Tempo hari ini, publik sedang gencar-gencarnya membicarakan perihal lockdown. Namun lockdown nampaknya belum menjadi opsi pamungkas untuk menghentikan penyebaran Covid-19 di negeri ini. Presiden Republik Indonesia (RI), setelah menggelar rapat dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 (19/03/2020), menginstruksikan untuk segera diberlakukannya tes masal, alih-alih melakukan lockdown.
Tes ini merupakan langkah pendeteksian dini atas indikasi awal seseorang menderita Covid-19. Tes masal ini rencananya menggunakan metode rapid test (antibodi) yang berfungsi untuk kebutuhan massive screening dan menemukan kasus (Covid-19) lebih banyak. Selain itu, rapid test dinilai sebagai pilihan yang tepat karena berhubungan langsung dengan reaksi sistem imun tubuh manusia.
Sebelum itu, mari bersama-sama mengenal imunitas dan responnya secara lebih dekat.
Imunitas: Prajurit Handal Miliki Tubuh
Begitu istimewanya tubuh yang kita miliki. Salah satu keistimewaan itu adalah sistem imunitas yang dimiliki tubuh kita. Untuk melindungi diri dari ancaman terhadap jati dirinya, tubuh manusia telah mengembangkan reaksi pertahanan seluler yang disebut respon imun. Sistem imun berfungsi untuk membedakan “diri sendiri” dan objek “asing”. Guna melindungi dirinya, secara otomatis tubuh akan melakukan mekanisme yang dapat membedakan sel-sel sendiri (self) dari agen-agen penginvasi (non-self).
Di sini, tatkala imun mendeteksi antigen/imunogen yang merugikan, akan menghasilkan 2 respon. Yakni repson primer dan sekunder. Saat tubuh pertama kali bertemu dengan musuh (baca: imunogen), terjadilah suatu proses imunologik (berperang). Pertama, tubuh akan mengeluarkan prajurit-prajurit terbaiknya untuk melawan musuh yang datang. Munculnya prajurit spesifik ini (imunoglobulin), berlangsung 7-10 hari. Hal ini berkaitan dengan masa inkubasi suatu penyakit.
***
Jadi, jika imunitas yang menang, maka tidak akan terjadi yang namanya infeksi (penyakit). Tapi jika kalah, maka akan timbul gejala penyakit tersebut. Beberapa bulan atau tahun, setelah individu melalui respon imun primer, yaitu ketika terjangkit musuh yang sama (bakteri, virus, dan lain-lain), maka individu tersebut akan mengalami respon sekunder.
Respon sekunder ini berlangsung lebih cepat. Karena adanya sel-sel pengingat dari kontak pertama. Di mana, imunitas mempunyai mekanisme di dalamnya, salah satunya yaitu daya ingat. Bahkan tidak akan lupa bahwa dia pernah bertemu dengan musuh yang sama.
Maka, ada istilah jika sudah terkontak dengan mikroorgaisme (penyakit A), kontak untuk kedua kalianya akan cepat teratasi atau bahkan tidak akan sampai terjadi suatu infeksi (penyakit A). Respon imun ini berkaitan dengan metode deteksi virus yang akan digunakan di Indonesia.
Mengenal Lebih Dekat Deteksi Virus
Nampaknya, perlu kita ketahui 4 metode untuk mendeteksi virus, di antaranya: (1) kulur, (2) molekuler, (3) antigen, (4) antibodi. Berikut penjelasan ringkas terkait 4 metode tersebut;
Pertama, kultur (biakan). Ia merupakan metode paling akurat, akan tetapi sulit dilakukan karena memerlukan tenaga terlatih dan biaya mahal. Kedua, metode molekuler yang kita kenal Polymerase Chain Reaction (PCR/ RT PCR). Korea menggunakan metode ini untuk mendeteksi Covid-19. Metode ini memiliki keakuratan di bawah metode kultur. Molecular ini mendeteksi melalui asam nukleat, yaitu RNA dan DNA, lewat usapan lendir hidung dan tenggorokan.
Ketiga, metode antigen. Metode ini memiliki keakuratan di bawah Polymerase Chain Reaction (PCR). Akan tetapi, metode ini belum ada reagen-nya di Indonesia. Keempat adalah metode antibodi yang dikenal dengan istilah rapid test. Rencananya metode ini akan dipakai oleh Indonesia untuk mendeteksi Covid-19.
Mengenal Lebih Dekat Lagi dengan Rapid Test
Rapid test merupakan salah metode untuk mendeteksi virus. Salah satunya yaitu virus COVID 19 beserta keluarganya (SARS-Cov, MERS-Cov, HCoV). Metode ini mengguakan respon antibodi yang disebut imunoglobulin. Rapid ini menggunakan specimen darah. Meskipun virus tidak hidup di darah, namun orang yang terinfeksi akan memunculkan suatu respon imun yang disebut antibodi (immunoglobulin). Antibodi ini biasanya bisa dideteksi di dalam darah. Imunoglobulin inilah yang dideteksi oleh rapid test dan akan memunculkan hasil postif maupun negatif.
Tetap Waspada Kepada Tes Masal ini
Setiap metode ada kelebihan dan kekurangannya, termasuk rapid test itu sendiri. Rapid test merupakan metode deteksi yang cepat karena tidak memerlukan proses pemeriksaan melalui sarana laboratorium pada bio security level 2. Pemeriksaan dapat dilakukan di hampir semua laboratorium kesehatan yang ada di rumah sakit Indonesia.
Hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk mendapatkan hasil tes ini, dibandingkan PCR yang membutuhkan waktu lebih lama. Dari segi biaya, rapid test diklaim lebih ekonomis dibandingkan metode deteksi virus lainnya.
Namun dari sekian kelebihan yang dimiliki, pasti ada something error dari salah satu alat yang digunakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait rapid test. Karena tes ini berpotensi memunculkan hasil false negative atau false positive. Kita ketahui sebelum corona muncul, ada virus sejenis yang sudah muncul terlebih dahulu. Sebut saja SARS-Cov, MERS-Cov, dan HCoV. Yang mana, mereka termasuk bagian keluarga Covid-19.
Virus masa lalu yang telah ada bisa jadi pernah terinfeksi kedalam tubuh seseorang. Jika orang tersebut melakukan tes rapid, antibodi yang dihasilkan dari respon imun primer akan terdeteksi positif, padahal itu bukan Covid-19. Selain itu kemungkinan croos reactive atau rekasi silang dengan jenis virus yang memiliki kemiripan, bisa menimbulkan false positive. Karena metode ini menggunakan respon imun (antibodi).
***
Covid-19 merupakan kasus virus baru. Kemungkinan, respon imun primer lah akan muncul. Di mana telah dijelaskan bahwa respon imun primer membutuhkan waktu untuk memicu antibodi timbul. Yaitu kurang lebih 1-10 hari. Kemungkinan, dalam kurun waktu 7 hari, antibodi akan keluar. Jika pemeriksaan dilakukan pada fase/waktu yang tidak tepat, maka akan memunculkan hasil false negative.
Jika hasil menunjukkan negative, tetapi orang tersebut masih terinfeksi covid-19, maka artinya antibodinya belum keluar. Ini akan menjadi persoalan baru dan alarm kehati-hatian, baik bagi pemerintah maupun tenaga medis yang bertugas. Karena, hasilnya akan dikonsumsi oleh publik. Jangan sampai niat baik ini menimbulkan dampak kepanikan masif (panic buying) bagi masyarakat Indonesia.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari metode itu, langkah ini harus tetap diapresiasi sebagai upaya pencegahan dan deteksi dini Covid-19. Sebagai warga negara yang baik, sepatutnya kita tetap waspada. Don’t panic, stay healthy and pray.
Tetap patuhi apa yang seharusnya dilakukan, laksanakan social distance, implemetasikan perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan. Baik dengan teknik handwash maupun handrub. Dan jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan tubuh agar tetap dalam kondisi fit.
Yang penting, don’t forget tagar #dirumahaja jangan hanya sebagai tagar di medsos. Namun juga diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Bijaklah dalam bersosmed, serta hindari sharing berita hoax.
Yuk, share keilmuan yang kita miliki. Jangan pelit dan bakhil ilmu. Semoga bermanfaat.