Perspektif

Kuliah Online: Masalah Untuk Mahasiswa Kelas Menengah ke Bawah

3 Mins read

Virus covid-19 atau corona yang sedang menimpa negeri kita tercinta telah banyak mengubah tatanan sosial. Segala aktivitas yang bentuknya bergerombol atau berkumpul telah dilarang. Hal itu sengaja dilakukan demi mencegah penyebarannya dan penularannya kepada orang di sekitar kita.

Kegiatan-kegiatan berjamaah seperti shalat di mesjid, baik yang shalat fardhu (wajib) yang lima ataupun shalat jum’at diistirahatkan untuk sementara waktu. Selain daripada itu adalah kegiatan belajar-mengajar offline, dalam artian tatap muka. Diubah menjadi online. Dan inilah yang akan jadi pembahasan utama kita kali ini.

Sebuah Solusi

Covid 19 yang telah mewabah ke mana mana dan peningkatan jumlah korban yang terus melaju telah menyuntikkan rasa takut dan khawatir yang mendalam pada seluruh masyarakat di Indonesia, khususnya yang berada di wilayah DKI Jakarta. Sebab daerah ini merupakan titik awal mewabahnya covid-19 sebelum akhirnya ke mana mana.

Korban yang positif corona di daerah pimpinan Anies Baswedan tersebut merupakan yang tertinggi di antara seluruh daerah di Indonesia. Sebagaimana dilansir oleh m.liputan6.com, jumlah kasus di DKI Jakarta pada 4 april adalah dengan total kasus 1.028.

Fakta ini tentu membuat seluruh warga DKI Jakarta dan yang dekat dengannya bergidik. Akibatnya mau tidak mau, seperti penulis jelaskan di awal, segala kegiatan yang sifatnya jamaah harus dihentikan, tak terkecuali kampus. Penghentian ini membuat para dosen dan para pejabat kampus berinisiatif untuk mengadakan kelas online, yakni kuliah jarak jauh dengan memanfaatkan media yang ada seperti aplikasi Zoom atau Whatsapp.

Niat untuk mengganti dan mengubah sistem kuliah dari offline (tatap muka) menjadi online (jarak jauh) ini sangat baik dan bahkan boleh dikata sangat mulia. Karena didasarkan pada keinginan yang mulia jua, yaitu agar mahasiswa tidak terjangkit penyakit mematikan ini.

Baca Juga  Islam Bukan Sebuah Masalah, Melainkan Solusi

Namun hal ini agak sedikit mengalami kendala dan malah memberikan dampak negatif bagi sebagian mahasiswa. Apalagi mahasiswa yang di DKI Jakarta telah banyak yang disuruh atau dianjurkan oleh dosen-dosen mereka di kampus untuk kembali ke rumah. Hal ini sebagai langkah preventif (pencegahan) jika nantinya Anis Baswedan akan menerapkan kebijakan lock down terhadap wilayahnya.

Menurut dosen, jika hal itu terjadi pasti akan sangat malang nasib mahasiswa. Bagaimana jika mereka kehabisan kebutuhan pokok? Sedangkan seluruh perangkat operasional di DKI Jakarta diistirahatkan. Kasihan mahasiswanya. Nasibnya akan terkatung-katung dan tidak jelas. Makanya mereka dihimbau pulang. Karena dengan bersama orang tua kebutuhan pokok mereka akan terpenuhi.

***

Seperti kita ketahui, kelas sosial mahasiswa yang menempuh studi di DKI pasti tidak sama. Di antara mahasiswa yang dihimbau pulang tersebut pasti ada yang kembali ke kotanya dan ada yang ke desanya. Ada yang mungkin kelas sosialnya kelas menengah ke atas dan ada pula yang menengah ke bawah. Mereka walaupun pulang tetap bisa menjalani perkuliahan. Sebab kini telah dapat dilakukan dengan jarak jauh menggunakan sistem online. Kuliah online adalah solusi bagi mereka yang ingin pulang kampung tapi tetap dapat mengikuti perkuliahan.

Kuliah Online: Tidak Solutif Bagi Sebagian Mahasiswa

Nah, di sinilah awal dari masalahnya. Kuliah online menjadi hal yang memberatkan mahasiswa. Bukan apa-apa, sistem ini mengharuskan para mahasiswa agar selalu memiliki kuota internet. Karena seluruh proses pembelajaran akan menggunakan perangkat-perangkat online. Di antara perangkat tersebut, sebagaimana telah dipaparkan di awal, adalah Zoom dan Whatsapp.

Di antara kedua perangkat tersebut yang paling banyak dikritik dan dikeluhkan adalah aplikasi Zoom. Sebab dibanding WA, aplikasi ini ketika dipakai amat banyak memakan kuota internet. Apalagi, kadang, dalam sehari hampir seluruh mata kuliah menggunakan aplikasi ini. Tentu semakin banyak kuota yang disedot dan semakin cepat habis.

Baca Juga  Benarkah Jilbab adalah Bentuk Penindasan?

Ketika habis, otomatis dan mau tidak mau, mahasiswa harus membeli lagi. Tapi pertanyaannya, apakah semua mahasiswa mampu membeli kuota internet sebanyak itu? Mengingat harganya tidak bisa dibilang murah, apalagi yang memakai kartu TELKOMSEL (Ingat! Tidak semua yang memakai kartu ini adalah orang kaya. Tapi ada yang karena tidak ada pilihan. Jaringan yang ada di kampungnya hanyalah TELKOMSEL. Jaringan dengan kartu murah seperti Three dan Smartfren belum masuk).

Bagaimana kebijakan kampus terhadap mahasiswa-mahasiswa golongan itu? Apakah ada keberpihakan dan rasa empati yang ditaruh pada mereka? Sebab mustahil untuk memaksa mereka tetap membeli. Memaksa mereka membeli sama dengan menyengserakan hidup mereka. Satu lagi! Selain permasalahan finansial di atas, hal yang sering menjadi keluhan mahasiswa adalah jaringan di desa yang susah. Bagaimana kebijakan kampus terhadap orang orang seperti ini?

Saran dan Masukan

Melalui tulisan ini, penulis tidak menghendaki atau meminta pihak kampus untuk mengganti atau meniadakan kuliah online. Sama sekali tidak! Penulis hanya menginginkan agar mereka diberikan keringanan. Tidak disamakan dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain.

Untuk masalah yang pertama, masalah finansial. Penulis mengira seluruh kampus di seantero negeri ini perlu meniru langkah yang telah dilakukan oleh UAD (Universitas Ahmad Dahlan), yakni memberi bantuan kuota kepada para mahasiswanya yang tidak mampu. Hal ini tentu akan sangat menggembirakan bagi mereka.

Dan membuat mereka tidak ada henti-hentinya mengucap terima kasih. Ini hanya salah satu opsi. Kampus-kampus bisa menggunakan opsi-opsi lain jika memang ada. Atau mungkin seluruh perkuliahan dimaksimalkan di WA saja. Karena tidak terlalu menyedot banyak kuota.

Adapun masalah yang kedua, masalah geografis. Yakni mahasiswa yang berada di daerah susah jaringan. Terhadap yang ini, penulis hanya bisa menyarankan agar para dosen membuat keringanan untuk mereka. Keringanan dalam bentuk apa pun itu.

Baca Juga  Corona: Membunuhmu!

Kuliah online adalah sistem perkuliahan yang pas bagi mahasiswa dengan kelas menengah ke atas. Mahasiswa yang tinggal di pelosok dan berkekurangan secara finansial susah untuk menjangkaunya. Karenanya para dosen dituntut untuk menghadirkan solusi. Sebab ini adalah masalah yang cukup krusial bagi mahasiswa.

Editor: Yahya FR
Avatar
21 posts

About author
Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PC IMM Ciputat
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds