Feature

Membangun Peradaban Berbasis Iqra’ dan Wasjud

3 Mins read

Peradaban yang di bangun oleh Muhammad saw adalah peradaban intelektual yang religius. Ada dua aspek yang sangat menonjol dalam peradaban ditawarkan oleh Nabi Muhammad yaitu peradaban iqra‘ dan peradabab wasjud (sujud).

Sangat menarik karena ayat pertama diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad adalah yang berkaitan dengan aspek intelektual. Ini artinya bahwa peradaban itu haruslah dibangun dengan dorongan untuk mengembangkan aspek keilmuan atau intelektual.

Tuhan menggunakan kata perintah atau fi’il amar dalam ayat pertama surah Al-‘Alaq. Dalam kaidah fiqhiyah ada ungkapan “al ashlu fil amri lil wujub”, asal dari perintah adalah wajib. Maka perintah membaca wahyu yang pertama turun adalah wajib, membaca itu adalah suatu keniscayaan.

Umat yang malas memanfaatkan fasilitas baca yang diperintahkan oleh Tuhan akan mengalami ketertinggalan peradaban. Betapa luasnya obyek bacaan yang disiapkan oleh Tuhan untuk manusia, perintah iqra’ di surah Al-‘Alaq ini tidak punya obyek, dalam kajian kebahasaan fiil muataaddi yang tidak punya obyek maka obyeknya bersifat umum, bukan saja ayat ayat qauliyah tetapi juga ayat ayat kauniyah.

Betapa maha murahnya Tuhan telah menghamparkan hidangan bacaannya yang begitu luas kepada manusia, bacaan yang holistik. Hanya manusia yang mampu menangkap fasilitas yang telah di siapkan oleh Tuhan diatas bumi ini. Makhluk yang lain hanya menikmati fasilitas tapi tidak mampu untuk berkreasi.

Dalam ayat satu sampai lima dari surah Al Alaq, ada dua fasilitas yang diberikan oleh Tuhan kepada Muhammad dan umat manusia secara keseluruhan, yakni membaca dan menulis atau iqra’ dan qalam. Dua fasiltas ini sangat berharga untuk kemajuan suatu peradaban. Kedua model pembentuk peradaban ini,sangat familier pada zaman Nabi.

Baca Juga  Suku Boti: Penjaga Alam NTT

Membaca Sebagai Prinsip Utama

Betapa Nabi Muhammad dan para sahabatnya menjadikan membaca dalam arti yang luas sebagai prinsip utama dalam menjalankan misi dakwahnya. Karena secara bahasa iqra‘ itu mempunyai banyak arti, yaitu membaca,menelaah, meneliti, menghimpun.

Proses pendidikan yang dikedepankan oleh Muhammad selalu mendorong para sahabatnya untuk selalu berada dalam lingkup keilmuan. Kalau kita membaca kitab kitab hadis betapa banyaknya anjuran untuk menuntuk ilmu, bahkan kita dianjurkan untuk menuntut ilmu dari ayunan sampai ke liang lahad.

Prototip Muhammad adalah pengejawantahan dari iqra’, itulah sebabnya selepas dari penyendirian di gua hira, untuk menerima perintah iqra’ dari Tuhannya, Nabu Muhammad langsung menerapkannya dalam proses dakwah.

Itu sebabnya dalam hijrah ke madinah Muhammad langsung menerapkan metode ber iqra dalam membangun masyrakat madinah, yakni menggalakkan kajian keilmuan kepada para sahabatnya. Peradaban keilmuan yang dicoba dibangun oleh Nabi sangat berpengaruh terhadap proses dakwah Nabi di madinah. Hanya dalam tempo sepuluh tahun, Muhammad berhasil membangun masyarakat yang madaniah, bermoral, berakhlak, berilmu dan beriman.

Fasiltas kedua yang tawarkan adalah surah Al-Qalam atau pena. Ini adalah visualisasi dari peradaban iqra’. Kalau kita mencoba membaca peradaban Islam secara holistik, peradaban tulisan ini menjadi asset yang sangat menonjol dari peninggalan ulama terdahulu. Mereka sangat produktif dalam menghasilkan karya intelektual.

Ulama-ulama pasca para sahabat sampai pada era Al Gazali banyak menghasilkan karya intelektual, sekalipun fasilitas alat tulis yang mereka miliki sangat terbatas, tapi bisa menghasilkan karya yang begitu banyak. Dan tulisan-tulisan ulama terdahulu menjadi bahan bacaan yang tidak pernah basi bagi generasi berikutnya. Itulah yang perlu menjadi contoh betapa generasi awal sangat mengedepankan peradaban iqra’ dan peradaban qalam atau tulisan dalam mewarnai perjalanan hidupnya.

Baca Juga  Bukan 75, NKRI Sebenarnya Berumur 70 tahun

Peradaban Iqra’

Prof Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Quran (1992), ketika mencoba melihat sisi perbedaan antara iqra pertama dengan iqra yang kedua dalam surah Al Alaq, yakni pada perintah pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca, sedangkan perintah kedua menjanjikan manfaat yang diperoleh dari bacaan tersebut.

Tuhan dalam ayat ketiga ini menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca “demi karena Allah” maka Allah akan menganugrahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman pemahaman, wawasan wawancara baru walaupun yang dibacanya itu itu juga.

Tuhan menggunakan kata “akram”suatu kata yang dalam kajian kebahasaan dinamakan “ismu tafdil”, yang bermakna “ter”, jadi makna rabbukal akram adalah Tuhanmu yang Maha Pemurah. Orang yang banyak memanfaatkan fasilitas baca, Tuhan tidak akan tinggal diam, Dia akan memanfaatkan kemurahannya yakni memberika ilmu terhadap orang tersebut.

Ini selaras dengan pernyataan Tuhan dalam Al Quran “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”(QS. 58.11). Di sini Tuhan menggunakan kata “darajat” yang merupakan bentuk jamak (banyak), bahwa orang yang berilmu itu berada dalam tanggungannya.

Kapasitas orang yang berilmu dalam pandangan Tuhan itu sangat bernilai. Dan untuk sampai kekapasitas keilmuan yang diinginkan oleh Tuhan adalah dengan banyaknya membaca serta mencoba memvisualisasikan bacaannya dalam bentuk qalam, sebagaimana yang telah diterapkan oleh ulama ulama terdahulu, bukan hanya fasih menyampaikan misi kebenaran dalam bentuk lisan tapi juga fasih dalam bentuk karya karya intelektual dalam bentuk tulisan.

***

Namun demikian pembacaan ulama ulama terdahulu bukanlah membaca tanpa landasan spritual, seperti kebanyakan para orientalis barat yang pembacaannya sangat maju, namun sisi spritualnya sangat keropos.

Baca Juga  Corak Seni Keislaman dalam Masyarakat Bolaang Mongondow

Pembacaan yang diwariskan oleh Nabi dan para penerusnya adalah pembacaan yang holistik, pembacaan yang betul betul merujuk ke surah Al Alaq yakni pembacaan yang melibatkan Tuhan yakni dengan bismi rabbika, suatu pembacaan memanfaatkan fasilitas sujud tentang kebesaran dan keagungan kepada sang pemberi ilmu yakni Tuhan, sebagaimana penutup dari surah Al Alaq yakni “Wasjud”yakni lakukan banyak sujud setelah ber iqra niscaya kamu akan sampai kepada Tuhan lewat kata “waktarib”.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Avatar
41 posts

About author
Kepala Madrasah Aliyah Nuhiyah Pambusuang, Sulawesi Barat.
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds