KH. Ahmad Dahlan lahir pada tahun 1868 dan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara yang semuanya perempuan kecuali adiknya yang paling bungsu.
Ahmad Dahlan lahir dengan nama kecil Muhammad Darwis dari ayah yang bernama Abu Bakar bin Sulaiman seorang khatib besar di Masjid Kesultanan Yogyakarta. Sang ibu bernama Siti Aminah putri dari Haji Ibrahim bin Hasan seorang penghulu Keraton Yogyakarta.
Kita sudah tahu kehebatan KH. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah yang hingga sampai sekarang masih eksis. Banyak hal yang bisa kita pelajari dari hidup beliau. Mulai dari menjadi pemimpin yang hebat, hingga menjadi pribadi yang penyantun. Tapi tahukah kamu penyebab Muhammad Darwis menjadi manusia hebat seperti itu?
5 Fakta ini mungkin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang latar belakang kehebatan KH. Ahmad Dahlan:
1. Trah Wali Sanga hingga Rasulullah
KH. Ahmad Dahlan masih keturunan Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Ia adalah adalah keturunan ke-12 dari Sunan Gresik. Adapun silsilah lengkapnya adalah Muhammad Darwis bin Abu Bakar bin Muhammad Sulaiman bin Kiai Murtadla bin Kiai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana Ishaq bin Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Syekh Maulana Malik Ibahim juga sering dipanggil Syekh Maghribi karena merujuk pada daerah asalnya, dari Afrika Utara. Dan jika ditarik garis ke atas, Sunan Gresik adalah keturunan langsung Rasulullah Saw dari Hussain bin Ali.
Jika diurutkan dari cucu Rasulullah Saw, Husain bin Ali bin Abi Thalib, turun mulai Ali Zainal Abidin bin Hussain, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidillah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali’ Qasam, Muhammad Sahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmamd Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Hussain (Maulana Akbar), hingga Maulana Malik Ibrahim.
Dalam hal ini, peribahasa “buah jatuh tak jauh dari pohonya” itu benar adanya.
2. Lahir di Kampung Religius
Kampung Kauman yang terletak di barat Alun-Alun Utara Yogyakarta ini Muhammad Darwis dilahirkan. Kampung Kauman merupakan tempat bagi sembilan khatib atau penghulu yang ditugaskan pihak keraton untuk mengurusi bidang keagamaan di Masjid Agung atau biasanya disebut Masjid Gede Kauman.
Berdasarkan ketentuan lama dari Sultan, hanya orang Islam yang boleh tinggal di Kauman. Bahkan saat bulan puasa, tidak ada orang yang berani minum, makan, ataupun merokok di tempat umum.
Kauman ketika sore hari ramai dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Dari luar rumah kita bisa melihat orang-orang duduk di sekitar sebuah lampu untuk belajar pelajaran Agama.
Dan ketika azan magrib, laki-laki maupun perempuan berbondong-bondong menuju ke masjid untuk berjamaah. Di sanalah Muhammad Darwis dilahirkan dan tumbuh besar.
3. Memiliki Keluarga Alim
Kiai Abu Bakar khatib Masjid Gede adalah ayah dari Muhammad Darwis. Beliaulah yang pertama kali mengajarkan banyak hal tentang agama hingga tumbuh menjadi pribadi yang cinta ilmu dan berakhlak mulia.
Sebagai anak khatib Masjid Gede pendidikan agama harus diperhatikan. Sejak kecil ia telah terbiasa mempelajari kitab-kitab klasik karangan ulama Nusantara, termasuk kitab Syekh Khatib al-Minangkabawi.
Muhammad Darwis sangat terbiasa bersinggungan dengan para kiai. Tiga kakak iparnya adalah seorang kiai. Kiai Haji Lurah Muhammad Noor yang mengajari ia mengenai ilmu fikih. Dari Kiai Haji Muhsin, ia belajar ilmu tata bahasa Arab. Dan dari kakak ipar Kiai Haji Muhammad Shaleh, ia belajar tentang bahasa Arab.
4. Ahmad Dahlan Kritis Sejak Dini
Saat umur 10 tahun Muhammad Darwis gelisah akan keadaan di sekitarnya. Banyak tradisi-tradisi lama yang membebankan masyarakat. Seperti tradisi memperingati kematian seseorang ataupun Ruwetan. Padahal, kondisi saat itu memprihatinkan. Banyak orang makan untuk keluarganya saja tidak ada, apalagi untuk dibagikan ke orang lain.
Ada cerita ketika Muhammad Darwis diajak ayahnya ke pertemuan untuk membahas ruwatan. Dalam perkumpulan itu, diputuskan ruwetan akan diadakan dengan mewah.
Dengan hati yang memberontak karena melihat kondisi masyarakat Muhammad Darwis dengan berani mengusulkan untuk menyederhanakan ruwatan, hanya dengan berdoa, tanpa sesajen.
Mendengar usulan sang anak, Kiai Abu Bakar merespon dengan cepat dan mempertanyakan maksud “menyederhanakan ruwatan” tersebut.
Meskipun sampai di rumah ia dimarahi ayahnya karena tidak bisa menempatkan diri dalam menyampaikan persoalan-persoalan sensitif.
5. Semangat Belajar Ahmad Dahlan
Ketika masih belasan tahun Muhammad Darwis pergi berguru kepada Kiai Sholeh Darat, guru para kiai. Semangat belajar Muhammad Darwis sangat tinggi hingga menjadi murid kesayang dan di kasih hadiah kitab dari Kiai Sholeh Darat.
Di umur 15 tahun tahun Muhammad Darwis memutuskan untuk naik haji kali pertamanya setelah menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil. Di sana selama 8 bulan dan inilah awal mula Muhammad Darwis bersinggungan dengan ulama-ulama yang berasal dari Mekkah.
Sedangkan, haji kedua ia tunaikan dengan sang anak, Muhammad Siraj Dahlan (6 tahun) dan mukim di Makkah selama satu tahun setengah. Pada haji pertama ia berguru pada ulama-ulama dan kiai yang memiliki konsentrasi pada ajaran kitab klasik. Hal ini menjadi bekal ia untuk memahami perkembangan pemikiran Islam selanjutnya.
Sementara di haji yang kedua ia lebih banyak bersinggungan dengan kitab-kitab karya para tokoh pembaru.
Itulah fakta-fakta tentang Kiai kita, KH. Ahmad Dahlan. Banyak hal yang bisa dipelajari dan diteladani dalam hidup beliau. Semoga bermanfaat.
Referensi: Mustofa, Imron. 2018. KH. Ahmad Dahlan si Penyantun. Yogyakarta: DIVA Press
Editor: Yahya FR