Salat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Di dalam Islam, salat termasuk sebagai rukun Islam yang kedua. Sebab, tanpa terlebih dahulu mengimani Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya, maka salat tidak akan sah. Namun, jika cuma bersyahadat tanpa dibarengi dengan mendirikan salat itu juga akan menjadi sia-sia. Maka dari itu, salat juga diumpamakan sebagai tiang agama, bahwa barang siapa yang meninggalkan salat secara sengaja tanpa uzur yang jelas, maka ia telah meruntuhkan agama.
Khusyuk merupakan hal yang sangat penting dalam salat. Bahkan Allah SWT, dalam firman-Nya, menyebut orang-orang mukmin yang khusyuk dalam salatnya adalah orang-orang yang beruntung. “Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (Q.S. Al-Mukminun:1-2).
Khusyuk merupakan usaha untuk mengerahkan seluruh pikiran dan hati untuk tetap fokus hanya kepada Allah SWT. Jadi, orang yang khusyuk dalam salatnya tidak akan memikirkan segala sesuatu yang bersifat duniawi, pikiran dan hatinya hanya diarahkan kepada Allah SWT.
Namun, menghadirkan rasa khusyuk dalam salat bukanlah perkara enteng. Seperti kita ketika salat, terkadang pikiran kita melayang-layang entah kemana. Kadang kita memikirkan pekerjaan yang belum rampung, saldo rekening kita, sebentar mau makan apa, dll. Yang demikian bisa terjadi karena kita belum khusyuk dalam salat.
Tiga Hal yang Membuat Kita Tidak Bisa Khusyuk Saat Salat
Menurut hemat saya, setidaknya ada tiga hal yang membuat kita tidak bisa khusyuk saat salat. Di antaranya;
Pertama, kecintaan kepada dunia. Cinta akan kehidupan dunia sebenarnya boleh-boleh saja dalam Islam. Bahkan, seorang muslim, selain harus mantap dari segi spiritual, ia juga dituntut agar memiliki uang yang banyak. Yang tidak diperbolehkan adalah terlalu berlebihan dalam mencintai dunia (Hubbud Ad-Dunya).
Di dalam Islam, sikap Hubbud Ad-Dunya ini sangat tidak dianjurkan bagi seorang muslim untuk memilikinya. Menurut perspektif Islam, kehidupan dunia ini hanya bersifat sementara, tidak lebih dari sekadar tempat persinggahan, dan segala yang ditawarkannya merupakan tipuan semata.
Seperti firman Allah SWT berikut ini, “Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mengerti?”. (Q.S. Al-An’am: 32).
Maka dari itu, Islam melarang kita untuk mengejar-ngejar kehidupan dunia dan menjadikannya sebagai tujuan utama hidup. Sebab, mengejar sesuatu yang sifatnya fana hanya akan membuat kita tidak pernah merasa puas, tidak bahagia dan menderita.
Selain itu, kecintaan berlebih kepada dunia juga akan membuat hati kita jadi semakin jauh dari Allah SWT. Hati dan pikiran kita hanya akan dipenuhi oleh duniawi tok saja, bahkan pada saat kita salat. Sehingga lupa bahwa kita sedang menghadap kepada wujud Yang Maha Esa.
Kedua, melakukan tindakan yang bernilai dosa. Sebenarnya, poin kedua ini adalah dampak dari poin pertama. Bahwa demi mengejar duniawi, kita jadi mencuri, membunuh, menjadi koruptor, dll. Kecintaan berlebih kepada dunia bisa membuat kita terjerumus ke dalam lautan dosa.
Jika kita sering berbuat dosa, akibatnya adalah hati kita akan mengeras, tidak bisa menerima kebenaran dan semakin jauh dari Allah SWT. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW pernah bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka di titikkan dalam hatinya sebuah noktah hitam, dan apabila dia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan, dan apabila dia kembali berbuat dosa maka ditambahkan noktah hitam tersebut hingga menutup hatinya, dan itulah yang disebut dengan “Ar-raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya: Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang selalu mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (Q.S. Al-Muthaffifin:14). (H.R. At-Tirmidzi nomor: 3257, Ibnu Majah dan Ahmad).
Titik hitam yang ada pada hati itulah yang membuat kita terhalang untuk sampai pada tahap khusyuk ketika salat.
Ketiga, kurangnya keimanan kepada Allah SWT. Beriman kepada Allah SWT berarti mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada. Bahwa Dia lah yang menciptakan seluruh alam semesta ini, penguasa langit dan bumi, dan hanya Dia lah Tuhan yang berhak disembah serta tidak ada sekutu bagi-Nya.
Iman kepada Allah SWT merupakan senjata yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam beragama. Tanpa keimanan, maka undang-undang ilahi hanya akan dijalankan dengan sekadarnya saja. Kurangnya keimanan kepada Allah SWT inilah yang sebenarnya menjadi faktor utama sehingga kita tidak bisa khusyuk saat salat.
Lantaran kurang beriman kita pun akhirnya menjadi budak dunia dan menjadi makhluk yang bermandikan dosa-dosa. Orang yang beriman akan menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan dan dilarang oleh-Nya. Ketika salat, hati dan pikirannya hanya tertuju kepada Allah SWT berkat cahaya keimanan yang memancar di dalam dirinya.
Sebenarnya, ada beberapa latihan yang bisa dilakukan untuk menghadirkan rasa khusyuk dalam salat. Habib Umar bin Hafidz dalam salah satu ceramahnya pernah menyampaikan bahwa setidaknya ada enam cara supaya khusyuk saat salat sebagaimana yang diisyaratkan oleh imam Al-Ghazali, yakni tenangnya anggota badan, hadirnya hati, merenungi bacaan, memahami maknanya, hadirnya disertai rasa pengagungan, dan memahami arti bacaan.
Di samping kita mengaplikasikan latihan-latihan tersebut, alangkah baiknya jika kita juga mengiringinya dengan menjauhi sikap Hubbud Ad-Dunya dan larangan-larangan-Nya, serta senantiasa meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Sehingga dengan begitu, rasa khusyuk akan hadir dalam setiap salat yang kita dirikan. Semoga saja, aamiin.
Editor: Rivan