Perspektif

Bagaimana Melaksanakan Ibadah Ramadan Selama Wabah Covid-19?

3 Mins read

Beribadah selama bulan suci Ramadan selalu dinanti oleh umat muslim sedunia. Ini adalah bulan spesial bagi setiap muslim. Mereka menantikannya sekali dalam satu tahun. Ada pengalaman spiritual, kebudayaan dan sosial yang dialami tiap muslim. Pada tahun ini, berdasarkan perhitungan kalender Islam, 1 Ramadan 1441 Hijriah berarti tanggal 24 April 2020. Tidak lama lagi, momen istimewa keagamaan ini akan segera menjumpai umat muslim. Tapi kita semua tahu, sangatlah mustahil merayakannya secara kolektif seperti biasa. Sebagai umat muslim, kita tengah diuji dengan menyebarnya wabah Covid-19.

Berdasarkan Situation Report-77 yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga tanggal 6 April 2020, di seluruh dunia terdapat 1.247.505 kasus Covid-19 dengan angka kematian mencapai 69.215 orang. Indonesia punya 2.273 kasus dengan korban meninggal 198.

Masih mengutip rilis WHO, bisa disimpulkan bahwa tingkat kematian di Indonesia cukup tinggi. Malaysia punya 3.662 kasus dengan angka kematian 61, Brunei Darussalam punya 135 kasus dengan 1 kematian, Saudi Arabia punya 2.463 kasus dengan 34 angka kematian, dan Mesir punya 1.173 kasus dengan angka kematian 78. Tingginya angka kematian di Indonesia selama penyebaran wabah Covid-19 mendorong kita semua sebagai pemeluk agama Islam untuk mengkhidmati Ramadan tahun ini dengan cara berbeda.

Fatwa Ramadan Muhammadiyah

Pada tanggal 24 Maret 2020, Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPM) merilis surat Edaran Nomor 02/EDR/I.0/2020 tentang Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19. Surat edaran ini dibuat berdasarkan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 21 Maret 2020.

Terdapat empat poin penting bagaimana melaksanakan ibadah selama bulan Ramadan 1441 H. Berikut dikutipkan:

  1. Salat tarawih dilakukan di rumah masing-masing dan takmir tidak perlu mengadakan salat berjamaah di masjid, musala dan sejenisnya, termasuk kegiatan Ramadan yang lain (ceramah-ceramah, tadarus berjamaah, iktikaf dan kegiatan berjamaah lainnya).
  2. Puasa Ramadan tetap dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan kondisi kekebalan tubuhnya menurun, maka tidak wajib berpuasa
  3. Tenaga kesehatan yang bertugas dalam pelayanan publik di rumah sakit, klinik, dan lain sebagainya, dapat meninggalkan puasa Ramadan demi menjaga kekebalan tubuh tetap prima
  4. Salat Idul Fitri dan seluruh rangkaiannya (mudik, pawai takbir, halal bihalal, dan lain sebagainya) tidak perlu diselenggarakan jika wabah belum mereda. Kumandang takbir dapat dilakukan di rumah masing-masing.
Baca Juga  Menghadirkan Tuhan Lewat Ingatan Masa Lalu, Mungkinkah?

Fatwa Kementrian Agama

Belum lama ini, menyusul Muhammadiyah, Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag) merilis Surat Edaran Nomor: SE. 6 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di tengah Pandemi Wabah Covid-19. Surat edaran ini ditetapkan pada tanggal 6 April 2020.

Beberapa poin penekanan penting surat edaran ini adalah sebagai berikut:

  1. Sahur dan buka puasa dilakukan oleh individu dan keluarga inti, tidak perlu melaksanakan sahur atau buka puasa bersama.  
  2. Salat tarawih dilakukan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah
  3. Tilawah atau tadarus Al-Qur’an dilakukan di rumah masing-masing berdasarkan perintah Rasulullah SAW untuk menyinari rumah dengan tilawah Al-Qur’an
  4. Buka puasa bersama di lembaga pemerintahan, swasta, masjid maupun musala ditiadakan
  5. Peringatan Nuzulul Qur’an dalam bentuk tablig dengan menghadirkan penceramah dan massa dalam jumlah besar, baik di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid dan musalah ditiadakan
  6. Tidak melakukan iktikaf pada 10 (sepuluh) malam terakhir bulan Ramadan di masjid atau musala
  7. Salat Idul Fitri secara berjamaah di masjid atau lapangan ditiadakan, hingga menunggu Fatwa MUI berikutnya
  8. Tidak melakukan salat tarawih keliling, takbiran keliling (cukup di masjid/musala melalui pengeras suara) dan melaksanakan pesantren kilat (kecuali melalui media daring/elektronik).
  9. Silaturahim dan halal bihalal ketika hari raya Idul Fitri dapat dilakukan melalui media sosial dan video call/conference.

ZIS, Hand Sanitizer dan Mudik

Meski nyaris seluruh aktifitas keagamaan dibatasi dan diisolir, beberapa kegiatan berkaitan dengan Ramadan masih harus dilakukan. Misalnya panitia Zakat, Infak dan Sedekah masih harus berinteraksi dengan banyak jamaah. Tenaga kesehatan dan relawan bantuan publik yang harus bekerja selama bulan Ramadan atau takmir masjid/musala yang harus bertugas tiap hari. Mereka tidak bisa bekerja tanpa interaksi langsung.

Baca Juga  Remaja di Barat Alami Krisis Identitas, Apa Penyebabnya?

Maka, sangat penting untuk membantu menyediakan sebisa mungkin masker, hand sanitizer, sarung tangan, sabun cuci tangan, baik di rumah, perkantoran, kampus, masjid, musala, dan pasar.

Bagi kaum muslim yang hendak “pulang kampung” atau mudik, bertemu sanak famili di kampung halaman, perlu mempertimbangkan banyak hal. Kesehatan keluarga anda di kampung sangatlah penting untuk dijaga. Ajaran Islam memerintahkan setiap muslim menjaga kesehatan keluarganya.

Jika anda sehari-hari bekerja di kota-kota dengan kasus Covid-19 seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Solo dan lain sebagainya, maka anda tidak boleh mudik. Jika pun anda bekerja di kota dengan kasus Covid-19 yang rendah, bukan berarti anda boleh mudik. Waspada adalah bagian dari ikhtiar dalam rangka mencegah kemudaratan.

Ramadan 1441 H: Bersuci Secara Radikal

Fatwa Muhammadiyah dan MUI memberi gambaran bagaimana kita menjalankan bulan Ramadan kali ini. Tidak ada tarawih berjamaah di masjid atau musala. Begitu juga dengan kemungkinan paling tidak mengenakkan yakni tiada salat Idul Fitri berjamaah. Seluruh aktifitas keagamaan dengan keterlibatan banyak orang harus dihindari.

Ramadan 1441 H ini menjadi momentum penting bagi umat Islam untuk mengimani perintah-perintah pelestarian lingkungan. Bagaimana pun, kehidupan umat manusia tidak mungkin terlepas dari kualitas lingkungan hidup.

Jika lingkungan dirusak akibat penambangan batu bara, penebangan hutan untuk alih lahan menjadi perkebunan sawit, serta penghancuran hutan untuk pembangunan waduk atau pembangkit listrik, maka akan ada banyak wabah berikutnya yang menanti kita. Cukuplah Ramadan tahun ini menjadi teguran bagi kita ummat muslim.

Berdasarkan sudut pandang kemajuan sains, hubungan antara manusia dan alam akan semakin rumit. Ramadan tahun ini mengajarkan kita untuk kembali bersuci dengan pengertian yang radikal. Saat ini kita sedang diajarkan bagaimana hakikat dan faedah “bersuci dan mensucikan diri”. Selama ini kita memahami “bersuci dan mensucikan diri” sekedar mandi dan berwudhu.

Baca Juga  Hijrah Ekologi: dari Energi Fosil ke Energi Terbarukan

Wabah coronavirus sejatinya adalah proses alam “mensucikan dirinya” dari perbuatan kotor dan keji manusia. Korbannya, tidak mengenal jabatan, harta kekayaan, usia dan kesehatan. Bahkan orang-orang tidak bersalah pun menjadi korban.

Semuanya adalah kuasa Allah Swt, sekaligus pembelajaran bagi kita semua untuk mengembalikan hakikat alam yang suci ini sesuai fitrah penciptaannya.

Editor: Nabhan

50 posts

About author
Penggiat Rumah Baca Komunitas (RBK), Yogyakarta. Mahasiswa Program Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds