Tafsir

Mengenal Kitab Tafsir Fatihah Karya KRH Hadjid

3 Mins read

Sebagai seorang alim yang dikenal berwatak wara dan istiqomah, Kiai Raden Haji atau disebut KRH Hadjid memiliki semangat tinggi untuk terus menimba ilmu. Meskipun dikatakan ia telah mumpuni dalam kajian keislaman. Ia juga dikenal sosok yang paling gemar dan rajin mencatat berbagai ajaran yang disampaikan oleh gurunya, KH. Ahmad Dahlan.

Sepanjang perjalanan hidupnya, KRH Hadjid selalu berupaya melakukan yang terbaik demi agamanya. Selain berdakwah dan bergerilya dalam pergerakan Muhammadiyah. Ia memimpin tim lajnah Tafsir al-Qur’an dan berusaha menulis kitab tafsir al-Qur’an. Salah satu karyanya dalam bidang tafsir yang monumental adalah Tafsir Fatihah.

Biografi KRH Hadjid dan Kiprahnya di Muhammadiyah

Lahir di Kauman, Yogyakarta pada 29 Agustus 1898, dari pasangan RH Djaelani dan R Nganten Muhsinah. Sejak masih belia, Hadjid kecil selalu diarahkan ayahnya untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Di kota suci, saat usianya yang masih muda ia mendampingi sang ayah pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. KRH Hadjid meniatkan dirinya serius belajar agama Islam kepada sejumlah ulama besar, seperti Kiai Fakih, Kiai Humam, dan Kiai Al Misri.

Satu tahun lamanya rihlah keilmuan itu dijalaninya. Setelah itu, dia kembali ke Tanar Air, berbekal pengalaman dan pengetahuan dari para gurunya, Hadjid muda mulai bergiat dalam dunia dakwah Islam.

Meskipun demikian, ia tetap melanjutkan nyantri di Pondok Jamsaren, Surakarta dan mengikuti Madrasah Menengah. Di sana Hadjid belajar kepada KH Dimyati dan KH Bisri, keduanya merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang terkenal. Tidak berhenti disitu, ia nyantri di Pondok Tremas, Pacitan, Jawa Timur pada tahun 1913-1916. Setelah tiga tahun di Pondok Termas, beliau melanjutkan rihlah intelektual di Madrasah al-Attas Jakarta selama dua tahun yaitu 1916-1917.

Baca Juga  Pola Hidup Sehat Perspektif Al-Qur'an

***

KRH Hadjid kemudian kembali pulang ke rumah asalnya, setelah mendengar berdirinya Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan. Selain sebagai murid muda KH Ahmad Dahlan, beliau memiliki andil besar dalam perkembangan Muhammadiyah. Dia sering mendapat tugas untuk mewakili Persyarikatan Muhammadiyah dalam berbagai rapat yang diselenggarakan organisasi Islam maupun nasional.

Dalam usia yang relatif muda, KRH Hadjid sudah menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Di tingkat pimpinan pusat, ia pernah memangku berbagai jabatan, seperti wakil ketua majelis tarjih, ketua majelis tarjih, dan ketua majelis tabligh.

Selama 1966-1977 dia dipercaya sebagai penasihat PP Muhammadiyah, hingga akhirnya menjadi ketua majelis tarjih PP Muhammadiyah. Salah satu jasa besar Kiai Hadjid dalam lingkup persyarikatan ini ialah membentuk kepanduan Muhammadiyah, bernama Hizbul Wathan secara harfiah `Pembela Tanah Air.’

Dalam bidang keilmuan, ia mewarisi banyak karya, antara lain Kalimah Syahadah Bahasa Jawa, Pedoman Dakwah Umat Islam, Pedoman Tabligh Bahasa Jawa Jilid I-IIIII, Buku Fiqh: Falsafah Peladjaran KH Ahmad Dahlan, Adjaran KH Ahmad Dahlan dengan 17 Kelompok Ayat-ayat al-Qur’an, Tafsir al-Qur’an juz 1-8, dan Tafsir Al-Fatihah yang akan penulis bahas disini.

Sistematika Penyajian Tafsir Fatihah

Mengenai sistematika penyajiannya, jelas menggunakan sistem penyajian tematik karena hanya fokus membahas surat al-Fatihah. Bentuk penyajiannya tergolong dalam bentuk penyajian rinci, yaitu suatu bentuk uraian dengan menggunakan penjelasan yang detail.

Tafsir Fatihah dimulai dengan mencantumkan surat al-Fatihah secara lengkap beserta artinya menggunakan tulisan Arab pegon. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dan penulisan tafsirnya tergolong pada bentuk penulisan non ilmiah sehingga tidak didapati catatan kaki apapun yang menunjukkan referensi tafsir. Gaya bahasa penulisan yang digunakan adalah reportase dengan menggunakan kalimat sederhana, elegan, dan komunikatif.

Baca Juga  Bagaimana Jika Teori Logosentrisme Diterapkan dalam Al-Qur’an?

Pada bab muqadimah, KRH Hadijd mengajak para pembaca untuk merenungkan keutamaan surat al-Fatihah dibandingkan surat-surat lain dalam al-Qur’an dengan mengutipnya hadis Nabi Muhammad. Secara garis besar, kitab tafsir ini berisi ajaran tauhid, ibadah, janji, dan ancaman, serta ibrah dari kisah mengapa surat al-Fatihah dikatakan sebagai ummul kitab. 

KRH Hadijd menganalogikan surat al-Fatihah ibarat biji yang merupakan cikal bakal dari sebuah pohon sehingga tidak heran surat al-Fatihah menjadi surat pembuka. Sepanjang penafsiran, pembaca diminta untuk merenungi tiap makna yang terkandung dalam ayat. 

Corak dan Metode Penafsiran

Metode penafsiran dalam kitab Tafsir Fatihah ini menggunakan tahlili bi al-ra’yi, KRH Hadjid memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata. Kemudian, diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat yang disertai dengan membahas munasabah (korelasi) ayat-ayat. Namun didalamnya hanya sedikit dicantumkan riwayat dalam menjelaskan makna-maknanya dan juga tidak terlihat menginduk pada kitab tafsir tertentu.

Akan tetapi, penafsiran sebagaimana yang dilakukan oleh KRH Hadjid dapat ditemukan pada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar.

Karena perhatian mufassirnya terhadap masyarakat yang besar, Tafsir Fatihah dalam penulisannya selain bercorak teologis juga bernuansa sosial kemasyarakatan. Kitab ini ditujukan untuk khalayak umum pada masanya untuk mengajak semua orang lebih mentadabburi makna surat al-Fatihah. Hal ini terlihat pada anjuran-anjuran yang beliau lontarkan untuk membacakan kitabnya ini sehari sekali, seminggu sekali, atau sebulan sekali di majelis-majelis pengajian.

Contoh Penafsiran

Melalui tafsirnya ini, KRH Hadjid berusaha berdakwah menyebarkan ajaran kepada masyarakat dan mengajak untuk bertauhid kepada Allah. Salah satu keunikan dari Tafsir Fatihah adalah kemampuan Kiai Raden Haji Hadjid menemukan korelasi ayat per ayat sehingga penafsiran menjadi utuh dan tidak parsial.

Baca Juga  Mental Kepiting dalam Al-Qur’an

Seperti misalnya dari sisi teologis, saat menafsirkan ayat 4 dari surat al-Fatihah. Ia mengkritik seseorang yang dikatakan secara zahir sudah menjalankan syariat Alla, padahal sejatinya hati seseorang tersebut tidak mengakui Allah. Maka disebutkan orang itu masuk dalam golongan munafik.

KRH Hadijd juga mengkritik mereka yang mengaku pasrah sepenuhnya kepada Allah. Tetapi, secara lahir tidak melaksanakan apa yang menjadi syariat Allah, yaitu berusaha dalam beribadah.

Menurutnya, makna sesungguhnya ibadah adalah dari batinnya dia pasrah sepenuhnya kepada Allah dan zahirnya melakukan apa yang sudah disyariatkan Allah, meneladani Rasulullah, dan mengamalkan apa yang diajarkan oleh al-Qur’an.

Editor: Dae Alfia

Avatar
12 posts

About author
Khidmah di Yayasan Taftazaniyah
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *