Inspiring

Kisah Pak AR Berkali-kali Menolak Jabatan

4 Mins read

Keputusan Prof Abdul Mu’ti untuk tidak bergabung dalam Kabinet Indonesia Maju dalam jabatan wakil menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengigatkan kita pada figur Pak AR Fachruddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama. Meskipun tergolong lama jabatannya karena terpilih berkali-kali, dalam buku Biografi Pak AR K.H. Abdur Rozaq Fachruddin Ketua Muhammadiyah (1968-1990), karya anaknya, Sukriyanto AR, dijelaskan Pak AR sebagai sosok yang gemar menolak jabatan.

Pak AR Menolak Jabatan Ketua Muhammadiyah

Alkisah, tahun 1968, dalam Muktamar di Yogyakarta Pak AR mendapat suara terbanyak. Tetapi karena merasa masih muda dan merasa ada yang lebih alim dan lebih berpengalaman, beliau lalu meminta KH Fakih Usman yang dipilih sebagai ketua umum. Permintaan ini disetujui oleh Muktamar, dan Pak AR terpilih sebagai salah satu ketua.

Takdir Allah, ketika KH Fakih Usman baru seminggu menjabat, beliau dipanggil Allah (wafat). Karena KH Fakih Usman wafat, Pak AR kemudian disepakati oleh PP Muhammadiyah ditunjuk sebagai Pejabat Ketua PP Muhammadiyah. Tahun 1969, Tanwir Ponorogo Pak AR ditetapkan sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah. Lalu terpilih lagi sebagai pada Muktamar Ujung Pandang (1971), Muktamar Padang (1974), Muktamar Surabaya (1978), Muktamar Surakarta (Solo) tahun 1985.

Pada Muktamar ke-42 di Yogyakarta (1990) Pak AR Fachruddin tidak bersedia lagi menjadi ketua. Beliau hanya menjadi anggota PP Muhammadiyah yang membidangi pembinaan Kader dan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM).

Menolak Jabatan Lurah

Ketika masih di Banaran, waktu itu kakak tertua Pak AR, Saebani Mangunsemedi menjabat Lurah Bleberan, sedangkan Pak AR adalah ketua RT. Ketua RT bertugas membantu Lurah sebagai “perjuangan”. Jabatan itu digunakan Pak AR sewajarnya, artinya, sebagai RT Pak AR membangkitkan semangat persaudaraan, tolong-menolong, gotong-royong, kegiatan sosial, menggerakkan kerja bakti kebersihan, perbaikan parit, jalan, masjid dan mushala melalui pengajian-pengajiannya.

Pada tahun 1946, ketika di desanya diadakan penggabungan kelurahan-kelurahan yang penduduknya hanya 200-300 KK. Kelurahan tempat Pak AR tinggal termasuk luas wilayahnya, penduduknya ada 1200 KK. Akan tetapi, desa Pak AR tidak disatukan dengan desa lainnya, hanya diganti lurahnya.

Baca Juga  M. Amien Rais: Bapak Reformasi Penggagas Tauhid Sosial

Kakak Pak AR yang kelak Pak AR yang memegang jabatan lurah. Pak AR menjawab, setuju saja kalau kakak-kakaknya yang sepuh (tua) tidak ada yang

mau jadi lurah. Apabila kakak-kakaknya ada yang bersedia menjadi lurah, maka Pak AR mempersilahkannya. Alasan itu disampaikan kepada kakaknya itu karena dirinya masih lebih muda walaupun usianya waktu itu sekitar 30 tahun.

Suatu ketika diadakan pemilihan calon lurah, Pak AR mendapat 900 suara lebih. Dengan perhitungan itu dirinya termasuk nominasi calon lurah. Kakak ipar Pak AR, Mohammad Darobi, carik kelurahan, juga sebagai calon lurah hanya mendapat 600 suara. Untuk menjadi lurah, paling tidak harus mendapat 300 suara.

Waktu itu suara yang diperoleh Pak AR tertinggi, sebab sebagai Ketua RT ia selalu berhubungan dengan rakyat. Meskipun memperoleh suara terbanyak beliau mengundurkan diri karena tidak mau bersaing dengan kakak iparnya. Tentu saja H. Saebani Mangunsemedi, lurah yang lama sangat kecewa, oleh karena beliau mengharapkan betul agar adiknya (Pak AR) lah yang menggantikannya.

Menolak Jabatan Carik

Saat itu jabatan yang akan diisi adalah lurah, carik, kamituwa, jogoboyo, dan kebayan. Kelima pejabat kelurahan ini tidak digaji, sebagai imbalan mereka mendapat tanah bengkok.

Waktu itu ada 12 dari 15 calon yang akan dipilih. Setelah para calon masuk, kemudian diadakan pemilihan yang diurutkan dari usia. Karena paling tua, kakak iparnya yang ditanya lebih dahulu, apakah sanggup dan mau menjadi lurah. Kakaknya itu mengatakan bersedia dan sanggup dicalonkan.

