Tafsir

Makna Ayat Al-Qur’an Berkembang Mengikuti Zaman

3 Mins read

Mushaf Al-Qur’an sudah beredar luas di hampir seluruh penjuru dunia. Peredarannya banyak di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim. Al-Qur’an dibaca, diperhatikan, dipahami terjemahnya, atau bahkan penafsirannnya bukan hanya untuk ibadah. Karena, membacanya pun bernilai ibadah.

Pembacaan seksama terhadapnya diperlukan pula dalam kajian keislaman khususnya tafsir Al-Qur’an baik berbahasa Arab maupun bahasa lainnya. Mushaf, terjemah, dan tafsirnya dijadikan bahan dalam kajian khusus.

Karakteristik Al-Qur’an yang berbahasa Arab termaktub dalam (QS. Az-Zukhruf/43: 3) “Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya)”.

Juga dalam (QS. Yusuf/12: 2) “Sesungguhnya, Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”

Bahasa Arab adalah bahasa asing bagi pembaca di luar orang Arab, sehingga memerlukan “kesepadanan” makna dengan bahasa pembaca. Namun, orang Arab pun perlu penjelasan ketika menemukan kata-kata asing dalam ayat (gharib al-alfazh). Motif ini mendorong Al-Qur’an untuk diterjemahkan. Sebab, terjemah dapat dijadikan landasan bagi pemahaman awal mengenai ayat.   

Produk terjemahannya yang beredar menjadi khazanah dalam ilmu keislaman. Sebagai produk dari prosedur ilmiah, terjemah menghendaki kaidah-kaidah kebahasaan, asbab al-nuzul, juga maksud ayat yang disajikan.

Terjemah bukan sekedar kesepadanan arti. Terjemah memperhatikan aspek penafsiran yang memadai sehingga diduga kuat maknanya dapat dipahami oleh pembaca sesuai dengan substansi makna awal. Sehingga terjemah bukan sekedar arti yang sepadan. Terjemah adalah rangkaian kalimat berdasarkan penafsiran.

Setiap Teks Punya Makna

Kalau diperhatikan, bahasa yang diwujudkan dalam teks merupakan jalinan makna yang ditampilkan melalui ujaran. Tulisan menjadi wujud dari representasi makna yang disimbolkan melalui rangkaian huruf, huruf menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.

Makna mulai muncul ketika huruf menjadi kata. Kata dharaba dengan rangkaian huruf dhad, ra, dan ba diartikan dalam bahasa Indonesia “memukul”. Namun, ketika ada kata lain misalnya matsal atau amtsal kata dharaba bisa beralih maknanya menjadi memberikan contoh.

Baca Juga  Apakah Ahli Kitab Satu Keyakinan dengan Umat Muslim?

Lebih lanjut, bentukan kata yang memiliki makna dikaji dalam ilmu isytiqaq.  Ilmu ini mengkaji tentang bentuk kata yang berasal dari rangkaian huruf. Ali al-Tahanawi dalam Kasysyaf Ishtilahat al-‘Ulum (1987) menyebutkan isytiqaq dengan wujud asal pecahan kata juga hubungan dengan pola bentuk kata.

Pola bentuk kata ini biasa disebut dengan sharaf atau tashrif.  Merujuk pada kitab al-Kailani (1997), perubahan bentuk ini dilatarbelakangi oleh li ma’an maqshudah (untuk makna yang dituju).

Kosa kata, dalam hal ini, ia akan mewujud maknanya bukan hanya karena benak pembaca sesuai bahasa yang dimiliki. Makna akan tampil pula ketika satu kata dibentuk dengan pola tertentu (sharaf) dan dirangkai pada kalimat tertentu (siyaq).

Dua komponen ini membantu pembaca untuk menangkap makna sesuai dengan pemilik bahasa. Belum lagi, dengan munculnya ragam makna dalam satu kata (musytarak) atau makna kata yang sama dalam ragam teks yang berbeda (mutaradif). Konstruksi teks ini akhirnya memunculkan ragam makna.

Rangkaian teks menjadi dinamis. Perubahan dari makna dasar ke makna lain seiring dengan dinamika pemaknaan yang disepakati. Makna dasar kata asalnya A bisa menjadi B atau C ketika bahasa tersebut berkembang. Peranan linguistik sangat kentara dalam kajian teks.

Ferdinan De Saussare yang mengembangkan teori lingustik tradisional menjadi modern. Kajiannya dalam buku Pengantar Linguistik Umum meliputi hakikat, struktur, pemerolehan, dan perkembangan bahasa.

Terkait dengan perkembangan bahasa yang dihubungkan dengan makna, terdapat dua teori yang disajikan yaitu sinkronik dan diakronik. Sinkronik fokus pada bahasa sesuai zaman tertentu, bersifat horizontal, dan tidak dihubungkan antara satu masa dengan masa lain. Sementara diakronik fokus pada perkembangan bahasa dari zaman ke zaman lain yang memuat sisi historisitas bahasa.

Baca Juga  Tafsir Al-Manar : Inti Agama Ada di Surat Al-Fatihah

Makna Ayat dalam Terjemah

Produk penerjemahan Al-Qur’an sudah banyak menyebar, khususnya dalam bahasa Inggris, Mandarin, Turki, Indonesia, juga bahasa lokal.

Di Indonesia, terjemah resmi dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI. Bentuknya ada yang tercetak, aplikasi, juga web. Kita dapat membaca dan menelaah setiap teks yang ada di dalamnya. Proses penerjemahan bukan perkara mudah. Bukan hanya memberi arti padanan pada bahasa terjemah. Proses ini membutuhkan instrumen ilmu bahasa dan tafsir.

Al-Qur’an berbahasa Arab. Al-Qur’an hadir mulai abad 7 M yang dihubungkan historis kehidupan Nabi Muhammad Saw, diturunkan secara berangsur dalam waktu kurang lebih 23 tahun. Ia berada pada fase historis tertentu.

Fase historis berkaitan dengan makna tertentu pada fase tersebut. Dalam teori linguistik, bahasa Al-Qur’an dapat dimaknai sesuai dengan zaman ketika Al-Qur’an diturunkan, kira-kira bahasa abad 7 H, meskipun ada beberapa kata yang perlu penjelasan. Karena Al-Qur’an adalah wahyu, namun ia berbahasa Arab dan diturunkan di jazirah Arab.

Makna ayat mana yang paling mendekati makna sebenarnya? Sesuai dengan zaman turunnya Al-Qur’an, makna yang tepat adalah makna pada zaman diturunkannya, bukan pada zaman setelahnya.

Zaman setelahnya memiliki makna pengembangan dari makna asal sesuai dengan perkembangan bahasa dan keilmuan keislaman. Pada konteks ini, sering ditemukan informasi penjelasan sahabat tentang makna ayat atau lafal tertentu.

Penjelasannya dipaparkan pada beberapa kitab tafsir dengan corak bi al-ma’tsur.  Namun, tidak menutup kemungkinan, makna pengembangan memiliki manfaat dalam meraih makna lainnya. Wallahu A’lam.

Editor: Yahya FR

Avatar
38 posts

About author
Pembelajar Keislaman, Penulis Beberapa buku, Tim Pengembang Kurikulum PAI dan Diktis
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *