Perspektif

Kiai Dahlan: Jadilah Guru Sekaligus Murid

3 Mins read

Dalam pidatonya yang singkat dan penuh gagasan, Nadiem mengajak guru-guru untuk melakukan perubahan-perubahan kecil mulai dari sekarang. Tersirat dalam naskah pidato tersebut, Nadiem akan melakukan penyederhanaan aturan administrasi dan kurikulum pendidikan di Indonesia.

Ada lima perubahan kecil yang diharapkan Nadiem bisa dilakukan oleh para guru:

  1. Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar.
  2. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas.
  3. Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas.
  4. Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri.
  5. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.

Petuah Pendidikan Kiai Dahlan

Membaca gagasan Nadiem, penulis seolah merasakan de javu terhadap konsep pendidikan Kiai Dahlan dan Muhammadiyah. Jika kita pernah menonton Film Sang Pencerah, ada sebuah adegan di mana Kiai Dahlan menjadi guru di sekolah milik pemerintah Belanda. “Jadilah guru sekaligus murid,” adalah pesan Kiai Dahlan yang sangat revolusioner pada zamannya. Kita tahu bahwa pada masa itu masih banyak berkembang ajaran untuk taqlid buta.

Najeela Shihab seorang pegiat pendidikan membuat komunitas bernama komunitas guru belajar. Tujuan dari komunitas ini adalah pengembangan wawasan dan kapasitas guru.

***

Jika dahulu tugas guru adalah membuat peserta didik mengerti dan menguasai materi pembelajaran, maka dalam komunitas guru belajar seorang guru dilatih agar dapat mendampingi peserta didik mengembangkan potensinya serta menjadi teman belajar yang menyenangkan.

Lagi-lagi apa yang hari ini dilakukan Najeela Shihab, sudah digagas oleh Kiai Dahlan melalui pesannya “jadilah guru sekaligus murid”. Bukan hanya berwacana, Kiai Dahlan pun mempraktikan apa yang diwacanakan. Tercatat Kiai Dahlan pernah membuat pengajian bernama Fathul Asrar Miftahu Sa’adah. Dalam pengajian ini Kiai Dahlan membimbing muda-mudi yang bermasalah.

Baca Juga  Beragama di Era Post-Truth

Pendidikan Humanis Kiai Dahlan

Menurut artikel Muhammad Najib Al Faruq yang berjudul Pendidikan Humanis KH. Ahmad Dahlan: Periode Awal Muhammadiyah dan Implikasinya Kini, ada strategi tersendiri yang unik digunakan oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk mendidik anak-anak tersebut. Mula-mula diikutinya segala keinginan dan kemauan mereka seperti berpiknik, dan bagi mereka yang gemar main musik dipanggilnya untuk bermain. Kemudian sedikit demi sedikit mereka didik hingga bisa menjadi anak yang soleh.

Mengutip Abdul Munir Mulkhan dalam buku 1 Abad Muhammadiyah, Najib Al Faruq bercerita bagaimana Kiai Dahlan mengajak dialog para pemuda-pemudi tersebut. Kiai Dahlan menanyakan kenapa mereka menjadi nakal? Lalu dicarilah akar permasalahan dan solusi bagi para pemuda tersebut melalui dialog tersebut.

***

Dari pembelajaran yang dialogis dan humanis tersebut, para pemuda-pemudi bermasalah tersebut mulai sadar bahkan ada yang menjadi aktivis Muhammadiyah.

Dalam Tanfidz Muktamar 1 Abad Muhammadiyah, dijelaskan bahwa falsafah pendidikan Muhammadiyah adalah pendidikan manusia yang menghidupkan dan membebaskan. Hal ini berlandaskan QS. Al Anfal : 24 dan QS. Ali Imron : 110. Tentu falsafah ini harus dipegang oleh para pendidik terkhusus di amal usaha Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Falsafah ini tentu sudah diteladankan oleh guru kita yang utama, KH. Ahmad Dahlan.

Kiai Dahlan dan Etos Keterbukaan

“Jadilah guru sekaligus murid” tak hanya Kiai Dahlan terapkan dalam dunia pendidikan. Petuah ini Kiai Dahlan praktikan dalam mengembangkan persyarikatan Muhammadiyah. Walaupun mempunyai kedudukan seorang Kiai yang dihormati murid-muridnya, namun Kiai Dahlan tak segan untuk belajar dari banyak pihak.

Dalam mendirikan Muhammadiyah Kiai Dahlan belajar dari Budi Utomo. Kiai Dahlan juga terinspirasi dari gerakan para misionaris yang melakukan pelayanan sosial. Etos keterbukaan yang membuat Kiai Dahlan mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan prinsip dan ideologi. Sikap tertutup terhadap pemahaman baru dan merasa cukup dengan yang sudah ada akan melahirkan kejumudan. Kejumudan akan melahirkan kemunduran.

Baca Juga  Tak Ada Masa Depan Tanpa Masa Lalu, Mas Menteri!

***

Tantangan hari ini tentu berbeda dengan tantangan di zaman Kiai Dahlan. Seorang guru Muhammadiyah harus mampu membaca tantangan kekinian dan tidak ragu untuk berubah ke arah yang lebih baik. Penulis mempunyai pengalaman menjadi seorang pendidik di sebuah sekolah milik Aisyiyah. Di sana penulis mendapatkan wawasan baru mengenai ilmu pendidikan. Penulis juga diharuskan mengajar dengan cara baru yang berbeda dengan bagaimana dahulu guru penulis mendidik penulis.

Yang pertama harus penulis lakukan adalah membuka mindset agar bisa menerima hal-hal yang baru. Selanjutnya adalah mempraktikannya dalam pembelajaran. Tentu dalam setiap perubahan ada hal-hal yang membuat tidak nyaman. Namun perubahan harus tetap dilakukan agar kita tak tergilas zaman. Pembaharuan dalam bidang pendidikan adalah sebuah keniscayan. Kiai Dahlan telah berhasil menjawab tantangan pendidikan pada zamannya. Warga Muhammadiyah sebagai penerus cita-cita Kiai Dahlan mestinya menjadi garda terdepan dalam upaya-upaya reformasi pendidikan di Indoneia.

Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *