Perspektif

Menjaga Iman di Tengah Pandemi Covid-19

2 Mins read

Langkah untuk #dirumahaja karena covid-19 yang digaungkan hampir di seantero bumi, dampaknya sungguh luar biasa. Di berbagai media, dampak ekonomi lah yang menjadi sorotan utama dari gerakan #dirumahaja. Betapa tidak, sebagai penopang keberlangsungan kehidupan umat manusia di dunia, faktor ekonomi sudahlah resmi menjadi bagian dari roda yang membuat bumi senantiasa berputar.

Secara lahir, begitulah keadaannya. Namun dari lubuk hati yang teramat dalam, boleh saya katakan, keberlangsungan manusia dalam mengemban misi kehidupan di bumi tidaklah semata berdasar faktor ekonomi belaka. Tetapi juga ada di dalam ranah spiritualitas sebagai roh yang menjaga barometer keimanan seseorang.

Sungguh, musibah pandemi covid-19 yang menyerang bumi Pertiwi dan belahan daerah di bumi-bumi lainnya, menjadi ujian yang cukup besar bagi keimanan kita, khususnya sebagai umat muslim. Musibah yang sudah memasuki bulan ke-5 secara global ini tidak hanya membuat sakit jasad, tetapi juga menyerang bagian dalam manusia yaitu hati dan akal.

Di pertengahan Maret lalu, muncul himbauan dari pemerintah untuk tidak melakukan kegiatan yang bersifat mengumpulkan masa. Kegiatan serupa upacara bendera, belajar mengajar di dalam kelas, gelaran konser penggalangan dana, pertandingan sepakbola, hingga pengajian dan salat berjamaah di masjid dihimbau untuk tidak digelar. Semua demi mencegah penyebaran virus covid-19.


Dari sini muncullah sedikit keriuhan di masyarakat. Di saat para takmir meniadakan salat jamaah di masjid, beberapa daerah dengan tokoh ulama yang karismatik masih tetap mengadakannya. Muhammadiyah, NU, dan MUI sebagai otoritas lembaga keagamaan telah berkonsensus bahwa pelaksanaan kegiatan yang bersifat mengumpulkan masa di masjid sebaiknya ditunda. Karena mencegah madarat lebih diutamakan dari mengambil manfaat. Jelas dan bernas dalil itu diungkapkan.

Baca Juga  Menghentikan Pelecehan Guru Ngaji pada Santriwati

Saya menyakini dengan sangat, sebagai seorang negarawan muslim yang baik, tentu himbauan dan anjuran dari pemerintah serta otoritas keagamaan akan kita patuhi seutuhnya. Sekali lagi, tujuannya adalah demi mencegah madarat agar tidak beranak pinak. Demi mencegah kematian yang berkelanjutan.

***

Namun demikian, saya akan sedikit bercerita tentang kondisi kawan saya yang memiliki sedikit masalah dengan kebijakan tersebut yang mengakibatkan imannya sedikit mengalami degradasi.

Begini, kawan saya tinggal sendirian di sebuah kamar kos-kosan. Sebelum wabah ini datang, tak pernah satu salat pun ia luput dari berjamaah. Karena memang letak masjid dan kosnya yang berdekatan. Sampai tiba waktunya masjid di sana hanya mengumandangkan azan saja. 


Selama seminggu, ia masih bersemangat salat di awal waktu, meski tidak berjamaah. Hingga kemudian setan yang bertugas menurunkan keimanan seseorang datang. Ia membisiki kawan saya (dan juga saya) dengan cara begitu halus. Mulai dari meniupkan hawa kantuk bablas lewat azan, melanjutkan bacaan karena satu bab hampir usai, sampai menangguhkan salat demi sebuah film yang bisa kita pause dan lanjutkan lagi nanti setelah salat.

Dalam palung hati yang tak terukur dalamnya, saya mengonfirmasi pula hal itu. Dalam benak, saya berfikir untuk melakukan sesuatu demi menjaga neraca keimanan tetap di atas. Setelah merenung beberapa jenak, saya memiliki beberapa tips sederhana untuk kawan-kawan saya yang tidak bisa pulang kampung dan terpaksa tinggal di kos sendirian. 

Pertama, jika ada tetangga kos, upayakan tetaplah kita jaga salat berjamaah. Namun, jika terpaksa tinggal sendiri dan tidak ada kawan untuk berjamaah, jadilah hamba yang benar-benar khusyuk saat salat. Jika perlu, lampu dimatikan. Berlama-lamalah dalam sujud dan mengingat Allah.

Baca Juga  Ajarkan Kepada Anak-anak, Masjid Tak Sekedar Tempat Ibadah

Kedua, demi menjaga iman kita karena lebih sering sendirian di kamar, perbanyaklah puasa. Senin-Kamis minimal. Sungguh, berpuasa adalah jalan agar kita tetap terjaga dari melakukan perbuatan maksiat yang tersembunyi. Apalagi di bulan Sya’ban ini, Nabi berpesan untuk perbanyak amal yang baik-baik.

Ketiga, buatlah target untuk membaca Alquran. Misal, one day one juz. Sangat dianjurkan juga untuk menggali makna dari ayat yang kita baca.

Keempat, lakukan hal-hal positif yang dianjurkan pemerintah dan otoritas keagamaan. Jaga kebersihan, kesehatan, serta kebugaran tubuh dan pikiran.

***


Poin kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya bisa pembaca tambahkan sendiri sesuai kemampuan terbaik. Dalam tulisan ini saya hanya menekankan bahwa kondisi #dirumahaja adalah sangat mungkin digunakan oleh setan sebagai jalur utama untuk menurunkan kadar keimanan kita.

Sebagai muslim yang tangguh, pandai-pandailah kita dalam mengatur strategi. Karena selain berperang melawan covid-19, sejatinya kita juga sedang berperang melawan musuh terbesar kita, yaitu setan dan hawa nafsu yang bisa datang sewaktu-waktu.

Editor: Yahya FR

2 posts

About author
Mahasiswa Magister Ilmu Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bekerja sebagai staf tenaga kependidikan di SMA Muhammadiyah 6 Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds