Sarekat Islam adalah organisasi yang didirikan oleh Haji Samanhudi sebagai wadah nimbrungnya para pedagang batik Surakarta. Alur historisnya bahwa imperialisme kuno maupun imperialisme modern yang berbentuk pasar produksi, menimbulkan resistensi yang sangat kuat dari kalangan pribumi khususnya umat Islam. Sehingga terjadilah berbagai perlawanan dalam bentuk fisik, baik dalam skala kecil maupun besar di berbagai belahan wilayah tanah Nusantara.
Biografi H. Samanhudi
H. Samanhudi lahir di Laweyan, Surakarta, pada tahun 1868. Ia juga memiliki nama kecil Sudarno Nadi. Latar belakang pendidikannya hanyalah lulusan sekolah dasar (SD). Meski begitu beliau tetap semangat belajar, terutama pada pendidikan agama Islam yang ia tempuh di Kota Surabaya.
Setelah H. Samanhudi memulai kegiatannya di luar dengan belajar agama Islam, beliau pun terjun di dunia perdagangan. Samanhudi merasa jiwa dagangnya semakin melekat pada dirinya.
Wawasannya dalam dunia dagang semakin luas. Bahkan beliau mulai melihat perbedaan perlakuan yang dilakukan oleh pengusaha Belanda terhadap pedagang pribumi yang beragama Islam dengan pedagang Tionghoa.
Awal Organisasi Sarekat Dagang Islam dan Gerakannya
Dari pandangan Samanhudi pada perkembangan perdagangan kala itu. Ia berinisiasi untuk mendirikan sarekat dagang Islam di kota Solo pada tahun 1911. Sebagai wadah para pengusaha batik di Surakarta dan membela kepentingan pedagang Indonesia.
Gerakan sarekat dagang Islam ini pun dinilai membahayakan bagi pemerintah Belanda. Sebab hal ini mengganggu monopolinya. Terlebih dengan gerakan yang menyatukan pedagang muslim dengan Cina. Sehingga Belanda melakukan berbagai upaya untuk menghancurkan gerakan tersebut.
Menurut Mansur Suryanegara, upaya devite et impera yaitu pemerintah Belanda mendirikan organisasi serupa di bawah pimpinan seorang lulusan OSVIA bernama Tirtodisurjo.
Tirto mulanya mendirikan sarekat dagang Islam di Batavia dan di Bogor pada tahun 1911. Tujuannya untuk membantu para pedagang pribumi menghadapi persaingan para pedagang Cina. Namun pada dasarnya gerakan tersebut hanyalah untuk menyaingi sarekat dagang Islam yang dipimpin oleh Haji Samanhudi.
Sarekat Islam di bawah HOS Tjokrominoto
Setelah berakhirnya kepemimpinan dari kedua belah pihak yang saling bersaing. Sarekat dagang Islam meredup. Namun, demi menyelamatkannya, beberapa pengurus yang masih ada menemui tokoh asal Surabaya, HOS. Tjokroaminoto.
Tjokroaminoto pun mengubah sarekat dagang Islam menjadi sarekat Islam pada Mei 1912 di Surabaya. Tjokroaminoto meminta pemerintah untuk mengakui organisasinya. Namun pihak pemerintah Belanda hanya mengakui sebuah organisasi yang bersifat lokal.
Keputusan Belanda itu, tentu menghambat perkembangan struktur organisasi Sarekat Islam secara nasional. Para pemimpin pun mencari jalan keluar atas perkara tersebut dengan mengadakan pertemuan di Yogyakarta pada 18 februari 1914. Mereka memutuskan untuk membentuk pengurus pusat yang terdiri dari Haji Samanhudi sebagai ketua kehormatan, Tjokroaminoto sebagai ketua dan Gunawan sebagai wakil ketua.
Akhirnya pengurus sentral sarekat Islam ini diakui pemerintah pada tanggal 18 Maret 1916. Pada tahun tersebut, kemudian Sarekat Islam memiliki struktur organisasi yang stabil. Sehingga fokus kegiatannya diarahkan untuk memecah persoalan pendidikan, sosial masyarakat, agama maupun politik.
Perpecahan Sarekat Islam.
Pada kongres 1917, Sarekat Islam membahas masalah Volksraad (Dewan Rakyat) yang akan didirikan tahun berikutnya. Hal ini menyikapi rencana pemerintah atas keputusannya tentang Volksraad pada 30 Maret 1917. Agar perkumpulan Indonesia mendirikan suatu panitia nasional, sebagai suatu usaha untuk menyatukan kegiatan dan aksi guna memilih anggota dewan rakyat tersebut.
Menyikapi masalah Volksraad, di Sarekat Islam sendiri terjadi perbedaan yang tajam antara pihak pro dan kontra. Pihak pro diwakili oleh Abdul Muis, sedangkan pihak kontra diwakili oleh Semaun. Abdul Muis secara tegas setuju mengenai Volksraad karena sebagai jalan untuk membela rakyat.
Sebaliknya Semaun mengatakan bahwa Volksraad hanyalah permainan licik dari kaum kapitalis yang hendak mengelabuin rakyat jelata untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dan banyak.
Bahkan ungkapan Semaun ini didukung oleh ketua sarekat Islam sendiri. Tjokroaminoto setuju dengan perkataan Semaun bahwa kaum kapitalis ialah berdosa. Sarekat Islam diambang perpecahan, antara Sarekat Islam kanan oleh Abdul Muis dan sisi kiri yang dimotori oleh Semaun.
*****
Pada awal tahun 1918 hasil anggota Volksraad diumumkan, Abdul Muis dan Abdul Rivail dari Insulinde terpilih menjadi anggota bersama para pejabat pribumi. Hasil ini kurang memuaskan di hati gubernur Van Limburg. Ia kemudian menggunakan sistem penunjukkan dengan mengangkat Tjipto Mangunkusumo dari Insulinde dan Tjokroaminoto dari Sarekat Islam. Namun menuai tantangan keras dari pihak Sarekat Islam.
Sehingga dari Sarekat Islam sendiri mengharuskan membuat referendum jika Tjokroaminoto menjadi Volksraad . Namun hasilnya nihil. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh Semaun terhadap Sarekat Islam sangat kuat. Pertikaian antara Sarekat Islam kanan dan kiri terus berlangsung dan keduanya saling menyerang pada urusan pribadi. Abdul Muis dan kawan-kawannya yang anti komunis, berusaha untuk membangun kekuatan mengeluarkan komunis dari tubuh Sarekat Islam.
Tuduhan Belanda terhadap Sarekat Islam
Pada bulan November 1918, gairah politik masa perang dunia I mencapai puncaknya. Ketika revolusi sosial demokrat di Jerman seolah-olah akan menggapai negeri Belanda. Namun di luar prediksi, gerakan Jerman tersebut gagal. Tetapi sebelum kepastiannya, Van Limburg melakukan penyelamatan di Hindia Belanda. Ia memanfaatkan situasi tersebut dengan memberikan janji November nya yang menyetujui pengalihan wewenang selanjutnya kepada Voksraad. Akan tetapi janji itu tak kunjung terealisasikan.
Situasi Hindia Belanda pun sudah sangat sulit dikendalikan. Mengingat banyak organisasi masyarakat yang berkembang sudah terlalu jauh melakukan berbagai tuntutan kepada pemerintah. Terlebih organisasi-organisasi tersebut mempunyai potensi untuk menggeser kedudukan pemerintah.
Adapun dalam menghadapi Sarekat Islam ini, pemerintah Hindia Belanda menuduh Abdul Muis menghasut masyarakat Sulawesi untuk memberontak kepada pemerintah Belanda pada Mei 1919. Dimana terjadi pembunuhan terhadap kontrolir Belanda,J.P.de Kat Anggelino yang dituduh pengaruh dari pidato Abdul Muis. Padahal pembunuhan tersebut akibat kekacauan sikap ketidaksetujuan rakyat yang dipaksa bekerja saat ramadan.
Aura politik berbalik dan jelas menguntungkan ISDV- organisasi Belanda yang pada tahun 1920 berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia. Kemudian tahun 1924 berubah menjadi partai komunis Indonesia yang berkembang pesat. Akan tetapi kepemimpinan Semaun, sebagai orang Sarekat Islam dan sekaligus PKI, mendapat kecaman terbuka dari Surjopranoto, pimpinan CSI.
***
Segeralah federasi tersebut pada puncak kehancuran, terlebih manakala ada upaya pendisiplinan dalam partai Sarekat Islam yang di pimpin langsung oleh Agus Salim. Golongan pembaharu dan pendukung Pan-Islamisme, maka PKI melalui konggres pada bulan Oktober 1921 dikeluarkan.
Semaun meninggalkan Indonesia dan menuju ke Uni Soviet, dan Tjokroaminoto meringkuk dalam penjara. Dengan tidak adanya dua orang tersebut, maka Sarekat Islam mulai dikuasai oleh para pendukung Islam yang telah terpengaruh dengan gagasan pembaharuan dari Timur Tengah.