Tajdida

Mana yang Bahaya: Liberal atau Salafi?

3 Mins read

Oleh: Nubani Yusuf*

 

“Tradisi berpikir liberal dan puritan ada dalam diri Kyai Dahlan”

Dalam buku Muhammadiyah di Penghujung Abad 20, kumpulan makalah menjelang Muktamar Solo, ketika ditanya oleh salah seorang muridnya di STOVIA Soegardo Poerbakawatja (Konseptor dan perintis berbagai perguruan tinggi negeri: UGM, UI termasuk FKIP Muhammadiyah), Kyai Dahlan membolehkan mengganti bacaan shalat ke dalam bahasa yang dimengerti.

Prof Malik Fadjar: Bawalah Muhammadiyah ke tempat terang jangan bawa ke tempat gelap dan lorong sempit”

Menyisir dua tradisi berpikir tajdid yang cenderung bebas-modern dan puritan yang cenderung tekstual-konservatif tidaklah sulit. Keduanya ada dan dipraktikkan sebagai sebuah paradigma berpikir yang hidup dan tumbuh di pergerakan Muhammadiyah yang digagas Kyai Dahlan.

Prof Yunahar Ilyas menyatakan, bahwa salah satu manhaj Muhammadiyah tidak liberal dan tidak puritan. Meski sulit dirumuskan dalam bentuk konseptual praksis. Memberi ilustrasi bahwa dua paradigma itu memang tumbuh dan berkembang dan tidak harus saling menafikkan.

Tegasnya, Muhammadiyah memposisikan diri sebagai Islam moderat atau wasatiyah. Muhammadiyah tidak radikal dan tidak liberal. Muhammadiyah memegang teguh prinsip tawasut (tengah-tengah), tawazun, (seimbang) dan ta’adul (adil).

Tradisi Liberal

Tradisi berpikir tajdid diawal pergerakan cukup signifikan berpengaruh terhadap ruh pemikiran Kyai Dahlan.

Praktik tajidid inilah yang memberi warna pergerakan pemikiran Muhammadiyah sebagai harakah dan federasi pemikiran modernis. Kyai Dahlan bahkan kerap menabrak tabu. Sering disebut kyai londo atau kyai kafer.

Jika liberal dimaknai sebagai cara berpikir bebas-modern, maka Kyai Dahlan adalah orangnya. Model sekolah yang dikembangkan juga mirip sekolah Belanda. Menulis dengan huruf Latin, mengajarkan ilmu ‘kafer’ (ilmu hitung-seni) menggunakan sistem klasikal, menterjemahkan Al Quran.

Baca Juga  Belajar Lapang Dada dari Muhammadiyah

Itu adalah bukti bahwa Kyai Dahlan adalah seseorang pemberani menabrak kelaziman. Hampir semua yang dilakukan Kyai Dahlan adalah tasyabbuh (menyerupai orang kafer) tak urung  Carl Whiterington menyebutnya sebagai pragmatikus agama.

Abdurahman Wahid menyebut ‘kemenangan’ Muhammadiyah atas NU adalah kemenangan dialektik, yang awalnya dibantah atau dilawan kemudian ditiru atau dibenarkan. Semua yang dilakukan Muhammadiyah sekarang dilakukan oleh NU.

Tradisi Puritan

Tidak hanya gagasan tajdidiyah atau modernisasi, Kyai Dahlan juga penganjur puritanisme yang cerdas dan militan. Jargon kembali kepada Alquran dan sunah cukup memberi pengaruh. Ruang gerak Kyai Dahlan dalam memurnikan ajaran Islam cukup cerdik dan banyak mendapat simpati.

Perubahan arah kiblat adalah pikiran paling cemerlang kala itu meski kemudian banyak dilawan karena melawan tradisi, adat, dan kemapanan para ulama saat itu.

Pun dengan pikiran Puritanisme yang digagas Syaikh Abduh dan muridnya Syaikh Rasyid Ridha dan kedekatan Kyai Dahlan dengan pikiran-pikiran majalah Al urwatul wutsqa menjadi bagian penting yang mempengaruhi pikiran pemurnian ajaran agama Islam.

Maka, Kyai Dahlan juga seorang penganjur manhaj salaf. Al Islamu mahjubun bil muslimin menjadi bagian penting dalam gerakan pemurnian (purifikasi) yang di idealkan.

Memaknai Liberal dan Puritan

Mari kita bersepakat tentang ta’rif  liberal dan puritan agar tak gampang membuat stigma liberal atau puritan pada setiap yang berbeda:

Ta’rif paling ekstrim tentang liberal dikemukakan oleh Judson membuat ciri-ciri liberalism keagamaan menjadi tujuh tapi yang utama ada enam.

Pertama, banyak mengingkari firman Tuhan. Kedua, mengakui berbagai kesalahan di zamannya dan juga kebenaran. Tapi lebih banyak mengakui kesalahan. Ketiga, mengakui Tuhan hanya sebatas untuk kepentingan kemanusian, ketika ajaran Tuhan tidak dapat diterima maka akal manusia dimenangkan. Keempat, tidak ada yang mutlak dan pasti tentang Tuhan. Kelima, mempromosikan keraguan beragama yang tidak berarti. Keenam, mendukung keyakinan keagamaan dan prakteknya yang popular.

Baca Juga  Muhammadiyah dan NU, Benci Tapi Rindu

Puritan, lebih tepatnya Kaum Puritan dari Inggris pada abad ke-16 dan 17 adalah kumpulan sejumlah kelompok keagamaan yang memperjuangkan “kemurnian” doktrin dan tata cara peribadatan. Begitu juga kesalehan perseorangan dan jemaat.

Ironisnya, mereka yang merasa paling Islam dan menyebut liberal ternyata juga menggunakan paradigma berpikir Barat-Kresten. Sebab Islam tak mengenal liberal atau puritan. Dari ta’rif di atas, maka tak ada satupun ulama-ulama atau cendekiawan Muhammadiyah bisa disebut liberal karena tak memenuhi syarat seperti yang dikemukakan Judson.

***

Andai saja, jika Allahu yarham Muhammad Djazman al Kindy, Buya Safii Maarif, Prof Malik Fadjar, Prof Amien Abdullah yang dianggap merepresentasi pikiran-pikiran ‘liberal’, maka ketiganya telah berkontribusi besar terhadap Persyarikatan. Bukan saja pada khasanah pemikiran dan intelektualitas keislaman dan kebangsaan, tapi juga sukses membangun suar.

Djazman Al Kindi membangun UM Surakarta, Buya Syafi’i Maarif adalah aktor proyek besar Mu’allimn Jogja dan Suara Muhammadiyah sedang Prof Malik Fadjar adalah UMM itu sendiri. Stigma bahwa orang-orang yang dituding liberal membahayakan Persyarikatan tidak terbukti. Bahkan sebaliknya, mereka ikut berkontribusi besar bahkan sangat besar terhadap besarnya pergerakan Muhammadiyah.

Jika Anda ingin mengklasifikasi Ustdaz Yunahar Ilyas merepresentasi aliran salafi di Muhammadiyah, anda keliru. Sebab Prof Yun menolak Salafi dan tegas membuat garis demarkasi dengan Salafi di Persyarikatan. Memilah alumni timur-tengah dan barat sebagai indikator siapa liberal dan bukan adalah naif sebab alumni Al-Azhar pun masih dianggap liberal. Pikiran meracau.

Sebab pikiran-pikiran Salafi justru ada diluar perkumpulan. Sebut saja Abdullah Jawaz, Abdullah Tuasikal, Khalid Basalamah dan lain-lain. Mereka semua berada di luar Muhammadiyah dan tidak pernah mau disebut sebagai Muhammadiyah. Bahkan ketiganya berfatwa tegas: berorganisasi itu bid’ah!!!. Lantas apa yang telah mereka lakukan dan sumbangkan untuk Persyarikatan ?

Baca Juga  Dakwah Muhammadiyah 4.0: Cara Konvensional dan Kultural Harus Seimbang

Realitasnya orang Muhammadiyah yang dituding liberal tidak membahayakan, malah sebaliknya. Mereka berkontribusi positif terhadap Persyarikatan. Kemudian pertanyaan besarnya kontribusi apa yang diberikan ulama-ulama salafi kepada Persyarikatan ? Wallahu a’lam

 

*Komunitas Padhang Makhsyar

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *