Kurban dalam istilah fikih adalah udhiyyah. Artinya, penyembelihan hewan ternak saat matahari naik (dhuha) pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila-llah).
Kurban adalah praktik keagamaan yang berakar dari risalah yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS sebagai wujud ubudiyah kepada Allah SWT. Dari perspektif historis, ritual ini telah melatih kita untuk selalu siap berkorban karena ketaatan kepada perintah yang diterima.
Secara vertikal, kurban merupakan wujud kesetiaan seorang hamba pada Sang Pencipta. Secara horizontal, Idul Adha merupakan momentum berbagi kebahagiaan kepada sesama.
Kurban Idhul Adha untuk Solidaritas Masa Pandemi
Keliru kiranya kalau kita memaknai Idul Kurban hanya sebagai rutinitas ibadah tahunan dan sekadar acara pesta-pora konsumsi daging hewan kurban semata. Ibadah kurban sesungguhnya simbol manifestasi solidaritas tertinggi.
Di tengah pandemi ini, Allah SWT sedang menguji kekuatan solidaritas umat Islam tersebut. Di sisi lain, kita seolah bebal dan tak mampu menangkap spirit berkorban.
Kita tahu bahwa pandemi Covid-19 telah menimbulkan masalah sosial ekonomi dan meningkatnya jumlah kaum dhuafa. Pekerja pabrik, karyawan swasta, dan para pencari nafkah harian lainnya turun status menjadi orang miskin baru gara-gara wabah.
Mereka tidak saja kehilangan pekerjaan, tapi juga penyangga ekonomi keluarga. Tidak sedikit juga yang menjadi korban PHK dan terperangkap dalam jeratan utang yang kronis. Bantuan dari pemerintah dan lembaga swasta belum cukup mampu menopang dapur mereka untuk tetap berasap.
Kurban Idhul Adha untuk Sedekah Pada Korban Pandemi Covid-19
Momentum Idul Adha kali ini menuntut kita untuk benar-benar berkurban (berkorban). Tidak sekadar menyembelih hewan ternak yang disyariatkan, melainkan juga harus melihat kondisi paling aktual lingkungan dan bangsa kita.
Meski posisi penyembelihan kambing, sapi, dan unta pada 10 sampai 13 Dzulhijjah begitu istimewa sebagai sunah muakkad, namun ada sesuatu yang lebih genting lagi yang menuntut kita berkorban (peduli) pada mereka yang terdampak Pandemi Covid-19.
Kerelaan dan kesediaan untuk berkurban berupa sedekah bagi mereka yang membutuhkan adalah terapi ampuh untuk menata benang kusut persoalan hidup karena datangnya wabah Covid-19 ini.
Melalui surat edarannya yang berisi protokol ibadah kurban, Muhammadiyah menyarankan umat Islam yang mampu agar lebih mengutamakan sedekah berupa uang terlebih dahulu daripada menyembelih hewan kurban. Langkah ini ditempuh sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi semua lapisan rakyat.
Tiga Landasan Syar’i dana Kurban untuk Sedekah
Setidaknya ada tiga alasan syar’i mengapa dana kurban yang telah kita tabung lebih baik disedekahkan untuk korban paling terdampak pandemi Covid-19. Pertama, nilai dasar ta’awun atau saling membantu. Artinya, mengutamakan sedekah daripada menyembelih hewan kurban karena sesuai dengan semangat QS. Al-Maidah ayat 2, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Kedua, nilai dasar solidaritas sosial. Hadis dari Nu’man bin Basyir dia berkata: Rasulullah saw. Bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah SWT melapangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah SWT memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah SWT akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah SWT senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim).
Ketiga, nilai dasar kemanfaatan. Dalam hadis riwayat Ibn ‘Umar, orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada sesamanya. Dan bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan kepada, membayarkan utang dari, dan memberikan santunan untuk sesama.
Dalam kaidah fikih juga dikatakan al-ahamm fa al-muhimm yaitu yang lebih penting didahulukan atas yang penting. Karenanya, mendahulukan sedekah daripada kurban merupakan tindakan yang sejalan dengan ajaran Islam.
Muhammadiyah tidak sedang mempertentangkan antara sedekah dan membeli hewan kurban, juga bukan berarti “berkurban dengan uang”. Tidak sedikit pula yang menuduh bahwa Muhammadiyah akan menghapus ritual penyembelihan hewan di hari Tasyrik. Kita tahu bahwa Idul Adha merupakan ritual yang prosedur teknisnya telah ditetapkan dengan begitu rinci melalui Al-Quran, al-Sunah, dan keterangan para ulama.
Meskipun detail pelaksanaannya berbeda antara ulama yang satu dengan yang lain, namun para fukaha telah sepakat bahwa Idul Adha adalah ritual penyembelihan hewan ternak berupa kambing, sapi, dan unta pada 10-13 Dzulhijjah. Prosedur teknis ritual Idul Adha ini tidak mungkin diubah menjadi sesuatu yang lain.
Adapun yang dilakukkan Muhammadiyah melalui edarannya bukan “mengganti” melainkan “mengalihkan” tabungan hewan kurban kita untuk sedekah. Alasan Muhammadiyah mengutamakan sedekah lantaran pandemi Covid-19 yang terjadi dalam jangka waktu tidak sebentar ini berdampak buruk pada ekonomi dan keuangan masyarakat.
Mereka yang terdampak tentu harus segera ditolong. Bukan hanya dalam rangka menyelamatkan nyawa tapi juga untuk menyembuhkan semua sektor-sektor kehidupan. Dengan demikian, donasinya dengan niat sedekah, bukan dengan niat berkurban.
Punya Dalil Kuat dalam Kaidah Ushul Fiqh
Apa yang telah dilakukan Muhammadiyah tentu telah sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi menghilangkan kerusakan harus diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan (Dar’u al-mafasid muqaddamun ala jalbi al-mashalih).
Artinya, menyembelih hewan kurban merupakan suatu kemaslahatan. Namun, ada situasi dan kondisi yang mesti didahulukan, yang jika tidak ditanggulangi secepatnya berpotensi besar mendatangkan kerusakan yang lebih parah lagi.
Karena itulah, Muhammadiyah sadar bahwa kerusakan akibat Covid-19 dari berbagai sektor mesti didahulukan untuk ditanggulangi. Hakikat hari raya adalah kegembiraan bersama, kasih sayang, empati dan berbagi kepada sesama.
Zakat fitrah yang mengiringi Idul Fitri dan menyembelih hewa kurban yang mengiringi Idul Adha adalah bukti bahwa Islam menggariskan agar hari raya melahirkan kegembiraan bersama. Surat edaran Muhammadiyah mencoba untuk menjadikan hari raya sebagai hari penuh kegembiraan dengan saling berbagi kepada sesama dan siapapun.
Protokol ibadah kurban Muhammadiyah sebenarnya mendidik kita agar memiliki jiwa-jiwa pengorbanan untuk kemaslahatan sosial masyarakat luas. Muhammadiyah sejak dini memang telah punya konsep yang mapan dalam memperbaiki kesenjangan dan konflik-konflik sosial, termasuk dalam kesenjangan ekonomi. Semoga upaya yang dilakukan Muhammadiyah dalam menguatkan simpul-simpul solidaritas antar sesama dapat berbuah manis.
Selengkapnya baca di sini.