Selanjutnya setiap calon satu persatu ditanya, dan sampailah kepada gilirannya kepada Pak AR. Waktu ia ditanya menyatakan tidak bersedia diangkat, karena waktu itu kakak iparnya (M. Daerobi) sudah mengatakan bersedia. Apabila kakaknya mengatakan tidak bersedia dicalonkan, maka Pak AR akan mengatakan bersedia. (h. 93)

Baca Juga  Gus Iqdam, Gus Milenial yang Berdakwah Secara Inklusif

Akhirnya, kakak ipar Pak AR itu benar-benar ditetapkan menjadi lurah. Kemudian Pak AR ditawari untuk menjadi carik, tetapi jabatan itu juga ditolaknya, karena menjadi seorang carik harus selalu berkantor dan tekun di kelurahan. Pak AR lebih memilih untuk menjadi kamituwa, wakilnya lurah yang bertugas di bidang sosial, seperti kesra yang mengurusi masalah-masalah sosial (h 94).

Menolak Jabatan Anggota DPR

Pada tahun 1971, Walikota Yogyakarta Sujono AJ, datang kepada Pak AR. Beliau menyatakan bahwa dirinya ditugasi oleh Pemerintah Pusat untuk meminta agar Pak AR bersedia menjadi anggota DPR. Waktu itu tidak dijelaskan Pak AR mewakili fraksi apa, tetapi diminta dari pemerintah. Karena pada waktu itu Pak AR baru saja ditetapkan sebagai Ketua PP Muhammadiyah, maka permintaan pemerintah untuk duduk menjadi anggota DPR  ditolak dengan baik-baik.

Alasan Pak AR, kalau tawaran itu diterima bisa menimbulkan dugaan yang bukan-bukan. Beliau khawatir akan ada kesan dari umatnya, bahwa kalau jabatan itu diterima, Pak AR akan meninggalkan urusan umat, dan menggunakan kedudukannya sebagai Ketua PP Muhammadiyah hanya untuk mencari jabatan, fasilitas dan karena uang saja. Maka, permintaan dari pemerintah itu ditolak dengan baik-baik, dengan mengatakan bahwa masih akan menekuni Muhammadiyah dulu dan mohon disampaikan terima kasih kepada Pemerintah. (h. 112-113).

Menolak Jabatan Anggota MPR

Sebulan kemudian, Walikota Sujono AJ, datang menemui Pak AR lagi dan meminta agar bersedia menjadi anggota MPR, kalau menjadi anggota MPR tidak seberat menjadi anggota DPR, tidak sering bersidang. Menanggapi permintaan itu Pak AR mengatakan, kalau dirinya merangkap tugas, menjadi tidak baik semuanya.

Muhammadiyah menjadi tidak baik dan tugasnya di MPR juga tidak maksimal. Karena itu, secara halus disampaikan bahwa permintaannya itu belum dapat dipenuhinya, dengan ucapan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan pemerintah kepadanya. Disampaikan juga bahwa pada hakekatnya apa yang diperjuangkan Muhammdiyah juga demi kepentingan bangsa dan negara.

Baca Juga  Bung Tomo, Radio Pemberontakan, dan Detik-detik Revolusi 10 November

Pak AR juga berjanji, bahwa selama menjadi Ketua PP Muhammadiyah tidak akan berbuat yang tidak baik. Muhammadiyah akan turut menjaga negara dan membangun negara bersama-sama pemerintah. Pemikiran dan jawaban itu agar diketahui serta dimaklumi oleh pemerintah pusat.

Pak AR Menerima Jabatan DPA Berdasarkan Pleno PP Muhammadiyah

Sejak itulah Pak AR tidak pemah ditanya dan ditawari jabatan-jabatan lagi. Sampai pada tahun 1988, Pak AR ditawari menjadi anggota DPA. Ketika ditawari untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), jawabannya diserahkan kepada sidang pleno PP Muhammadiyah.

Akhirnya, sidang pleno PP Muhammadiyah memutuskan agar Pak AR menerima tawaran itu. Tentu dengan pertimbangan: pertama, DPA tidak mewakili partai politik. Pertimbangannya, para pendahulu seperti Prof. H. Farid Makruf (Wakil Ketua PP Muhammadiyah) dan KHA Badawi (Ketua PP Muhammadiyah tahun 1962 -1968) juga pernah merangkap menjadi anggota DPA. Akhirnya, Pak AR menyatakan bersedia dan kemudian Pak AR diangkat menjadi anggota DPA dan dilantik pada 14 Agustus 1988. (h. 113).

Menurut Sukriyanto AR, pesan Pak AR kepada keluarga selalu mengatakan agar harta, pangkat, jabatan tidak dimasukkan ke dalam hati, lebih-lebih harta hendaknya diletakkan sebatas epek-epek (telapak tangan), yang artinya harta, pangkat dan jabatan itu selalu siap dilepas. Kalau dimasukkan ke dalam hati, jika hilang akan selalu merasa getun (kecewa) sekali. (83)

Selama hidupnya, Pak AR Fachruddin dikenal sebagai pekerja keras, relasi sosialnya bagus, komunikasinya dengan semua orang lancar, dengan yang tua bersikap hormat, dengan yang muda menghargai, ramah kepada setiap orang, dan suka menolong siapa saja. Pak AR juga dikenal sebagai orang yang jujur, tidak pernah nguntet (korupsi). Selalu mendahulukan orang lain.

Editor: Nabhan

Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds