Tarikh

Kisah Junaid Al-Baghdadi Berguru kepada Orang Gila

3 Mins read

Nalar dalam dunia sufi, seringkali bertolak belakang dengan kesadaran kaum awam. Namun, ketidaklaziman tersebut bisa dipetik hikmah dan pelajaran penting dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Tak terkecuali hikmah dari kisah salah seorang sufi dari kota Baghdad yang bernama Junaid Al-Baghdadi. Syekh Junaid Al-Baghdadi merupakan seorang sufi besar yang menjadi panutan kaum muslimin hingga sekarang. Bahkan beliau menjadi rujukan utama kalangan Muslim Sunni dalam bidang tasawuf. Hal ini tak mengherankan karena ajaran tasawuf Junaid Al-Baghdadi sangat ketat mengikuti ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an dan sunah. Syekh Junaid Al-Baghdadi juga dikenal sebagai pedagang yang sukses di Jazirah Arab.

Pada suatu hari, Junaid Al-Baghdadi berangkat ke kota Baghdad bersama dengan para muridnya untuk berdagang. Setelah urusannya selesai, Syekh Junaid teringat kepada seseorang dan menanyakan kepada muridnya, “Kenalkan kamu lelaki bernama Bahlul di kota Baghdad ini?” Mereka menjawab, “Ya, dia adalah seorang yang gila. Apa yang tuan butuhkan darinya?”. “Cari lelaki itu, aku ada perlu dengannya,” kata Syekh Junaid. Tanpa banyak bicara, murid-muridnya segera mencari lelaki yang bernama Bahlul itu di seluruh kota Baghdad dan akhirnya dapat ditemukan di pondok usang di gurun yang agak terpencil. Murid-murid Syekh Junaid bergegas pulang ke kota Baghdad dan mengantar Syekh Junaid untuk bertemu dengan lelaki tersebut.

Ketika Syekh Junaid menemui Bahlul, keadaannya terlihat tidak terurus, pakaiannya compang-camping dan rambutnya kusut. Syekh Junaid juga melihatnya sedang gelisah sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Kemudian, Syekh Junaid memberi salam kepadanya dan beliau menjawab seraya bertanya, “Siapakah engkau?”. “Aku Junaid Al-Baghdadi”, jawab Syekh Junaid. “Apakah engkau Abu Qasim?”, tanya Bahlul. “Iya”, jawab Syekh Junaid. “apakah engkau Syekh Junaid yang sering mengajak manusia ke arah jalan kebaikan dan mencintai akhirat”, tanya Bahlul. “Iya”, jawab Syekh Junaid.

Baca Juga  Perkembangan Ilmu Nahwu, Era Klasik Sampai Modern
***

“Apakah engkau tahu bagaimana cara makan?”, tanya Bahlul lagi. Syekh Junaid menjawab, “Aku mengucapkan Bismillah, aku makan yang ada di hadapanku, aku menggigitnya sedikit, meletakkannya di sisi kanan dalam mulutku dan perlahan mengunyahnya. Aku mengingat Allah sambil makan. Apapun yang aku makan, aku ucapkan alhamdulillah. Aku cuci tangan sebelum dan setelah makan.” Kemudian, Bahlul berdiri, menyibakkan pakaiannya dan berkata, “Kau ingin menjadi guru yang dihormati di dunia, tetapi kau tidak tahu bagaimana cara makan.” Murid Syekh Junaid kemudian berkata, “Wahai tuan, dia adalah orang gila.” Syekh Junaid berkata, “Dia adalah orang gila yang cerdas dan bijak. Dengarkan kebenaran darinya.”

Bahlul mendekati sebuah bangunan yang telah ditinggalkan lalu dia duduk. Syekh Junaid pun menghampirinya. Bahlul kemudian bertanya, “Siapakah engkau?”. “Syekh Baghdadi yang tidak tahu cara makan”, jawab Syekh Junaid. “Engkau tidak tahu cara makan, tetapi adakah kau tau cara berbicara?”, tanya Bahlul. Kemudian Syekh Junaid menjawab, “Iya. Aku berbicara tidak kurang dan tidak lebih dan aku tidak terlalu banyak berbicara. Aku berbicara supaya pendengar mudah memahami. Aku tidak terlalu banyak berbicara supaya orang tidak mudah bosan. Aku mengajak manusia ke jalan Allah dan Rasulullah”. Lalu Bahlul berkata, “Lupakan tentang makan, karena kau juga tidak tahu tentang bagaimana cara berbicara.” Bahlul berdiri menyibakkan pakaiannya dan berlalu pergi.

Murid-murid Syekh Junaid berkata, “Wahai tuan, anda lihat sendiri dia adalah orang gila. Apa yang kau harapkan dari orang gila seperti itu?”. Syekh Junaid menjawab, “Ada sesuatu yang aku butuhkan darinya yang kalian tidak tahu.” Syekh Junaid mengejar Bahlul lagi dan mendekatinya. Bahlul pun bertanya, “Apa yang kau mau lagi dariku? Kau tidak tahu cara makan dan berbicara, apakah kau tahu cara tidur?”. Syekh Junaid pun menjawab, “Iya aku tahu. Ketika aku selesai shalat Isya’, aku mengenakan pakaian tidur, aku berwudu, berdoa, dan…(menerangkan adab-adab tidur sebagaimana diajarkan oleh para ulama)”. “Sudah, ternyata kau juga tidak tahu bagaimana cara tidur”, kata Bahlul sambil beranjak bangun hendak pergi.

Baca Juga  Khalifah Ali (15): Perang Jamal (4) Harapan Perdamaian

Ketika Bahlul Mengajari Syekh Junaid Al-Baghdadi

Akan tetapi, Syekh Junaid menahannya dan berkata, “Wahai Bahlul, aku tidak tahu, karena Allah, maka ajarkanlah aku.” Bahlul menjawab, “Sebelum ini kau mengatakan bahwa kau tahu, maka aku menghindarimu. Sekarang setelah kau mengaku kau tidak tahu, maka aku akan mengajarkan kepadamu cara makan, berbicara, dan tidur”.

Bahlul kemudian melanjutkan perkataannya, “Ketauhilah bahwa kebenaran yang ada di balik makanan adalah makanan yang halal. Jika engkau makan makanan yang haram dengan seribu adabsekalipun, itu tidak akan memberi manfaat, melainkan menyebabkan hatimu menjadi hitam. Kemudian, kebenaran yang ada di balik bicara adalah harus bersih sebelum berbicara dan percakapan kamu hendaklah menyenangkan Allah terlebih dahulu daripada yang mendengar. Sekiranya bicaramu hanya untuk urusan duniawi yang sia-sia dan tidak menjurus kepada Allah, maka ia akan mendatangkan malapetaka. Itulah mengapa diam adalah yang terbaik. Dan kebenaran yang ada di balik tidur adalah hatimu perlu bebas dari sifat permusuhan dan kebencian sebelum tidur. Hatimu tidak boleh tamak akan kekayaan dunia. Maka, ingatlah Allah ketika kamu tidur.” Jawaban Bahlul tersebut membuat Syekh Junaid tersenyum. Itulah jawaban yang diperlukan daripada lelaki yang dikatakan oleh masyarakat sebagai orang gila itu. Syekh Junaid kemudian menghaturkan salam dan mencium tangan Bahlul dan berdoa untuk kesejahteraannya.

Siapakah Si Bahlul?

Namun, siapakah Bahlul yang sebenarnya yang dikatakan orang gila itu?

Nama Bahlul sebenarnya adalah Wahab bin Amr yang dilahirkan di Kuffah, Iraq dan merupakan keluarga Diraja. Beliau adalah sepupu dari Khalifah Harun al-Rasyid. Ketika hidup, Bahlul dikenal sebagai ilmuwan Muslim dan pernah menjabat sebagai hakim kerajaan bani Abbasiyah.

Baca Juga  Refleksi Lebaran (2): Catatan Setengah Abad Clifford Geertz

Namun, Bahlul telah meninggalkan segala kekayaan dan kemewahan hidupnya untuk hidup sederhana. Hal inilah yang menjadi alasan dia diberi nama Bahlul oleh penduduk setempat. Bahlul sebenarnya tidak gila, tetapi dia berikap begitu untuk menyembunyikan sufinya, sehingga tidak diketahui oleh orang lain.

Editor: Yahya

Sindi Wulan Aprilia
27 posts

About author
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya Peminat Kajian Tarikh
Articles
Related posts
Tarikh

Hijrah Nabi dan Piagam Madinah

3 Mins read
Hijrah Nabi Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah dalam perkembangan Islam, yang…
Tarikh

Potret Persaudaraan Muhajirin, Anshar, dan Ahlus Shuffah

4 Mins read
Dalam sebuah hadits yang diterima oleh Abu Hurairah dan terdapat dalam Shahih al-Bukhari nomor 1906, dijelaskan terkait keberadaan Abu Hurairah yang sering…
Tarikh

Gagal Menebang Pohon Beringin

5 Mins read
Pohon beringin adalah penggambaran dari pohon yang kuat akarnya, menjulang batang, dahan dan rantingnya sehingga memberi kesejukan pada siapa pun yang berteduh…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds