Tarikh

Khalifah Ali (14) : Perang Jamal (3) Sembilan Ribu Pendukung Pasukan Ali

4 Mins read

Ketika Khalifah Ali diberi tahu mengenai perkembangan terbaru terkait Makkah dan Bashrah, beliau menjadi terkejut dan langsung mengumpulkan kekuatan untuk melawan para pemberontak. Menghadapi Perang Jamal, pasukan Ali didukung oleh sembilan ribu pendukung.

Khalifah Ali Berangkat dari Madinah

Meskipun berperang melawan Aisyah, Thalhah, dan az-Zubair bukanlah hal yang diinginkan, kebanyakan dari penduduk Madinah tetap memenuhi seruan Khalifah Ali. Hal itu karena mereka ketika melihat Abul Haitsam Badari, Ziyad bin Hanzalah, Khuzaimah bin Tsabit dan Abu Qatadah bergabung dengan pasukan Ali.

Khalifah Ali meninggalkan Madinah pada akhir Rabiul Awwal 36 Hijriah. Beberapa kelompok warga Kufah dan Mesir bergabung dengan pasukan. Ketika pasukan telah siap untuk berangkat, Khalifah terkejut ketika mendengar bahwa Thalhah dan az-Zubair telah lebih dulu berangkat ke Basrah (lihat episode sebelumnya).

Ali berhenti di Rabadhah dan mengirim perintah kepada beberapa daerah dari sana. Bahkan, dia mengirim Muhammad bin Abu Bakar dan Muhammad bin Jafar untuk pergi ke Kufah dalam rangka mengumpulkan personil lebih banyak. Akan tetapi orang-orang tidak suka jika harus berperang melawan Thalhah dan az-Zubair, maka Khalifah Ali berjanji untuk tidak menyerang terlebih dahulu kecuali terpaksa untuk melawan balik.

Amr bin al Jarrah diletakkan untuk memimpin garis depan dan Muhammad bin al-Hanafiyyah memegang panji pasukan Ali dalam Perang Jamal. Ketika melintasi Faid, mereka bertemu dengan seseorang yang datang dari Kufah. Ketika dia ditanya mengenai Abu Musa Asyari, dia mengingatkan, “Jika kamu datang dalam keadaan tidak berdamai dengan Thalhah dan az-Zubair, maka Abu tidak akan membantu mu”.

Ali menyatakan, “Thalhah dan az-Zubair adalah orang yang pertama kali membaiatku dan kemudian melanggar kepercayaan. Mereka patuh terhadap Abu Bakar, Umar dan Utsman tetapi menentangku, padahal mereka tahu aku tidak berbeda dari khalifah-khalifah sebelumku”. Imam Thabari menyebutkan bahwa pasukan yang berangkat hanya berjumlah 760 personil saja.

Dua Muhammad di Kufah

Melihat jumlah pasukannya yang sedikit, Khalifah Ali mencoba mencari menambah pasukan dari masyarakat Kufah. Hal tersebut dengan alasan bahwa mereka adalah pendukung setia Khalifah dan keluarga Nabi. Maka Khalifah mengirimkan Muhammad bin Abu Bakar dan Muhammad bin Jafar membawa surat ajakan untuk bergabung dengan pasukan Khalifah.

Baca Juga  Khalifatullah fil Ardh: Manusia sebagai Aktor Peradaban

Muhammad bin Abu Bakar dan Muhammad bin Jafar memberikan surat dari Khalifah Ali kepada Abu Musa di Kufah. Keduanya mencoba mengumpulkan kekuatan tambahan pasukan Ali dari masyarakat Kufah, tapi masyarakat kelihatan tidak tertarik. Ketika Muhammad bin Abu Bakar memaksa, mereka mengingatkannya, “Keluar untuk berperang adalah urusan duniawi. Sementara duduk dengan damai adalah jalan menuju akhirat”.

Akbar Shah menyebutkan bahwa Muhammad bin Abu Bakar dan Muhammad bin Jafar marah. Dan mereka berbicara dengan nada tinggi kepada Abu Musa, Abu Musa menjawab, “Baiat kepada Utsman masih mengikat Ali dan leherku. Jika peperangan diperlukan, maka para pembunuh Utsman harus dihukum terlebih dahulu”. Akhirnya keduanya kembali kepada Khalifah Ali dengan tangan kosong dan menceritakan tentang Abu Musa dan penduduk Kufah.

Al-Asytar dan Ibnu Abbas di Kufah

Muhammad bin Abu Bakar dan Muhammad bin Jafar gagal menjalankan tugas untuk mengumpulkan personil pasukan Ali. Khalifah Ali meminta Asytar untuk pergi bersama Ibnu Abbas dan mencoba membujuk Abu Musa dengan cara mereka sendiri.

Ali menunjuk al-Asytar dikarenakan ide al-Asytar lah yang mengusulkan nama Abu Musa untuk dipertahankan atas jabatan di Kufah. Maka Khalifah mengatakan kepada al-Asytar, “Kamu, al-Asytar menyarankan agar Abu Musa atas posisi di Kufah, Maka pergilah engkau bersama Ibn Abbas, dan perbaiki permasalahan yang kamu buat”. Ketika mereka sampai di Kufah, mereka menggunakan pengaruh untuk membujuk Abu Musa. Tetapi dia tetap menolak dan tetap kukuh dengan pendapatnya, dan akhirnya tugas keduanya tetap gagal.

Ammar bin Yasir dan Hasan bin Ali di Kufah

Ketika al-Asytar dan Ibn Abbas kembali, Ali mengirim putranya Hasan dan Ammar bin Yasir ke Kufah. Ketika diberi tahu tentang kedatangan keduanya, Abu Musa menuju ke Masjid. Abu Musa memeluk Hasan dan berkata kepada Ammar bin Yasir, “Engkau bergabung dengan kelompok yang salah alih-alih mendukung pembalasan darah Utsman”. Akan tetapi Ammar yang tahu bahwa dia berada di pihak yang benar dalam Perang Jamal, membantah Abu Musa.

Baca Juga  Upaya-Upaya Magis dalam Merebut Kemerdekaan Indonesia

Sementara itu, Hasan bin Ali, mengatakan kepada masyarakat Kufah keduanya tidak dalam rangka berembuk dengan mereka. Mereka berdua tidak memilki maksud yang lain kecuali memikirkan maslahat umat Islam. Sementara itu Khalifah Ali menjadi gelisah terhadap tugas keduanya yang mungkin gagal lagi.

Abu Musa berkata dengan rasa hormat kepada Hasan, “Semoga Ayah dan Ibuku jadi tebusanmu, apa yang engkau katakan adalah benar. Akan tetapi Rasulullah dulu bersabda akan datang sebuah masa yang penuh penderitaan. Ketika saat itu terjadi yang duduk akan lebih baik dari yang berdiri dan yang berdiri lebih baik dari yang berkuda. Dan semua Muslim adalah bersaudara satu sama lain. Darah dan harta mereka adalah terlarang untuk satu sama lain.

Perkataan Abu Musa membuat Ammar bin Yasir marah dan menghinanya, tetapi Abu Musa yang sadar siapa Ammar bin Yasir memilih untuk diam. Tetapi beberapa orang mencoba menyerang Ammar tapi Abu Musa menyelamatkannya.

Pesan Aisyah pada Kufah

Selama hari tersebut, Aisyah menulis surat untuk masyarakat Kufah dari Basrah, menyarankan mereka untuk tidak mendukung siapapun dan duduk di rumah mereka. Pilihan lain adalah bergabung bersama mereka yang keluar ke Perang Jamal untuk menuntut darah Utsman. Zaid bin Suhan mulai membacakan surat tersebut di hadapan masyarakat Kufah. Syabath bin Ribi bangkit dan melemparkan cacian yang membuat orang-orang marah, dan secara terbuka bangkit mendukung Aisyah.

Abu Musa menenangkan dan menyarankan mereka untuk tetap di dalam masjid. Dan ia meminta agar tetap menjaga tombak-tombak mereka ke bawah dan pedang-pedang mereka tetap tersarung.

Melihat situasi memanas, Zaid bin Sabhan meminta orang-orang untuk memberikan bantuan dan mendukung pasukan Ali. Kemudian, Ammar bin Yasir berkata, “Wahai masyarakat Kufah! Ali telah menyeru kalian untuk memberikan hak kalian. Keluarlah dan bantulah khalifah.” Hasan bin Ali juga berkata, “Wahai Kaum Muslim! Terimalah undangan kalian, ikutilah kami dan bantulah kami dalam masa penuh cobaan ini. Amirul Mukminin mengatakan, ‘Bantulah kami jika kami adalah korban dan paksa kami untuk mendapatkan kalian jika kami adalah pihak yang salah. Khalifah juga mengatakan, ‘Thalhah dan az-Zubair telah menyatakan baiat kepadaku dan kemudian mematahkannya sebelum yang lain’”.

Mendengar perkataan Hasan dan Ammar membuat mereka bangkit mendukung Khalifah. Malik al-Asytar yang juga dikirim setelah Hasan dan Ammar, dia tiba di Kufah saat Hasan bin Ali berbicara di hadapan masyarakat Kufah. Kehadirannya menambah semangat orang-orang dan kemudian tidak ada yang mendengarkan Abu Musa Asyari.

Baca Juga  Salah Memaknai Khalifah: Cikal Bakal Kerusakan Alam

Khalifah Ali di Dhi Qar, Menyambut Perang Jamal

Hasan bin Ali, Ammar bin Yasir, dan al-Asytar meninggalkan Kufah bersama sembilan ribu personil tangguh dan bertemu dengan Ali di Dhi Qar. Khalifah Ali berkata kepada mereka, “Wahai masyarakat Kufah! Sungguh kalianlah yang telah mengalahkan kekuatan Kekaisaran Persia (Dinasti Sasaniyyah), kalian mencerai beraikan tentara mereka dan pewaris kejayaan mereka. Maka aku menyeru kepada kalian untuk menyaksikan penduduk Basrah. Jika mereka berubah pikiran, hal itu akan kita sambut dengan sennag hati, tapi jika mereka bersikeras dengan tujuan mereka, kita akan memperlakukan mereka dengan sopan agar kita tidak dituduh memulai sebuah kekejaman.”

Mendengar hal ini, masyarakat Kufah bergabung dengan pasukan Khalifah Ali di Dhi Qar. Hari berikutnya, Khalifah Ali mengirim Qaqa bin Amr menuju Basrah. Di tempat in juga Uwais al-Qarni menyatakan baiat sumpah setia kepada Khalifah Ali.

Di Dhi Qar juga Khalifah Ali bertemu dengan Utsman bin Hunaif Gubernur Basrah, dalam keadaan wajahnya tanpa rambut setelah dipermalukan. Khalifah Ali menghiburnya dengan mengatakan kepada teman temannya, “Lihatlah orang ini, kemarin dia berangkat sebagai seorang tua dan kembali kepada kita menjadi anak muda.”

Editor: Shidqi Mukhtasor/Nabhan

Avatar
35 posts

About author
Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin Adab & Dakwah, UIN Sayyid Ali Rahmatullah. Dapat disapa melalui akun Instagram @lhu_pin
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *