Akhlak

Memaknai Krisis Spiritual Manusia Modern

4 Mins read

Percaturan hidup terus berlangsung dan kompetensi manusia terus terjadi. Di era teknologi pola pikir dan polah hidup manusia semakin diwarnai asesoris untuk menunjukkan kedigdayaan diri. Tidak ada welas asih dan rasa kemanusiaan serta kepedulian terhadap alam sekitar. Sebab, manusia modern terus berpacu dan melaju untuk menjadi yang terbaik dan mendapat pengakuan secara massif dengan menjadi ‘viral’, ‘sultan’ dan pesohor, yang bisa mempengaruhi publik dengan berbagai ‘aksi’ dalam poto, kamera serta video.

Segala kebendaan, materi, dan teknologi terlihat ‘memanjakan’ manusia dengan segala fasilitas yang memudahkan serta penuh ‘kelimpahan’. Baik dalam bentuk makanan siap saji, alat teknologi bersifat media sosial, kendaraan cepat, dan segala kecanggihan lainnya. Manusia terkadang ‘takluk’ tak berdaya untuk berpacu mengikuti irama kemajuan teknologi; manusia pun harus ‘tersudut’ di pojok peradaban kerena ritme kemajuan teknologi yang mengalami loncatan yang di luar prediksi. Sehinggga terkadang manusia menjadi ‘terdakwa’ dan ‘korban’ yang meluruhkan rasa optimisme dan kebahagiaan hidup.

Maka, kekurangmampuan manusia modern memakni spiritualitas dalam segala dimensi materi dan immateri, sehingga menjadikan manusia modern hanyut dalam sikap sekulerisme, materialisme, hedonisme, kapitalisme, dan premisivisme. Dalam hal yang bersifat ritual keagamaan pun hanya sebatas ritus menggugurkan kewajiban. Terkadang ‘mempermak’ diri dengan asesoris Islami supaya dianggap taat dan khusyuk dalam beribadah. ‘Topeng’ dan kepalsuan terkadang lebih dominan dibandingkan kekudusan dan ketulusan dalam mencapai ridho-Nya.

Tabiat Manusia dan Krisis Spiritual

Terjadinya krisis spiritual tidak terlepas dari tabiat manusia yang belum mampu sepenuhnya mengambil makna dan menangkap peristiwa-peristiwa hidup yang ada di sekelingnya. Kegagapan manusia modern yang gagal menyikapi hal tersebut bisa saja disebabkan kondisi batin yang masih labil dan dimensi hati yang diliputi rasa gelisah dan galau.

Baca Juga  Nurcholish Madjid: Modernisasi itu Bukan Sekularisasi!

Merujuk kepada pesan Langit, ada beberapa tabiat manusia dalam Al-Qur’an, yakni:

Pertama, melampaui batas.

“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus: 12)

Kedua, ingkar dan kurang bersyukur.

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” (QS. Al-Anbiya: 6)

Ketiga, suka tergesa-gesa.

“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.(QS. Al-Isra: 11)

Keempat, berkeluh-kesah.

“Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah.” (QS. Al-Ma’arij: 20)

Kelima, lemah.

“ Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”(QS. An-Nisa’: 28)

Keenam, bersusah payah.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al- Balad: 4)

Ketujuh, kikir.

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (QS. Al-Ma’arij: 19)

Kedelapan, suka membantah.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.(QS. Al-Kahfi: 54)

Kesembilan, merasa serba cukup.

“Karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq: 7)

Begitulah tabiat dasar manusia yang digambarkan Allah dalam Al-Qur’an. Sehingga manusia terus diliputi kegelisahan batin dan kegalauan jiwa, apabila ia terus berada dalam ‘penjara-penjara’ kehidupan (istilah Komarudin Hidayat). Belenggu-belenggu itu bisa hilang apabila manusia menyadari hakikat kehadirannya di bumi, serta adanya kesadaran untuk terus ber-taqarub pada Allah, dan tanpa mau ‘didikte’ oleh tradisi lingkungan sekitar yang tanpa mengindahkan rasa kemanusiaan.

Baca Juga  Modernisme Pemberdayaan ala Muhammadiyah, Apa Saja?

Ujian Hidup dan Frekuensi Spiritualitas

Apabila ditelusuri lebih jauh, frekuensi spiritualitas manusia dapat dipengaruhi oleh ujian dan cobaan hidup yang dialami setiap waktu. Seperti pesan Langit yang berbunyi:

Apakah manusia menyangka mereka akan dibiarkan saja mengaku beriman Padahal mereka tidak diuji.”(QS Al-Ankabut: 2)

Menurut Buya HAMKA, di dalam ilmu Balaghah yakni peraturan dalam bahasa Arab, pertanyaan itu namanya: “Istihab Inkari”. Tuhan bertanya, tapi dalam pertanyaan-Nya itu terkandung maksud “tidak”, namun tidak mungkin Tuhan akan membiarkan seseorang mengaku beriman kepada-Nya tanpa diuji. Itu akan kita rasakan masing-masing, dan menurut pepatah orang tua: “Besar kayu besar dahannya kayu kecil kecil pula dahannya.”(HAMKA, 2005: 49)

Biasanya besar kecilnya ujian dan cobaan hidup berbanding lurus dengan tinggi rendahnya frekuensi spiritualitas dan kualitas keimanan serta ketakwaan seseorang hamba kepada Tuhannya.

Dengan ujian dan cobaan hidup itulah Allah dapat membuktikan siapa yang benar-benar berkualitas keimanannya, dan siapakah orang-orang yang seperti emas, rupa saja seperti emas karena sepuhan padahal dalamnya adalah loyang, kena gesek sedikit, maka hilang sepuhannya dan tinggallah asalnya yakni loyang.

“Sesungguhnya telah kami uji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta.” (QS. Al-Ankabut: 3)

Manusia yang paling tinggi status spiritual dan sosialnya tentu ujian dan cobaan hidupnya lebih dahsyat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: “Orang-orang yang lebih banyak mendapat cobaan adalah para nabi.

Kata Buya HAMKA, putusan Allah di muka bumi ini tidak ada jabatan yang lebih tinggi kecuali “Asaddu”, yaitu bersangatan cobaan. Dan cobaan itu sedikit demi sedikit akan bertambah menurut ukuran-ukuran atau tingkatan-tingkatan dalam kehidupan. Kadang-kadang kita mengeluh ketika menerima cobaan karena yang demikian itu adalah tabiat manusia (HAMKA, 2005: 49).

Baca Juga  Sepuluh Ajaran Islam tentang Akhlak Terhadap Lingkungan

Menguatkan Hati Mencerahkan Rohani

Di tengah hiruk-pikuk akhir zaman yang penuh romantika dan problematika ini, sikqp mawas diri dan waspada diri harus terus ditingkatkan. Sebab, siapapun orangnya bisa saja terjerabab pada lembah yang gelap, apabila mengikuti ‘kaca mata kuda budaya masing-masing’ (istilah Buya Syafii Maarif). Maka, sangat perlu menguatkan hati supaya tercerahinya rohani.

Seperti Nabi Muhammad menguatkan hati kita dengan sabdanya yang berbunyi:

“Kalau   Allah menyayangi hambanya maka banyaklah diuji hamba tadi, dan memang cinta itu menghendaki pujian dan cobaan.”

Esensi ujian dan cobaan hidup tidak bisa dilihat dari sudut pandang nafsu kita, akan tetapi harus dilihat dari sudut pandang husnuzhon dalam ‘kaca mata’ Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sebab, keimanan tidak cukup hanya di mulut dan hati saja, namun perlu diuji seberapa kualitas iman mampu meningkatkan frekuensi spiritualitas seorang hamba dalam kehidupan nyata yang pernuh romantika dan problematika, baik tragedi, misteri maupun komedi kehidupan.

Maka ketika bertemu dalam ombak dan gelombang kehidupan, serta cobaan dan ujian hidup maka sepatutnya kita membentengi diri kita dengan ucapan-ucapan yang diajarkan Allah dan disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw., yakni: “Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah.”

Editor: Yahya

Avatar
62 posts

About author
Alumnus Program Pascasarjana (PPs) IAIN Kerinci Program Studi Pendidikan Agama Islam dengan Kosentrasi Studi Pendidikan Karakter. Pendiri Lembaga Pengkajian Islam dan Kebudayaan (LAPIK Center). Aktif sebagai penulis, aktivis kemanusiaan, dan kerukunan antar umat beragama di akar rumput di bawah kaki Gunung Kerinci-Jambi. Pernah mengikuti pelatihan di Lembaga Pendidikan Wartawan Islam “Ummul Quro” Semarang.
Articles
Related posts
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…
Akhlak

Hidup Sehat ala Rasulullah dengan Mengatur Pola Tidur

4 Mins read
Mengatur pola tidur adalah salah satu rahasia sehat Nabi Muhammad Saw. Sebab hidup yang berkualitas itu bukan hanya asupannya saja yang harus…
Akhlak

Jangan Biarkan Iri Hati Membelenggu Kebahagiaanmu

3 Mins read
Kebahagiaan merupakan hal penting yang menjadi tujuan semua manusia di muka bumi ini. Semua orang rela bekerja keras dan berusaha untuk mencapai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *