Inspiring

KRH Hadjid: Penggagas PUTM dan Penafsir Ajaran KHA Dahlan

3 Mins read

Saya membayangkan seandainya Raden Haji Hadjid waktu itu tidak mencatat dan menulis fatwa yang diajarkan Ahmad Dahlan, barangkali kita tidak pernah tahu nilai-nilai filosofis Muhammadiyah sampai saat ini. KRH Hadjid lahir di lingkungan keraton tepatnya di Kauman, tempat tumbuh dan berkembangnya Muhammadiyah di awal berdirinya. Kauman pada waktu itu adalah tempat yang memiliki jejak-jejak pertumbuhan dan perkembangan Muhammadiyah, Hadjid ikut serta dalam menorehkan jejak sejarah itu.

Hadjid dilahirkan di kala matahari bangsa ini masih belum nampak. Ia dilahirkan di masa penjajahan yang penuh kekejaman. Tepat pada tanggal 29 Agustus 1898, beliau dilahirkan. Hadjid semenjak kecil telah tertanam jiwa tauhid, tidak ada yang perlu ditakuti selian Allah. Pandangan ini menumbuhkan jiwa patriotisme dalam dirinya (Chasanah, Uswatun, 2005 :62). Ia mengikuti pendidikan formal yang tidak begitu lama di tahun 1903-1909 di Sekolah Rakyat (SR). Lalu ia mengikuti ayahnya berguru kepada ulama besar di sana seperti : Kiai Fakih, Kiai Humam, dan Kiai Al Misri, Kiai Dimyati, dan Kiai Bisri.

Riwayat Pendidikan KRH Hadjid

Di tahun 1910 beliau kembali ke Indonesia, lalu nyantri di Pondok Jamsaren Surakarta. Pondok Jamsaren adalah pondok tertua di Pulau Jawa. Lembaga ini berdiri sejak 1750 atas prakarasa Sultan Paku Buwono IV. Namanya diambil dari nama ulama asal Banyumas Jam Sari yang didatangkan Sunan Pakubuwono IV (Republika, 2019). Setelah dari Pondok Jamseren, beliau tidak berhenti sinau dan berguru. Tahun 1913- 1915 ia berguru kepada KH Dimyati dan KH Bisri, keduanya merupakan tokoh NU yang terkenal. Di Pesantren Jamsaren ini, Kiai Muhammadiyah dan NU banyak belajar di sini.

Pulang dari Pondok Termas, di tahun 1916 itu pula, ia mulai berguru kepada K.H. Ahmad Dahlan. Usianya masih sangat muda saat ia berguru kepada KH Ahmad Dahlan, yakni 19 tahun. Meski demikian, ia telah menyerap dan belajar dari Mekkah, hingga pondok Jamsaren yang dididik oleh ulama dan Kiai yang mumpuni. Sebagai sosok yang tidak pernah puas belajar, ia masih berlanjut berguru kepada K.H Ahmad Dahlan. Berkat ketekunan beliau dalam mencatat dan menyimak dengan penuh seksama apa yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan, Hadjid menulis buku Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan.

Salah satu fatwa yang beliau catat dari KH Ahmad Dahlan adalah “Mula-mula agama Islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya, bukan agamanya.” Hadjid mencatat ilmu dan ajaran KH Ahmad Dahlan, tidak lebih dari 7 perkara. Kesulitan yang timbul di dalam masyarakat umum dan dunia Internasional dapat diatasi dengan 7 perkara ini.

Baca Juga  Yulianti Muthmainnah: Kuliah di Muhammadiyah, yang Kristen Semakin Kristen

Hadjid muda adalah murid yang tekun serta penuh perhatian pada gurunya. Ia memperhatikan kitab dan bacaan yang dibawa KH Ahmad Dahlan. Matanya tidak mau beralih kepada buku yang dibawa Dahlan, sementara tangannya mencatat nama buku itu dan mencatat ceramah Ahmad Dahlan.

Karir dan Karya KRH Hadjid

Karirnya sebagai pendidik mengantarkannya menjadi Direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah (1924-1933) lalu pada tahun 1933-1941 dipercaya sebagai Direktur Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. Di tahun 1928 dan 1942 ia menjadi Wakil Ketua Majelis Tarjih kemudian di tahun 1951-1957 ia diangkat menjadi Ketua Majelis Tarjih  PP Muhammadiyah.

Beliau adalah orang yang menginisiasi dan menjadi tim pelaksana Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM). Lembaga ini diresmikan di Masjid Taqwa Yogyakarta, 20 April 1968. Pada lembaga inilah, kelak berkumpul orang se-Indonesia datang dan berguru untuk dididik menjadi ulama Muhammadiyah. Melalui lembaga ini, pembibitan dan perkaderan penerus ulama di Muhamamadiyah terus bermunculan.

Pada masa penjajahan Jepang, ia menjadi Wakil Kantor  Lembaga Agama (Sumuka Tjo Koti Zimmokyoku) di Yogyakarta. Lembaga ini berpusat di Jakarta dengan ketua KH Hasyim Asyari dan KH Kahar Mudzakir. Karirnya di luar Muhammadiyah juga nampak saat ia menduduki Wakil Kepala Jawatan Agama DIY. Beliau menjadi dosen tetap Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia) dan pernah menjadi Ketua Pengadilan Agama DIY. Pernah juga menjadi anggota Dewan Konstituante yang bertugas membentuk UUD sebagai UUDS 1950. (Hs, Lasa, 2019).

Sebagai tokoh yang mengikuti gerak zaman baik di Muhammadiyah maupun organisasi lainnya, Hadjid memiliki kerja inisiatif dan kepeloporan di Muhammadiyah. Beliau adalah pendiri gerakan kepanduan Muhammadiyah Hizbul Wathan. Karya dan ketekunannya menulis telah menghasilkan banyak buku. Tafsir Al- Fatihah, Pedoman Dakwah Islam,  Pedoman Tabligh Bahasa Jawa 1-5 Jilid, serta tafsir dari Juz 1-24 juz, Buku Falsafah Aajaran KH Ahmad Dahlan dan 17 Ayat-Ayat. Majalah Suara Muhammadiyah tepatnya edisi tahun 1978 menurunkan satu tulisan yang menggambarkan betapa produktifnya KH. Hadjid. Yunus Anies menulis KRH HADJID meninggalkan tafsir 26 Juz.

***

Di tahun 1966-1977 beliau diangkat menjadi penasihat Muhammadiyah. Kiprahnya di Muhammadiyah ia lakoni semenjak masuk di perkumpulan Muhammadiyah hingga wafat di akhir Desember 1977. Sebagai warga Muhammadiyah kita patut untuk belajar dari beliau dan mengikuti jejaknya. Kita berharap buku-buku karangan K.H Hadjid yang berupa tafsir bisa tersebar luas seperti tafsir Hamka. KH Hadjid telah menunjukkan keteladanan yang sempurna sebagai sosok ulama yang tidak pernah terlepas dari umat dan menjadi bagian dari dinamika perkembangan umat.

Baca Juga  Songket Kauman: Budaya Muhammadiyah yang Hilang Ditelan Zaman

Dari tangan lembaga yang beliau dirikan, Muhammadiyah telah mencetak para ulama yang melanjutkan dakwah Muhammadiyah. Berkat tulisan dan ketekunan beliau pula, kita masih mendapati percikan pemikiran KH Ahmad Dahlan.

Editor: Yahya FR
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds