Perspektif

Mencari Titik Temu Kepemimpinan Milenial

4 Mins read

Oleh: Achmad Santoso *

Student today, leader tomorrow.” Kredo itu kali pertama saya dengar dari tokoh progresif Muhammadiyah, Prof Dr H Abdul Malik Fadjar MSc. Jika diterjemahkan secara bebas, empat kata tersebut memiliki makna: “Hari ini murid, esok pemimpin.” Malik Fadjar, misalnya, menyampaikan demikian saat mengisi kuliah tamu di UMM dalam acara Pengenalan Studi Mahasiswa Baru (Pesmaba) 2011.

Menurut Malik Fadjar, saat menjadi mahasiswa, mereka harus mengoptimalkan bakat agar terasah dengan baik untuk menyiapkan kepemimpinan di masa mendatang. “Saudara-Saudara merupakan student today, leader tomorrow,” ujarnya di hadapan 5.953 maba UMM kala itu, Sabtu (20/8/2011).

***

Kalimat pembakar semangat itu pula yang diduplikasi mantan Mendikbud Prof Dr Muhadjir Effendy MAP tatkala menjadi pembina upacara di Kupang, NTT, hampir sewindu berselang, 2018. Muhadjir beranggapan, persaingan dengan negara-negara lain yang semakin ketat mau tidak mau membuat pelajar harus terus meningkatkan semangat belajar sesuai dengan janji siswa yang mereka ucapkan.

“Dua puluh tahun yang akan datang,” kata mantan rektor UMM itu, “kamu yang akan memimpin Indonesia ini.” Masa depan bangsa Indonesia akan berada di tangan para pelajar saat ini. “Student today, leader tomorrow. Sekarang kamu pelajar, besok kamu adalah pemimpin,” tutur ketua PP Muhammadiyah yang kini menjabat menteri PMK di era Kabinet Indonesia Maju tersebut.

Mencari Patron Leadership Skill

Kebutuhan akan kemampuan kepemimpinan merupakan investasi masa depan. Generasi milenial, generasi paling kiwari, pun mesti diberi bekal karakter kepemimpinan yang kuat. Sudah banyak bukti yang terserak bahwa faktor leadership sering kali lebih berpengaruh terhadap kesuksesan hidup seseorang daripada, katakanlah, kecerdasan otak semata. Di Indonesia, misalnya, seorang Ahmad Zaky, pendiri Bukalapak yang alumnus TK ABA itu, jelas mengandalkan kemampuan leadership-nya untuk mengorganisasi perusahaan berikut karyawan-karyawannya.

Baca Juga  ”Kristen Alus”: Embrio Gerakan Pembaruan Muhammadiyah

Lantas, tanpa kemampuan memimpin yang mumpuni, mustahil rasanya Nadiem Makarim dan perusahaan multiplatform berbasis daringnya, Gojek, bisa survive dan bahkan berkembang pesat. Berkat pembacaan yang visioner, Nadiem Makarim menjadikan Gojek, perusahaan rintisan anak negeri, head-to-head dengan Grab yang merupakan produk luar. Potensi itu pula yang diamati Presiden Jokowi sehingga menabalkannya sebagai Mendikbud. Belum lagi Traveloka dan Tokopedia yang juga diteroka oleh anak-anak muda Indonesia dengan daya kepemimpinan yang mumpuni.

Gaya-gaya kepemimpinan milenial juga tersaji secara apik dalam buku Muslim Milenial karangan Subhan Setowara dkk. Di samping disuguhi kosakata khas milenial seperti hoax, post-truth, kontranarasi, crowdfund, storytelling, jihad digital, empati digital, sufi milenial, hingga ustad Google, Anda juga bakal merasakan ragam sensasi generasi milenial bisa mengandalkan jiwa leadership masing-masing. Ada Lusia Afrian Kiroyan yang mengelola prison industry, industri berbasis pemberdayaan narapidana. Lantas, Fahd Pahedepie yang kuat di narasi dan storytelling-nya. Juga beberapa tokoh lain yang giat menyuarakan perdamaian mulai Aceh hingga Sulawesi.

***

Akan tetapi, seperti kata Agus Salim, tokoh pergerakan nasional, memimpin itu menderita! Sebagaimana dinukil dari tirto.id (4/11/2017), Agus Salim adalah contoh pemimpin yang berani susah. “Jalan pemimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin adalah jalan yang menderita. Seperti bunyi pepatah kuno Belanda: leiden is lijden —memimpin adalah menderita.”

Nadiem Makarim, Ahmad Zaky, dan tokoh-tokoh muda berpengaruh lainnya pasti mengamini apa yang pernah dikatakan Agus Salim. Keduanya mesti bertungkus lumus lebih dahulu untuk kemudian bisa cukup mapan dan sukses seperti sekarang.

Generasi milenial, agar kuat mental, mesti dibekali leaderhip skill yang cukup. Hal itu karena milenial, apalagi generasi alfa kelak, sering memusatkan kegiatan pada dunia digital. Oleh karena itu, interaksi langsung dengan sesama amat kurang. Itulah yang membuat generasi-generasi ini mudah goyah. Demikian pendapat Bernando J. Sutjipto, masih dalam buku Muslim Milenial.

”Milenial, harus diakui, belum punya kerangka epistemologis ataupun paradigma teoretis yang sanggup membingkai wacana-wacana milenial secara menyeluruh (hal 56),” katanya. Bernando mewanti-wanti gaya hidup kekinian remaja milenial agar senantiasa bersikap kritis dan tak gampang meniru. Sebab, wilayah virtual tempat kesadaran kritis mereka masih kalah oleh luapan emosi dan hamburan opini.

Baca Juga  Perlukah Ustadz Pengajian Diboikot Karena Perbedaan Pendapat?

***

Dalam buku Lead or Leave It to Millennial, terdapat empat teknik memimpin bagi generasi milenial. Cara pertama adalah membangkitkan mereka dengan cara mendorong untuk menyampaikan ide-ide kreatif dan inovatif. Cara pertama ini terbukti secara efektif meningkatkan motivasi mereka karena mereka merasa sangat dihargai dan dilibatkan. Cara kedua ialah memodifikasi ide-ide mereka.

Meskipun generasi milenial sangat kreatif dan inovatif, jelas tidak semua ide-ide mereka bisa dilaksanakan. Cara ketiga adalah menghadirkan umpan balik bagi mereka. Cambukan ini begitu berdaya guna untuk memastikan motivasi para generasi muda ini terus membara. Cara keempat ialah give alternative and limited direction. Artinya, mereka diberi alternatif dan arahan atau perintah yang terbatas. Cara ini bisa digunakan jika tiga cambukan di atas ternyata belum mampu membangkitkan semangat.

Milenial Dalam Era Mobilisasi dan Orkestrasi

Tahun 2019 ini Rhenald Kasali menelurkan buku berjudul #MO: Sebuah Dunia Baru yang Membuat Banyak Orang Gagal Paham. Buku itu secara umum menggambarkan bahwa era sekarang banyak orang sukses yang mengandalkan gaya mobilisasi dan orkestrasi. Barangkali itulah gaya komunikasi paling mutakhir seseorang agar dengan mudah memengaruhi massa. Dalam salah satu ulasannya, Rhenald menyatakan bahwa kita membutuhkan power untuk melakukan mobilisasi (gerakan). Namun, sebagian besar masih mengandalkan old power. Padahal, lawan-lawan sudah hidup dalam era new power.

Dalam pandangan penggagas Rumah Perubahan ini, para pemimpin sekarang (harus) sudah pandai membuat mobilisasi dan orkestrasi. Sebagai contoh, mengutip #MO (hal. 8), Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memobilisasi dan mengorkestrasi kebudayaan dan ASN-nya untuk terlibat dalam 99 event kebudayaan sepanjang tahun 2019 dalam program pariwisata. Di antaranya, pertunjukan kolosal tarian gandrung sewu yang melibatkan 1.200 pelajar. Hasilnya, dari hanya dikunjungi 5.000 turis sepanjang tahun 2006, pada 2018 setiap hari ada 1.200 pengunjung yang datang melalui Bandara Banyuwangi saja.

Baca Juga  Jokowi dan Bahasa Kesederhanaannya

Generasi milenial ini ke depan akan berjumpa dengan pekerjaan-pekerjaan yang sangat mungkin berbeda dengan hari ini. Terutama pekerjaan-pekerjaan yang berkelindan dengan teknologi-informasi. Tepatlah kiranya apa yang dijadikan rambu-rambu Rhenald Kasali tersebut kepada generasi langgas. Ke depan pula, generasi sekarang ini mesti mampu menjadi leader yang cakap dalam mengelola perusahaan rintisan (start-up) yang diprediksi menjamur.

Dalam kaitan ini, Rhenald Kasali menulis 10 masukan yang mesti dimiliki seorang pelaku usaha dan regulator. Pertama, konsumen dimanjakan. Kedua, the man is no longer the main. Ketiga, crowd bertenaga besar. Keempat, storrytelling dan drama memanipulasi data. Kelima, industri menjadi arena. Keenam, kolaborasi lebih baik. Ketujuh, kemampuan mobilisasi. Kedelapan, berpikir eksploratif. Kesembilan, konsumen menjadi partisipan. Kesepuluh, inovasi lebih terbuka. Pada intinya, jangan sampai generasi milenial gagap dan kemudian gagal paham dengan menyeruaknya gerakan mobilisasi dan orkestrasi.

.

*Editor bahasa Jawa Pos, pegiat JIMM

Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *