Perspektif

Lebaran Tanpa Ketupat dari Sanak Saudara

3 Mins read

Lebaran atau hari raya Idul Fitri merupakan tradisi yang dilakukan oleh umat Muslim di berbagai belahan dunia salah satunya di Indonesia. Idul Fitri juga dikatakan sebagai penutup dari bulan Ramadan dengan mengumandangkan takbir sebagai ucapan rasa syukur serta mengagungkan nama Allah SWT yang telah membimbing umat-Nya dalam menjalankan ibadah puasa serta menyempurnakannya dengan sebulan penuh. Hari raya Idul Fitri ini sebagai momen di mana dikatakan bahwa Idul Fitri dimaknai sebagai kembali ke fitrah atau kesucian.

Hari raya, sangat identik dengan ketupatnya. Terutama pada daerah-daerah yang mewajibkan adanya ketupat sebagai menu utama dalam menjamu tamu mereka yang datang ke rumah. Biasanya, ketupat selain dihidangkan untuk tamu ataupun keluarga besar, ketupat juga dapat disajikan untuk diberikan kepada para tetangga. Untuk para ibu rumah tangga, menu ketupat sangat wajib.

Apalagi dihidangkan dengan bermacam-macam sayur seperti nangka, rebung, buncis, labu siam, serta kacang panjang dan adapula yang menyajikannya dengan sate, seperti Sate Padang. Biasanya Sate Padang juga disajikan bersama ketupat sebagai pelengkap. Dan masih banyak lagi bahan makanan yang bisa dijadikan pelengkap untuk menghidangkan ketupat tergantung ciri khas dari daerahnya masing-masing. Nama lain dari istilah ketupat adalah lontong, hanya berbeda bentuk saja.

Namun, Hari Raya lebih identik dengan bentuk ketupat yang pada umumnya memiliki 4 sudut dan 4 sisi seperti jajar genjang dibandingkan dengan lontong yang biasanya dibuat dengan bungkus yang memanjang. Daun untuk membuat ketupat dan lontong pun berbeda, ketupat dibungkus dengan daun kelapa sedangkan untuk lontong dibungkus dengan daun pisang dan bisa juga diganti dengan plastik. Adapun perbedaan lain adalah ketupat teksturnya lebih padat dibandingkan dengan lontong yang bertekstur agak lunak.

Baca Juga  Sama dari India: Gandhi Ingin Perdamaian, Modi Ciptakan Permusuhan

Dampak Lebaran Ketupat Karena Pandemi

Mengingat kondisi dunia, terutama Indonesia sedang darurat wabah COVID-19, maka dari itu pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta Social Distancing. Kebijakan ini memberi dampak besar bagi masyarakat terutama masyarakat perantau.

Dengan adanya kebijakan tersebut, selain pelarangan mudik pemerintah juga mengatakan bahwa tidak boleh adanya berkumpul di suatu tempat. Hal ini menjadi pertimbangan saat hari raya tiba, di mana tradisi silaturahmi ke saudara baik Muslim maupun non-Muslim dilarang untuk mengantisipasi agar rantai  virus COVID-19 tidak dapat menyebar lebih luas lagi. Maka dari itu, dihimbau untuk tidak menerima tamu ke rumah selama pandemi Covid-19 masih berstatus waspada.

Terkait himbauan tersebut, tak sedikit anggota keluarga yang merasa sedih selain tak diperbolehkan mudik untuk sekedar silaturahmi ke anggota keluarga yang lain juga dibatasi. Banyak keluarga yang ingin bertemu sanak-saudaranya di hari raya nanti. Namun, apalah daya bahwa wabah Covid-19 ini tidak bisa diremehkan dan tetap harus bertahan untuk #dirumahaja. Membuat makanan khas lebaran yang disajikan tak semewah pada hari raya tahun sebelumnya.

Sebagian pedagang merasa rugi karena adanya pandemi ini seperti halnya penjual pakaian baik pedagang toko maupun pedagang kaki lima, karena mereka dilarang berjualan dan dihimbau untuk mematuhi kebijakan social distancing. Akan tetapi, pandemi ini menjadikan para penjual cangkang ketupat tetap laris-manis, karena menurut masyarakat terutama ibu rumah tangga beranggapan ketupat tetap harus ada walaupun dihidangkan dengan sederhana tanpa adanya kerabat yang datang untuk bersilaturahmi dengan mereka. Karena, tanpa ketupat lebaran terasa tidak afdal untuk dilaksanakan. Maka dari itu, hari raya tahun ini dilaksanakan di rumah masing-masing dengan bersilaturahmi melalui media sosial yang disebut sebagai silaturahmi online.

Suka Duka Hari Raya di Tengah Pandemi

Baik suka maupun duka dirasakan oleh masyarakat dunia, terutama umat Islam yang menjalankan ibadah puasa di tengah pandemi Covid-19. Banyak di antara mereka yang tidak bisa pulang bertemu dengan keluarga di kampung halaman. Biasanya, yang dirindukan dari keluarga yang ditinggal adalah masakannya.  Salah satunya adalah berkumpul dengan kerabat terdekat seperti kakak dengan adiknya yang ingin berkumpul di hari raya menikmati hidangan ketupat dengan bersama-sama.

Baca Juga  Relawan Juga Manusia: Cerita dari Makam ke Makam

Sukacita yang dirasakan oleh masyarakat di tengah pandemi ini, mereka bersyukur masih diberikan kesehatan dan nikmatnya berpuasa walaupun sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Karena, puasa kali ini benar-benar dilakukan #dirumahaja tanpa adanya aktivitas bekerja, maupun sekolah yang mengharuskan keluar rumah sehingga menjadikan waktu bersama keluarga di rumah lebih banyak.

Namun, duka yang dirasakan lebih dominan kepada masyarakat yang merantau dan hidup sendiri di kota dengan menyewa kos-kosan sebagai tempat tinggal mereka selama bekerja. Akan tetapi, adanya kebijakan pelarangan mudik membuat mereka bingung karena pekerjaan yang dihentikan sementara dan tidak mendapat penghasilan lain mereka tidak boleh pulang ke kampung halamannya.

Semoga pandemi di Tanah Air tercinta, yaitu Indonesia segera berakhir serta segala  aktivitas bisa kembali berjalan lancar setelahnya tanpa ada kecemasan lagi terkait dengan Covid-19.

Editor: Yahya FR
Avatar
1 posts

About author
Namanya Khairunnisa, panggil aja Icha atau Nisa. Tapi, biasanya teman-teman memanggilnya dengan sebutan Icha. Lahir di Jakarta dan merupakan seorang mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kalau ingin mengenalnya lebih jauh boleh follow akun instagramnya, follow yaa @khairunn_ hehe
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds