Feature

Maulid Nabi, Rumah Kelahiran Rasulullah yang Kini Jadi Perpustakaan

2 Mins read

Maulid Nabi, sekilas kalimat itu mengingatkan kita pada hari kelahiran sosok kekasih Allah, yakni Nabi Muhammad Saw. Sosok yang lahir pada 12 Rabiul Awal 571 Masehi itu seolah-olah mendapat restu dari penduduk langit dan bumi. Berbagai kejadian luar biasa ikutserta menyelimuti hari kelahiran Rasulullah saat itu.

Namun Maulid Nabi dalam tulisan ini bukan merujuk pada tradisi atau sejenis perayaan hari kelahiran Nabi yang di beberapa negara, termasuk Indonesia sering merayakannya. Melainkan, Maulid Nabi di sini yang dimaksud adalah rumah kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Dimana Nabi Muhammad Saw lahir di rumah yang begitu sederhana, yakni rumah kakeknya Abdul Muthalib.

Nabi Muhammad tumbuh menjadi pemuda yang cerdas dan pendakwah risalah Islam di Makkah. Kendati dakwahnya diterima, justru Nabi mendapat cacian, hinaan, makian bahkan ancaman dibunuh dari para petinggi Makkah kala itu. Situasi dan kondisi itulah yang membuat Rasululah Saw memutuskan diri hijrah ke Madinah. Sejak hijrah ke Madinah, rumah kelahiran Nabi diserahkan kepada Aqil, putra pamannya.

Perpindahan kepemilikan rumah itu terus berlanjut pada keturunan Aqil. Beralih kepemilikan kepada Muhammad bin Yusuf at-Tsaqafi di masa dinasti Umayyah hingga akhirnya dibeli oleh Khaizuran, istri daripada Khalifah Abbasiyah Al-Mahdi dan ibu dari kedua Khalifah Al-Hadi dan Harun Al-Rasyid.

Diketahui juga, bahwa tempat rumah Nabi Muhammad pernah dibangun sebuah masjid bernama Al-Khaizuran. Namun bangunan masjid itu dihancurkan dan dijadikan perpustakaan oleh Syaikh Abbas.

Dalam buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kemenag, menyebutkan bahwa rumah Rasulullah Saw dipugar menjadi perpustakaan pada 1370/1950 M oleh Syaikh Abbas Qatthan dengan uang pribadinya.

Syaikh Abbas meminta izin kepada Raja Arab Saudi King Abdul Aziz untuk tempat itu dibangun perpustakaan. Perpustakaan itu diberi nama Maktabah Makkah Mukarramah. Bangunan perpustakaan itu tetap berdiri kokoh hingga saat ini. Letaknya di sebelah timur halaman timur Masjidil Haram.

Baca Juga  Perempuan, Seksisme, dan Media Patriarki

Meskipun bangunan itu penuh dengan nilai sejarah, namun umat Islam tidak bisa menelusuri bahkan merasakan napak tilas tempat yang menjadi bagian dari kehidupan Rasulullah itu. Sebab ditutup rapat oleh pemerintah setempat.

Di awal-awal, bangunan perpustakaan itu dibuka lebar bagi peziarah yang hendak berkunjung ke rumah kelahiran Nabi. Tapi seiring berjalannya waktu, perpustakaan itu ditutup rapat meski di musim haji sekalipun.

Pasalnya, peraturan baru pemerintah Arab Saudi tidak menginginkan terjadinya pengkultusan atas rumah kelahiran Rasulullah Saw. Bahkan dibuat beberapa peraturan, salah satunya adalah tentang larangan bagi para peziarah untuk melakukan ibadah, berdoa, memuji-muji di tempat itu. Hal ini dinilai berkaitan erat dengan akidah yang konsekuensinya sangat besar.

Namun bagi jemaah haji dan umrah yang hendak berziarah atau berkunjung ke rumah kelahiran Rasulullah Saw, boleh saja, tapi hanya di depan bangunannya. Para jemaah bisa melihat dan berfoto-foto untuk sekedar kenang-kenangan yang dibawah pulang.

Bangunan Maulid Nabi yang kini dialihfungsikan menjadi perpustakaan itu juga dekat dengan bukit Shafa dan Marwa, tempat dimana para jemaah haji dan umrah melaksanakan sa’i.

Avatar
37 posts

About author
Muhammad Saleh Kader PK IMM Hajjah Nuriyah Shabran Cabang Sukoharjo Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta PD IPM SUMBAWA
Articles
Related posts
Feature

Air Kata Joko Pinurbo: Sebuah Obituari

4 Mins read
JOKO PINURBO bersedia tampil di acara “Wisata Sastra” di Jogja beberapa tahun lalu, dengan syarat: satu-dua nama penyair/cerpenis — yang ia duga…
Feature

Kedekatan Maulana Muhammad Ali dengan Para Tokoh Indonesia

3 Mins read
Ketika kita melakukan penelusuran terhadap nama Maulana Muhammad Ali, terdapat dua kemungkinan yang muncul, yakni Maulana Muhammad Ali Ahmadiyah Lahore dan Maulana…
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *