Oleh: Benni Setiawan*
Tepuk tangan koruptor semakin riuh. Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lampu hijau bagi pesta koruptor. Pelemahan KPK secara perlahan namun pasti menjadi penanda bahwa lembaga ini memang harus mati.
Mengapa KPK (Harus) Mati?
Pasalnya, KPK mencincang koruptor. KPK terus memburu koruptor sampai lubang tikus sekalipun. Operasi tangkap tangan (OTT) misalnya, terus menjadi hantu yang menakutkan bagi koruptor. Koruptor yang sedang asyik menikmati liburan dengan service (pelayanan prima) dari kolega dapat terganggu karena ulah KPK. OTT pun seakan menjadi anak panah yang terus memburu siapa saja yang menilap uang rakyat.
Selain itu KPK juga selalu mengawasi pejabat publik yang bermain mata dengan pengusaha untuk memuluskan perizinan dengan cara-cara illegal. Seakan mata KPK bak elang yang siap menyambar ular di daratan. Mata elang KPK pun dapat menangkap siapa saja yang terbukti korupsi. Tidak hanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terhormat. Mereka yang bersama para koruptor pun dapat menjadi mangsa KPK.
Ganasnya kerja KPK ini tentu membuat gerah. Musuh KPK kemudian mencari cara untuk melumpuhkan KPK. Tentu mereka sangat berharap KPK tidak punya nyali dan taji lagi untuk melakukan kerja bersih-bersih. Mereka akan masuk ke semua lini dan mendorong agar KPK dikebiri hak-haknya. Intinya, KPK harus mati.
Pengebiran hak-hak KPK inilah yang menjadi celah bagi koruptor untuk terus menggasak uang rakyat. Uang Negara seakan milik mereka dan koleganya. Mereka mempunyai prinsip bahwa kesejahteraan rakyat biarkan kami yang mewakili. Maka serangkaian agenda dilancarkan untuk menguasai seluruh hajat hidup bangsa dan negara.
Tikus Vs Kucing
Koruptor saat ini dapat dilambangkan seperti tikus. Tikus yang semakin gemuk, besar, dan menakutkan bagi seorang kucing. Kucing akan lari terbiriit-birit saat melihat tikus yang badannya lebih besar darinya. Tikus gemuk ini semakin rakus. Tidak hanya makanan yang di atas meja saja yang digasak habis. Namun mejanya digerogoti sampai tak bersisa.
Ironisnya tikus gemuk itu berhadapan dengan kucing yang kurus kering. Kucing yang jarang diberi makan dan dikerdilkan perannya. Dia hanya diminta menghalau tikus, tanpa diberi hak dan kewajiban untuk memangsa tikus. Bagaimana mau memangsa tikus jika tubuhnya lebih kecil. Malah bisa jadi kucing pun dimakan oleh tikus yang sangat besar. Perlambangan tikus gemuk vs kucing kurus inilah yang saat ini terjadi.
Bahkan, tikus gemuk itu kini berkoloni dan berbaris rapi. Sedangkan tikus hanya berdiri sendiri, dan meratapi nasibnya sebagai hewan yang kurus kering. Saat tikus berbaris rapi dengan tatapan yang bengis menghadapi kucing kurus, maka rusaknya ekosistem alam. Kucing yang seharusnya menghalau dan memangsa tikus kini tak kuasa melihat pesta makan binatang pengerat di meja tamu sang majikan.
Pesta makan di atas meja itu hanya dapat dilihat dengan terus menelan ludah dan menahan perihnya rasa lapar. Inilah yang saat ini terjadi. Koruptor telah berbaris rapi merongrong seluruh sendiri kehidupan bangsa dan Negara. Sedangkan, aktivis antikorupsi terus berjuang tanpa mempunyai alat dan senjata untuk menghentikan kelaliman.
Jadi, meskipun, ratune ratu utama, patihe patih linuwih, pranayaka tiyas raharja, panekare becik-becik, tak akan mampu menahan gempuran tikus-tikus rakus yang sedemikian banyaknya dan bergerak bersama, serentak sambil menelikung laksana kutu loncat atau kancil yang licik! (Nurul Huda SA: 2002). Perlawanan koruptor yang sedemikian sistematis inilah awal mula kehancuran sebuah peradaban (kalabendu). Zaman di mana keadilan dan kesejahteraan hanyalah dongeng menjelang tidur. Pemimpin yang elu-elukan bukan mereka yang jujur dan berintegritas. Namun, mereka yang mampu ngopeni krooni dalam berbuat keculasan dan kelicikan.
Kematian yang Ditunggu
Manusia jujur akan dimusuhi. Pasalnya, bagi mereka orang jujur adalah benalu melanggengkan kuasa. Kekuasaan perlu dirawat dengan segala cara. Uang rakyat perlu dihabiskan dengan melumpuhkan lembaga-lembaga antirasuah. Bagi koruptor KPK merupakan musuh yang nyata. Maka mematikan KPK menjadi semua kewajiban. Saat KPK mati maka tidak ada lagi batu rintangan bagi koruptor untuk terus bersenang-senang sembari menginjak kepala rakyat kecil.
Kematian KPK merupakan hal yang paling ditunggu oleh koruptor. Kematian KPK berarti kehidupan baru bagi koruptor. Kematian KPK menjadi bunga surga yang selalu diimpikan oleh para perampok kekayaan negara. Kematian KPK pun menjadi penanda bahwa kemenangan kelaliman atas kejujuran.
Upaya pelemahan KPK secara sistematis bukan sekali ini saja terjadi. Sudah berulangkali KPK mendapat serangan dari koruptor. Namun, saat ini tampaknya agak berat bagi KPK dan bangsa Indonesia untuk melawan ganasnya serangan bertubi dari koruptor. Maka kematian KPK tampaknya akan semakin dekat. Saat KPK lumpuh dan mati, maka kebangsaan akan semakin porak-poranda. Pasalnya, negara ini dikendalikan sepenuhnya oleh mafia yang ingin terus berkuasa dan menguasai seluruh hajat hidup orang banyak. Jadi tunggulah kehancuran bangsa ini.
*) Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan P-MKU Universitas Negeri Yogyakarta