Nama lengkap Imam al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah. Ia lahir di Bukhara setelah shalat Jumat, 13 Syawal 194 H. Ayahnya, Ismail, dikenal seorang ulama hadis yang masyhur di Bukhara, pernah menjadi murid Hammad bin Ziyad dan Imam Malik. Imam Ibnu Hibban mencantumkan biografi Ismail dalam kitabnya Al-Tsiqat.
Silsilah Keluarga Imam al-Bukhari
Silsilah keluarganya dimulai dari ayah buyutnya, Bardizbah, yang berasal dari Persia dan hingga meninggal tetap menganut Agama Majusi. Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak ada data yang menjelaskan. Kemudian ayah dari kakeknya, Al-Mughirah, menyatakan keislamannya di depan gurunya, Yaman al-Ju’fi, Hakim serta Mufti Bukhara saat itu. Pada masa itu wala dinisbahkan kepadanya.
Adapun yang dimaksud wala di sini adalah hubungan kekerabatan yang diperoleh karena telah berjasa mengislamkan seseorang. Menurut kebiasaan, seorang suku atau kabilah, secara tidak langsung ia harus menisbahkan silsilah keluarganya kepada seseorang atau kabilah tersebut. Maka nama Al-Ju’fi tidak bisa dihilangkan dari silsilah keluarga Imam al-Bukhari.
Ayah Imam al-Bukhari, Ismail, selain dikenal sebagai seorang berilmu, ia juga sebagai ahli wara’ (menghindarkan diri dari hal-hal yang bersifat syubhat atau tidak jelas mengenai halal ataupun haramnya) dan taqwa. Dikisahkan sebelum meninggal, ia pernah mengatakan bahwa harta yang dimilikinya tidak ada sedikitpun yang berbau syubhat apalagi haram.
Ayahnya meninggal sewaktu Imam al-Bukhari belum beranjak remaja. Ia meninggalkan harta warisan yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan baik. Ibunyalah yang akhirnya bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Imam al-Bukhari dirawat dan dididik olehnya dengan tekun dan penuh perhatian.
Ibnu Hajar mengatakan, ibu Imam Bukhari adalah seorang ahli ibadah hingga sebagian besar riwayat menjelaskan banyak kelebihan-kelebihan yang Allah berikan kepadanya. Di antaranya ada riwayat yang menceritakan ketika Imam Bukhari kecil pernah mengalami kehilangan penglihatan atau buta. Ibunya sangat sedih dan selalu berdoa untuk kesembuhannya. Suatu malam ibunya bermimpi bertemu dengan nabi Ibrahim. Kemudian ia berkata, “Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan sekarang sudah bisa melihat kembali, itu semua berkah doa-doa yang senantiasa kau panjatkan”. Sungguh ia merasa senang dan rasa sedihnya pun berlalu.
Perjalanan Imam Bukhari Mengkaji Hadis
Imam al-Bukhari mulai mempelajari hadis di surau (kuttab) ketika usianya kurang dari sepuluh tahun. Yaitu sekitar 204 atau 205 H, di samping ilmu-ilmu lainnya. Keunggulan dan kecerdasannya sudah nampak, pikirannya tajam, hafalannya sangat kuat hingga ia mampu menghafal banyak hadis. Kemudian ia melakukan pengembaraan ke berbagai negeri; Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, dan Syam.
Perjalanan itu dilakukan untuk menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya guna memperoleh dan belajar hadis serta berdiskusi dengan mereka. Pada usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab susunan Ibn Mubarak dan Imam Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra’yi, dasar-dasar dan madzhab-madzhabnya.
Pengembaraannya ini pun telah mempertemukan dengan banyak guru yang berbobot dan dapat dipercaya. Di antaranya Ahmad bin Hanbal, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi, Ibn Rahawaih, Ali ibn al-Madini, Muhammad ibn Yusuf al Faryabi, Yahya ibn Ma’in dan Maki ibn Ibrahim al-Balkhi. Imam Bukhari menyatakan:”Aku menulis hadis yang diterima dari 1.080 guru, dan semuanya adalah ahli hadis dan berpendirian bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan”. Guru-guru yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab shahih-nya berjumlah 289 guru.
Mengenai berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadis dari Imam al-Bukhari tidak dapat dihitung dengan pasti. Muhammad bin Yusuf al-Farabi, Mansur bin Muhammad al-Bazdawi, Ibrahim bin Ma’qil al-Nasafi, Hammad bin Syakir al-nasawi adalah empat orang ini yang paling masyhur sebagai perawi kitab Shahih Bukhari. Selain mereka, dari sekian banyak muridnya yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmizi, Nasa’i, Ibn Khuzaimah dan Ibn Abu Dawud. Ada yang berpendapat bahwa sembilan puluh ribu orang mendengar secara langsung kitab Shahih Bukhari dari Imam Bukhari.
Selama hidupnya, Imam al-Bukhari menghasilkan banyak karya, yang paling terkenal diantaranya, al-Jami’ as-Sahih (Shahih Bukhari), al-Adab al-Mufrad, at-Tarikh as-Sagir, at-Tarikh al-Awsat, at-Tarikh al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, kitab al-Kuna, kitab al-‘Ilal, al-Qira’ah Khalf al-Imam, as-Sami’ as-Sahabah, Birrul Walidain, Raf’ul Yadain fi ash-Shalah, kitab al-Asyribah dan kitab adl-Dlu’afa.
Pendapat Para Ulama
Kedudukan Imam al-Bukhari dan kekuatan hafalannya, rasanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) Allah di muka bumi ini. Allah telah mempercayakan kepadanya dan kepada para pemuka serta penghimpun hadis lainnya untuk menghafal dan menjaga hadis-hadis Rasulullah Saw. Begitu banyak pujian guru, teman, dan generasi setelahnya serta para ulama kepada Imam al-Bukhari.
Imam al-A’immah (pemimpin para imam) Abu Bakar Ibn Khuzaimah mengatakan; ”di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadis yang melebihi Muhammad bin Isma’il”. “wahai para penanya, saya sudah banyak mempelajari hadis dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fikih, ahli ibadah dan ahli zuhud, namun saya belum pernah menjumpai orang yang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma’il al-Bukhari”, demikian jawaban Qutaibah bin Sa’id Ketika seseorang bertanya kepadanya.
Abu Hatim ar-Razi berkata: “Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadis melebihi Muhammad bin Isma’il, dan belum pernah juga ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak melebihi kealimannya”. Muslim, pengarang kitab Shahih datang kepada Imam Bukhari dan berkata: ”Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para ahli hadis dan dokter ahli penyakit (‘ilat) hadis”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Andaikata pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi”.
Demikianlah di antara sekian banyak pujian dan sanjungan terhadap Imam al-Bukhari yang dikenal kuat hafalan, tajam pikiran dan pengetahuan tentang para perawi hadis dan juga bidang ilat-ilat hadis. Dikisahkan, bahwa Imam Bukhari pernah berkata: “saya hafal hadis di luar kepala sebanyak 100.000 hadis sahih, dan 200.000 hadis yang tidak sahih”.
Wafatnya Imam Al-Bukhari
Imam al-Bukhari wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum wafat, ia berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dan sorban. Jenazahnya dikuburkan setelah zuhur di Khartank, nama sebuah tempat di Samarkand. Ia telah menempuh perjalanan hidup dihiasi amal mulia. Semoga Allah melimpahkan Rahmat dan Ridho-Nya kepadanya.
Editor: Rivan