukul 13.30. Semoga beliau tenang di sisi Allah dan kita semua bisa mengambil teladan dari beliau, Aamiin.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

5 posts

About author
Mahasiswa Ushuludin di UIN Jakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds