Perspektif

Mengapa Ka’bah Berbentuk Kubus?

4 Mins read

Jemaah Haji Indonesia gelombang I yang sudah delapan hari di Madinah, melakukan ihram dan Miqat di Bir Ali 1 Juni 2023 kemudian berangkat ke Makkah Al-Mukarramah. Mereka akan melakukan umrah wajib di Masjidil Haram.

Dalam sebuah hadis disebutkan pahala salat di Masjidil Haram adalah 100.000 kali lipat dari pada salat di masjid atau tempat lain.

Artinya: Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda; Shalat di masjidku (masjid Nabawi) lebih utama daripada seribu shalat di tempat yang lain, kecuali Masjidil Haram, dan shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada seratus ribu shalat di tempat yang lain. (HR. Ibnu Majah dalam Ibnu Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah, hlm. 147 hadits no. 1406shahih).

Itulah mengapa siang dan malam, Masjidil Haram tidak pernah sepi dari orang beribadah salat, tawaf, sa’i, i’tikaf, membaca al-Qur’an dan seterusnya. Akan tetapi, bagi jemaah lansia/berhalangan tetap mendapatkan keutamaan, sebab seluruh tanah haram adalah Masjidil Haram sebagaimana “Tanah haram seluruhnya adalah Masjidil Haram”. (Lihat Ibnu Abi Hatim, Tafsir Ibnu Hatim, juz 7, hlm 218, Maktabah asy-Syamilah).

Melihat Ka’bah

Di Masjidil Haram inilah jamaah haji dan umrah bertemu dengan Ka’bah, pusat gravitasi ibadah salat umat Muslim di seluruh dunia, Baitullah. Di Ka’bah inilah orang melakukan tawaf (jalan pelan-pelan mengitari Ka’bah). Air Zam-zam, air yang disunahkan untuk diminum setelah tawaf, juga ada di bagian tepi Masjidil Haram. Bahkan s’ai, jalan dan lari kecil antara bukit Safa dan Marwa juga berada satu kompleks. Maqām Ibrāhīm, tempat berpijaknya Nabi Ibrahim sewaktu membangun Ka’bah tidak jauh dari Ka’bah.

Ka’bah berbentuk kubus berukuran 12 x 10 x 15 meter. Peristiwa ini tidak diketahui persis kapan terjadinya. Berdasarkan penelitian Jerald F. Dirks, Ka’bah dibangun saat Nabi Ibrahim berusia kira-kira 108 atau 137 tahun. Selesai membangun bangunan suci tersebut Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail pun tidak memberikan nama.

Baca Juga  Pilpres 2024 & Islam Pantura: Saatnya Politik untuk Agama

Karena bentuknya seperti kubus (persegi empat), alam pikiran dan tradisi bangsa Arab menyebutnya dengan istilah “Ka’bah” (bangunan persegi empat). Peristiwa pembangunan Ka’bah ini, berdasarkan penelitian Jerald F. Dirsk, diperkirakan terjadi antara tahun 2070 hingga 2099 SM.

Ka’bah terbuat dari batu-batu kasar berwarna hitam yang disusun dengan pola yang sangat sederhana. Celah-celahnya diisi dengan kapur putih. Ka’bah hanyalah bangunan kubus yang kosong. Tak ada apa-apa isinya. Hanya ruang kosong berbentuk segi empat. Ka’bah sangat sederhana. Ka’bah tidak mencerminkan kecanggihan arsitektur, seni keindahan, tak ada kuburan, alias kosong. (Syariati, 2008: 49-51).

***

Mengapa Ka’bah berbentuk kubus? Meskipun Ka’bah tidak punya arah, karena berbentuk kubus, namun dengan menghadap Ka’bah, maka seorang hamba telah memilih arah Allah dan menghadap kepada-Nya. Ketidakberarahan kubus Ka’bah ini mungkin sulit dipahami. Namun dengan kondisi itu, berlakulah universalitas dan kemutlakan bentuk Ka’bah.

Untuk bangunan yang bersisi enam, maka sutruktur yang sesuai adalah kubus. Ia meliputi segala arah dan semuanya serempak melambangkan ketiadaan arah, dan simbol sejati dari bentuk ini adalah Ka’bah. Dalam Al-Quran dinyatakan, “Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 115).

Itulah kenapa dimanapun shalat kita harus menghadap Ka’bah. Bangunan selain Ka’bah pasti menghadap ke arah timur, barat, selatan, utara, atas atau bawah. Ka’bah adalah pengecualian, menghadap ke segala arah, tapi tidak menghadap apapun. Sebagai medan magnet ibadah umat Muslim sedunia, Ka’bah mempunyai banyak arah, tetapi tidak mempunyai arah tertentu. 

Ka’bah: Hanya Arah, Bukan Tujuan

Menariknya Ka’bah tidak bearah, tetapi menjadi arah. Ka’bah bukanlah tujuan, tetapi hanya pedoman arah. Ka’bah hanyalah petunjuk jalan. Jalan keabadian itu menuju Allah, bukan menuju Ka’bah. Ka’bah hanya awal pergerakan, bukan akhir. Ka’bah adalah tempat bertemunya Allah Swt, Ibrahim As, Muhammad Saw, dan umat manusia.

Baca Juga  Belajar Menyikapi Perbedaan dari Piagam Madinah

Seorang hamba bisa hadir di sana hanya jika benaknya tidak terpikat pikiran-pikiran yang egois-indiviualis. Seorang hambah tidak diijinkan memasuki rumah suci ini jika masih egois memikirkan diri sendiri. Sifat egois mementingkan diri sendiri menjadikan seseorang terasing taka da keluarga. Maka segala kecenderungan untuk mengistimewakan diri sendiri hendaknya dilepas sebagaimana makna pakaian ihram. Sebagai hamba yang disucikan oleh Allah, seseorang menjadi tamu-Nya.

Seorang hamba tak diijinkan memasuki rumah suci ini jika masih memikirkan dirimu sendiri. Makkah disebut Baitul-Atiq. Atiq artinya bebas. Tak dimiliki siapapun. Bangunan tua yang dikeramatkan oleh bangsa Arab inilah yang dalam surat Al-Hajj ayat 33 disebutkan secara eksplisit sebagai Baitul Atiq (rumah pusaka). Jika seorang hamba masih mementingkan diri sendiri, maka engkau akan merasa menjadi orang asing yang tak punya sanak saudara. Karena itu buanglah sifat egois itu dan menyatulah dengan jamaah.

Itu adalah Ka’bah. Kiblat, arah dimana kamu shalat. Semakin berjalan semakin dekat. Semakin dekat semakin gemetar. Seolah jiwa dan hati menjadi penuh nuansa roh Allah. Di situlah hati kaum beriman bergetar dan air mata membuncah. Suasana malam itu dipenuhi kebisuan, perenungan, dan cinta. Kehadiran Allah bertambah dekat dan mata ini selalu tertuju ke Ka’bah.

Ka’bah: Kompas Moral Manusia

Arti, hakikat, makna, fungsi batin dan peran Baitullah dalam sistem peribadatan umat Islam dapat dilukiskan oleh Amin Abdullah (2022) sebagai berikut.  Menurut al-Qur’an, rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia adalah Baitullah.  Salah satu indikator salat yang khusyuk (salat yang fokus; ingatan tidak melayang kemana-mana) adalah jika ingatan, jiwa dan ruh manusia yang sedang menjalankan salat difokuskan ke Baitullah.

Baca Juga  Trilogi Persaudaraan, Kunci Harmonis dalam Keberagaman

Dengan demikian, seorang yang kembali ke Indonesia, shalatnya harus semakin fokus dan khusyuk. Karena pernah menyaksikan Ka’bah langsung, dan ingatannya selalu fokus ke Ka’bah. Bahkan dalam setiap langkah perbuatan orang yang beriman dianjurkan untuk selalu mengingat Ka’bah.

Dengan maksud utama agar setiap langkah dan perbuatan seorang Mukmin terjaga dan terlindungi oleh Allah dan Rasul-Nya, terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, perbuatan yang melanggar moral dan etika kemanusiaan. Hal ini menjadikan hamba senantiasa berahlak dengan akhlak Allah, dibimbing oleh Allah dan menjadi hamba yang berakhlak baik bagi sesama. Di sinilah makna Ka’bah sebagai arah atau kompas moral manusia beriman.

Ingatan manusia dianjurkan untuk selalu pulang pergi, bolak-balik ke Baitullah, bukan badan-pisik/fisiknya yang bolak balik (haji dan umrah berkali-kali), tapi ingatannya.  Ka’bah jika diingat dekat, jika disebut jauh. Secara psikologis, rasa aman, tentram dan damai dapat diperoleh, jika kaum beriman mampu mengingat Baitullah secara efektif.

Hal yang lebih mendasar secara hakikat spiritual Baitullah bukan bangunan fisik Ka’bah, melainkan sumber dari asal usul ruh ditiupkan dan juga tempat kembalinya ruh manusia (innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn). Itu kenapa untuk mendatanginya harus dalam keadaan suci dan berpakaian ihram. Hati yang selalu teringat Ka’bah akan senantiasa suci dan meninggalkan segala perbuatan haram yang merusak alam semesta.

Di situlah kami melaksanakan pertama kali menyaksikan Ka’bah. Arah kiblat ibadah salat umat Muslim di seluruh dunia. Perasaan takut, senang, panik, dan terpesona jadi satu. Semuanya muncul ibarat partikel kecil dalam sebuah medan magnet. Allah Swt menjadi pusatnya. Hanya manusia yang menampakkan dirinya dan dia berada dalam posisi menghadap Allah.

Editor: Soleh

Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds