Tasawuf

Buah Meneladani Sifat-Sifat Allah SWT

3 Mins read

Masyhur sekali pendapat yang menyatakan bahwa Allah SWT memiliki 99 sifat. Akan tetapi, hemat saya, pendapat yang demikian kurang tepat. Di dalam Al-Qur’an saja terdapat sebanyak 127 sifat/nama yang menunjuk-Nya. Hal ini belum termasuk hadis-hadis, yang bisa jadi bila dihimpun semuanya, dapat mencapai ratusan sifat-sifat/nama indah Allah SWT.

Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Besar. Tepat sekali para ulama di Indonesia yang menafsirkan kalimat Allahu Akbar dengan Allah Maha Besar, bukan Allah Lebih Besar walaupun redaksi kalimat takbir tersebut dalam ilmu nahwu disebut ism tafdil atau kalimat superlatif yang mengandung arti adanya dua pihak yang salah satu diantaranya melebihi yang lain.

Dasar penggunaan ism tafdil atau superlatif tersebut disingkirkan terjemahannya oleh para ulama di Indonesia, yang seharusnya lebih tepat berbunyi Allah Lebih Besar, tetapi oleh para ulama dijadikan Allah Maha Besar. Agar tidak terjadi perbandingan antara Allah Yang Maha Besar itu dengan selain-Nya.

Begitu pula mengenai sifat-sifat-Nya. Menurut saya, pandangan yang menyatakan bahwa sifat Allah SWT hanya berjumlah 99 itu harus kita singkirkan. Saya sangat yakin dan percaya, dengan kekuasaan dan kemampuan-Nya, sifat Allah SWT bisa jauh lebih banyak dan melampaui dari yang 99 itu. Saya lebih cenderung mengatakan bahwa sifat-sifat Allah SWT tidak terbatas, hal ini didasarkan dengan kekuasaan-Nya Yang tidak terbatas pula.

Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai jumlah sifat-sifat Allah SWT tersebut, manusia sebagai khalifah di muka bumi sudah barang tentu diharuskan berusaha meneladani sifat-sifat-Nya dalam upayanya untuk menuju kesempurnan akhlak, memelihara bumi, dan menghindari kerusakan yang diakibatkan oleh tangan manusia itu sendiri.

Manusia juga dituntut harus selalu menjaga keharmonisan, baik yang bersifat sosial maupun yang bersifat transedental. Menurut Imam al-Ghazali, kesemua sifat Allah SWT tersebut dapat diteladani kecuali satu sifat, yaitu; sifat Ketuhanan-Nya. Sifat-sifat Allah itulah yang dapat menjadi sumber dan indikator akhlak yang terpuji.

Baca Juga  Berdoa Tak Berarti Tidak Ridha dengan Kepastian Allah

Upaya Meneladani Sifat-Sifat Allah SWT

Dalam upaya meneladani sifat-sifat Allah SWT, diperlukan pengenalan terhadap Allah SWT dan sifat-sifat-Nya. Semakin baik pengenalan itu, maka semakin besar pula kemungkinan berhasil dalam meneladani-Nya. Setidaknya, ada dua cara untuk mengenali sifat-sifat Allah SWT; pertama, mendalami teologi dan kedua dengan cara menelusuri jalan yang mengantar untuk mengenal-Nya atau biasa disebut suluk oleh para pengamal tasawuf.

Dalam upaya meneladani sifat-sifat-Nya, banyak para sufi yang memberi kesan bahwa tasawuf adalah satu-satunya jalan untuk mengenal Allah SWT. Yakni melalui pengajaran dari dalam diri (ihsan) bukan dari luar (teologi). Mereka yang berada dalam kelompok pengamal tasawuf, memerlukan guru (mursyid) dalam rangka menyiapkan jiwanya agar mampu dan siap melakukan pengenalan terhadap Allah SWT dari dalam dirinya.

Setelah melalui tahapan demi tahapan, mereka sedikit demi sedikit menanjak ke alam ruh. Sehingga pada akhirnya, ia tidak lagi mengandalkan yang dari luar itu. Maka, yang bersangkutan akan terus meningkat dan meningkat hingga mencapai peringkat yang diridai Allah SWT (tingkat ma’rifat) walaupun peringkat tersebut tidak sekelas dengan peringkat Nabi dan Rasul SAW.

Barang siapa yang berhasil meneladani sifat-sifat Allah SWT, niscaya akan lahir secercah sifat Allah SWT yang diteladaninya dari perilakunya, baik secara lahiriyah maupun batiniyah. Berikut akan diberikan beberapa contoh, buah dari meneladani sifat-sifat Allah SWT yang dapat mengejewantah dalam diri manusia.

Buah Meneladani Sifat-Sifat Allah

Pertama, buah meneladani sifat ­ar-Rahman (Sang pemberi kasih bagi seluruh makhluk di seluruh persada bumi ini). Mereka yang berhasil meneladani sifat ini, akan memberi kasih kepada semua makhluk tanpa terkecuali. Baik kepada muslim, teis, maupun ateis, binatang, tumbuh-tumbuhan, bahkan terhadap makhluk-makhluk yang menurut kebanyakan orang tidak bernyawa sekalipun. Sehingga, dunia akan terasa aman, damai tenteram, dan harmonis karena kasih yang dicurahkannya.

Baca Juga  Menghidupkan Spiritualitas di Era Modern dengan Neo Sufisme

Kedua, buah meneladani sifat ar-Rahim (Sang pemberi rahmat di hari kemudian). Mereka yang berhasil meneladani sifat ini, akan memberi kasih kepada saudaranya yang beriman sambil meyakini tiada kebahagiaan kecuali jika saudaranya sesama muslim juga mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya di hari akhir kelak.

Ketiga, buah meneladani sifat al-Quddus (Yang Maha Suci). Mereka yang berhasil meneladani sifat ini, akan selalu berusaha menyucikan dirinya, baik lahir maupun batin. Serta selalu berusaha mengembangkan potensi-potensi dari dalam dirinya sehingga tidak keluar dari dalam mulutnya kecuali kata-kata yang baik. Tidak akan menyimpang pula perilakunya kecuali tingkah laku yang diridai oleh Allah SWT.

***

Keempat, buah meneladani sifat al-‘Afuw (Maha Pemaaf). Mereka yang berhasil meneladani sifat ini, akan terbuka hatinya untuk selalu membuka terlebih dahulu pintu maaf bagi orang yang menyakitinya walaupun yang menyakitinya belum meminta maaf. Boleh jadi juga, mereka tidak akan membalas keburukan dengan keburukan tetapi akan dibalas dengan yang lebih baik (better). Bukan hanya sekedar yang baik (good), atau bisa jadi mereka tidak merasa sedang disakiti walaupun dalam pandangan umum ia sedang disakiti.

Kelima, buah meneledani sifat al-‘Alim (Maha Mengetahui). Mereka yang berhasil meneladani sifat ini, akan lahir darinya upaya berkelanjutan untuk terus mencari ilmu. Dalam upayanya terus mencari ilmu, merrka akan menyadari bahwa dengan ilmu, mereka akan dapat menggunakan secara maksimal seluruh potensi yang dianugerahkan Allah SWT kepada dirinya sebagaimana juga pesan-pesan profetik yang menuntut kita bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu.

Dalam konteks ini, ilmu yang diraih tidak hanya yang bersifat empiris, tetapi juga ilmu yang bersifat non-empiris yang hanya dapat diraih dengan kesucian jiwa dan kejernihan kalbu. Begitu seterusnya sehingga menjadi muslim yang ber-akhlakul karimah dan berkarakter insan kamil.

***

Demikianlah akhlak mulia sebagai buah dari upaya keras meneladani sifat-sifat Allah SWT, akhlak mulia juga dapat menjadikan seseorang selalu hidup dalam pembaktian dan penghambaan diri kepada Allah SWT dan senantiasa harmonis dalam interaksi sosialnya. Wallahu’alam.  

Editor: Yahya FR


Iklan kemitraan Lazismu.org

Ibnul Jauzi Abdul Ceasar
1 posts

About author
Alumnus PPs MIAI UII Yogyakarta
Articles
Related posts
Tasawuf

Membaca Sejarah Munculnya Tasawuf dalam Islam

4 Mins read
Membaca sejarah tasawuf awal akan membawa kita pada beberapa pertanyaan. Misalnya, bagaimana sejarah tasawuf pada periode awal itu muncul, bagaimana corak dari…
Tasawuf

Rahasia Hidup Zuhud Imam Hasan Al-Bashri

2 Mins read
Salah satu kajian yang menarik dari sosok Hasan Al-Bashri adalah tentang “Zuhud”. Membahas zuhud adalah tentang bagaimana cara beberapa sufi hidup sederhana…
Tasawuf

Konsep Syukur Menurut Abu Hasan Asy-Syadzili

5 Mins read
Abu al-Hasan Asy-Syadzili Ali ibn Abdillah ibn Abd al-Jabbar lahir di Ghumarah di daerah Maghribi atau Maroko pada tahun 593 H atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds