Sekilas Profil Ibn Bajjah
Ibn Bajjah adalah sosok tokoh filsafat Islam dan saintis yang dikenal hingga kini. Nama aslinya yaitu Abu Bakr Muhammad bin Sayigh. Orang Eropa akrab menjulukinya dengan nama Ibn Bajjah sekitar abad pertengahan, sebagaimana orang-orang Eropa tersebut menyebut atau memberi nama panggilan kepada Ibn Sina, Ibn Thufail, Ibn Gaberol, dan Ibn Rusyd.
Tempat lahir Ibn Bajjah yaitu di daerah Zarogaza (Spanyol), sekitar pada abad ke-11 M. Tahun kelahirannya tidak pasti diketahui dan banyak yang tidak tahu kapan ia dilahirkan, tetapi yang jelas Ibn Bajjah dilahirkan pada abad ke-11. Demikian juga dengan masa kecil dan mudanya. Dalam catatan sejarah, bahwa ia tinggal dan besar di kota Seville, Granada, dan Fez. Saat berada di Fez, ia menulis beberapa tulisan tentang logika di kota yang bernama Seville tepatnya pada tahun 1118 M.
Saat ia transit di Syatibah (Jativa, Selatan Valencia, Spanyol), ia dituduh melakukan bid’ah, lalu ia dipenjarakan oleh Amir setempat. Akan tetapi, ia segera dibebaskan dari penjara tersebut. Sesudah bebas, pergilah Ibn Bajjah ke negeri Fez (Maroko). Lalu, ia masuk ke istana Gubernur yang berada di sana, yakni Ibn Tasyfin.
Berkat kemampuan dan kecerdasannya, ia dijadikan pejabat tinggi di Maroko, dan menjabat selama 20 tahun. Seringkali, banyak yang merencanakan pembunuhan kepada Ibn Bajjah, karena banyak orang yang tidak suka bahkan mencapnya sebagai ahli bid’ah. Namun, rencana pembunuhan itu gagal. Semua usaha yang dilakukan oleh musuh-musuhnya untuk membunuh Ibn Bajjah gagal. Upaya pembunuhan Ibn Bajjah baru bisa dilakukan oleh dokter paling masyhur dan paling ampuh saat itu. Akhirnya meninggallah Ibn Bajjah di Maroko (Fez).
Metafisika Menurut Ibnu Bajjah
Dalam buku karya Sirajuddin Zar yang bertajuk Filsafat Islam, pendapat Ibn Bajjah tentang ketuhanan adalah, segala sesuatu yang dapat dikatakan ada, dan terbagi menjadi dua, yaitu yang bergerak dan yang tidak bergerak.
Ibn Bajjah mengartikan sesuatu yang bergerak disebut materi (jisim), yang mempunyai sifat terbatas (finite). Menurutnya, suatu gerak tidak akan terjadi jika tidak ada tindakan atau perbuatan dari yang menggerakkan terhadap apa yang digerakkan.
Suatu gerakan lain pun juga digerakkan, dan akhir dari rentetan gerakan tersebut dikendalikan oleh sang penggerak yang tidak bergerak. Penggerak di sini beda dengan materi tadi (jisim). Sifat dari penggerak ini yaitu azali, suatu gerak materi tadi tidak akan terjadi atau timbul dari substansinya sendiri sebab yang namanya materi itu pasti terbatas.
Maka dari itu, manusia, hewan, tumbuhan, dan semua apa yang ada di alam semesta sesungguhnya tidak akan bisa bergerak jika tidak ada yang menggerakkan, dan menghidupkan. Oleh karenanya, perlu ada sang penggerak supaya semua dapat hidup dan bergerak. Dari sinilah yang disebut penggerak adalah azali seperti yang telah disebutkan di atas.
Azali yaitu yang tidak mengawali dan tidak ada pendahulunya, serta yang pertama kali ada. Azali di sini disebut dengan Allah Yang Maha Menghidupkan dan Yang Maha Menggerakkan sesuatu sesuai kehendak-Nya.
***
Oleh karenanya, suatu gerak ini mestinya berasal dari gerakan yang tidak terbatas (infinite), Ibn Bajjah menyebutnya ‘aql. Jadi, kesimpulannya adalah, semua gerakan yang ada di alam ini terbatas (jisim), yang menggerakkan yaitu ‘aql (yang bukan berasal dari alam itu sendiri), atau terjadi dengan sendirinya.
‘Aql (yang tidak bergerak), justru ia yang berperan penting untuk menggerakkan seluruh alam, sedangkan ia sendiri tidak bergerak. Ibn Bajjah menyebut ‘aql inilah dengan sebutan Allah Swt (‘aql, ‘aqil, ma’qul ). Sama seperti yang sudah dikemukakan oleh tokoh filsafat sebelunya yaitu Ibn Sina dan Al-Farabi. Perlu kita ketahui, bahwa para tokoh pemikir muslim kebanyakan menyebut Allah swt dengan kata ‘aql.
Allah menurut pendapat mereka adalah Sang Pencipta dan juga yang berhak mengatur seluruh alam sesuai dengan rancangannya, juga mentauhidkan Allah dengan mutlak. Secara umum, pemikir muslim menyebutkan bahwa Allah adalah Dzat yang mempunyai daya pikir (‘aql), dan berpikir (‘aqil), serta objek sesuai pemikirannya sendiri (ma’qul). Jika disimpulkan secara keseluruhan yaitu Dzatnya Yang Maha Esa.
Sejalan seperti Aristoteles, Ibn Bajjah juga menyatakan filsafatnya tentang metafisika terhadap fisika. Alasannya yaitu, semua yang bergerak dan gerakan di dunia ini menunjukkan adanya Allah Swt. Karena, Allah yang menggerakkan dunia dengan seisinya. Jadi, dapat dikatakan azali karena gerakannya leluasa/non-terbatas.
Bukti Adanya Allah Swt
Argumen dari adanya Allah Swt, yaitu dengan adanya gerakan di alam semesta ini. Dapat kita contohkan semisal tubuh manusia bisa bergerak karena adanya tindakan dari Sang Maha Penggerak dan atas izin-Nya. Meskipun tubuh manusia tidak sempurna, jika Allah menghendaki untuk bisa bergerak, maka bergeraklah tubuh manuusia tersebut. Meskipun ada tubuh manusia sempurna jikalau tidak dapat izin untuk bergerak dan tidak digerakkan Sang Maha Penggerak, maka akan terdiam atau bisa dikatakan mati.
Bisa dicontohkan lagi semisal, ada sebuah pensil dan seorang siswa. Jika pensil tersebut hanya didiamkan dan hanya dilihat saja, maka yang terjadi pensil tersebut diam dan tidak bergerak. Jika pensil itu digunakan oleh siswa untuk menulis, maka pensil tersebut akan bergerak atas perbuatan/tindakan dari siswa. Akan tetapi siswa yang menggerakkan pensil tersebut juga tidak akan bergerak jika tidak diizinkan oleh Allah swt. Seperti itu yang bisa dikatakan sebagai gerak tidak akan terjadi jika tidak ada tindakan dari penggerak terhadap yang digerakkan. Tetapi sifat penggerak yang ada dalam contoh pensil dan murid ini terbatas yaitu manusia. Manusia sifatnya terbatas atau materi (jisim).
Kelebihan Ibn Bajjah walaupun beliau mengikuti dan menganut cara berfikir filsafat Aristoteles, tetapi ia tidak sampai tersesat dan kembali pada pedoman ajaran Islam. Sehingga bisa terkontrollah cara berpikir Ibn Bajjah. Meskipun secara umum, pemikiran Ibn Bajjah dalam bidang filsafat tidak begitu mendalam.
Dari beberapa uraian di atas kita bisa simpulkan bahwa Ibn Bajjah memahami filsafatnya Aristoteles dengan baik dan masih kembali berpedoman pada syariat Islam dan argumen yang dikemukakannya masih bersifat hampir sama dengan Aristoteles.
Tidak hanya itu, Ibn Bajjah berupaya untuk mengislamkan pemikiran Aristoteles mengenai metafisika. Ia berpedapat bahwa, Allah Swt tidaklah hanya sebagai pengendali seluruh alam/penggerak, akan tetapi ia yang mengatur seluruh alam dan yang menciptakan.
Editor: Yahya FR