Sepuluh malam terakhir selalu dijadikan sebagai malam ‘special’ kaum muslimin baik untuk berburu pahala dengan meningkatkan kualitas ibadah, khataman al-Qur’an ataupun sebagai media renungan bahwa bulan berkah akan segera pamit. Ia akan datang lagi tahun depan, namun kita belum tentu berjumpa dengannya.
Keterkaitan dan keterikatan batin kita kepada Ramadan tentu dilandasi dengan pemahaman kita akan makna di balik setiap waktu dan tempat di bulan suci ini. Salah satu yang penting untuk direnungi agar batin kita terkait maupun terikat dengan ramadan adalah memahami makna Surah al-Qadar.
Dalam hal ini kita merenunginya melalui penjelasan Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah. Surah al-Qadar terdapat dalam Volume 15 dari susunan tafsir ini.
Empat Makna Kata al-Qadar
Dalam Tafsir al-Mishbah ada dua kata yang menarik kita cerna karena Abi Quraish Shihab memberikan masing-masing keduanya pemaknaan yang luas, yaitu kata al-Qadar dan kata Salam.
Kata Qadar dalam surah al-Qadar disebutkan sebanyak tiga kali berurutan dari ayat 1 sampai ayat 3. Dalam tiga ayat tersebut Quraish Shihab memberikan pemaknaan yang berbeda-beda dari kata al-Qadar tersebut.
Makna pertama: Penetapan
Ini adalah pemaknaan pertama yang ditulis dalam Tafsir al-Mishbah ini. Apa yang dimaksud dengan penetapan? Jadi pada sepuluh malam terakhir Ramadan yang diyakini di antaranya adalah malam Lailatul Qadar, Allah Swt dengan izin dan karunianya menetapkan perjalanan hidup kita selama setahun ke depan.
Penetapan ini ibarat sebuah rapat akhir tahun dalam sebuah kantor yang akan menetapkan Rencana Jangka Pendek, Jangka Menengah atau Jangka Panjang dari sebuah aturan yang akan diberlakukan dan harus dipenuhi oleh seluruh pegawai kantor.
Makna Kedua: Pengaturan
Pada masa Nabi Muhammad Saw menerima wahyu, malam Lailatur Qadar adalah malam bagi nabi diberikan petunjuk atau khittah terkait metode dakwah beliau.
Kita memahami bersama bahwa diawal ‘karir’ Nabi Muhammad Saw beliau diperintahkan untuk berdakwah di dalam rumah tangganya saja dulu. Sehingga tersebutlah Sayyidati Khadijah RA adalah istri Nabi yang pertamakali masuk Islam, disusul sepupunya Ali bin Abi Thalib dan pembantunya Zaid bin Haritsah.
Makna penetapan ini bisa juga dikaitkan dengan strategi ketika akan melaksanakan sesuatu. Strategi yang baik tentu akan menghasilkan sesuatu yang baik pula.
Makna Ketiga: Kemuliaan
Allah Swt memilih ramadan sebagai sayyidasysyuhur (Tuannya bulan-bulan Hijriah atau penghulunya bulan-bulan). Di malam sepuluh terakhir Ramadan dipilih sebagai malam turunnya al-Qur’an.
Abi Quraish Shihab juga memberikan penjelasan bahwa malam ini mulia terkait kualitas ibadah ummat islam.
Di malam ini nilai ibadah bertambah dibandingkan malam atau hari-hari sebelumnya. Nilai tambah ini tentu adalah rahasia Allah Swt.
Kemuliaan ini bisa juga dikaitkan terkait pangkat atau derajat seseorang secara spiritual. Siapapun bisa menjadikan malam ini sebagai wasilah agar dirinya menjadi bagian dari orang-orang saleh. Baik itu saleh secara personal maupun saleh secara sosial.
Makna Keempat: Sempit
Sempit di sini dimaksudkan bukan sempit secara ukuran. Namun sempit ini adalah sebuah kiasan. Allah Swt memberikan perintah kepada malaikat-malaikat-Nya agar mereka turun ke bumi ‘menyapa’ hamba-Nya yang beribadah.
Menurut Quraish Shihab, tidak ada penjelasan lain yang menyebutkan berapa banyak malaikat yang hadir. Tapi intinya bumi seolah-olah ‘sempit’ karena adanya malaikat yang datang silih berganti hingga terbitnya fajar.
Jadi kita perlu memahami bahwa adalah sebuah anugerah di mana pada saat kita beribadah apakah dengan I’tikaf, Qiyamul Lail, membaca al-Qur’an di sana ada juga malaikat yang mengiringi ibadah-ibadah kita.
Makna Kata Salam
Selain empat makna dari kata al-Qadar di atas Quraish Shihab juga memberikan penjelasan kata Salam pada ayat terakhir Surah al-Qadar yang juga memiliki beberapa makna. Dalam ayat kelima surah al-Qadar disebutkan:
سَلٰمٌۛ هِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Artinya: “Salam ia sampai terbit fajar”
Dalam terjemahan ayat kelima di atas Quraish Shihab tidak mengartikan kata salam dengan arti-arti yang lain sebagaimana terjemahan pada cetakan al-Qur’an yang lain.
Mungkin saja karena Quraish Shihab akan memberikan penjelasan yang luas dari kata Salam tersebut. Jadi dicukupkan ditulis ‘Salam ia sampai terbit fajar’.
Kata salam disebutkan sebanyak 42 kali dalam al-Qur’an di antaranya dalam Surah al-Qadar ini. Kata salam ini memiliki berbagai makna dan maksudnya sendiri yaitu:
Salam sebagai Doa
Makna pertama kata Salam ini adalah Doa. Doa dari siapa? Tentu doa dari malaikat yang turun ke bumi sebagaimana penjelasan sebelumnya. Malaikat akan mendoakan siapa pun hamba yang ‘ditemuinya’ sejak malam hingga masuk fajar.
Namun kita perlu menggarisbawahi bahwa tidak semua hamba ataupun manusia yang ‘ditemui’ oleh malaikat itu didoakan. Menurut Quraish Shihab, hanya merekalah yang sedang beribadah ataupun dalam keadaan taat kepada Allah Swt.
Salam sebagai Keadaan, Sifat atau Sikap Hamba Allah Swt
Makna kedua ini terkait pengalaman spiritual seseorang selama bulan Ramadan. Bagi mereka yang khusu’ akan merasakan rasa damai dan tentram dalam hatinya.
Rasa damai dan tentram ini bisa dilihat dari sikap seseorang yang melepaskan diri dari keraguan kepada keyakinan, kebodohan kepada kepintaran, kelalaian kepada ketaan dari sifat riya’ kepada keikhlasan.
Pengalaman-pengalaman batin seperti di atas dijelaskan sebagai ‘alamat jiwa’ dan pertanda bahwa seseorang telah berjumpa dengan Lailatul Qadar.
Menggapai Ibadah Seribu Bulan
Ada yang menarik terkait penjelasan ibadah yang lebih baik dari pada seribu bulan itu. Quraish Shihab juga mengutip pendapatnya Fakhruddin ar-Razi bahwa ibadah yang sama bisa saja derajatnya berbeda karena adanya kemuliaan Lailatul Qadar.
Orang yang salat berjamaah contohnya, derajatnya 27 dibandingkan shalat sendiri. Ketika berjamaah dan ada makmum yang masbuk tapi langsung rukuk bersama imam tanpa membaca al-Fatihah, maka pahalanya lebih tinggi daripada salat sendiri walaupun dia membaca al-Fatihah.
Namun Quraish Shihab mengingatkan bahwa yang dilebihkan adalah nilai pahalanya bukan kewajiban ibadahnya. Jadi shalat, mengaji, qiyamul lail begitu pun puasa tetap dijalankan di luar Ramadan. Jangan menganggap bahwa ada kebaikan seribu bulan lalu ibadahnya hanya di bulan Ramadan saja.
Jadi marilah kita sama-sama memaksimalkan ibadah di bulan Ramadan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tidak perlu juga memaksakan suatu ibadah untuk dikerjakan karena jangan sampai kita malah tidak ikhlas karena letih atau keluhan lainnya.
Editor: Soleh