Perspektif

Merebut Tafsir Moderat: Agama Tak Ajarkan Cari-Cari Kesalahan

3 Mins read

Agama | Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Spirit Muhammadiyah adalah spirit pencerahan. Ia dikenal sebagai organisasi besar dengan spirit tawasou bil haqq, wa tawaasou bissobr (mengajak kepada kebenaran dan dengan kesabaran).

Tatkala Kiai Dahlan menyeru di kampung kelahirannya Yogya, nampak betul bahwa Dahlan tidak menggunakan cara yang keras atau kaku. Bila Dahlan dulu menggunakan cara itu, tentu Muhammadiyah tidak berhasil seperti saat ini.

Muhammadiyah amat sangat memahami bagaimana proses orang mencari Islamnya, tetapi tetap mengajak umat untuk berpikir. Dahlan sering dalam aforismanya yang banyak dikutip sebagai fatwa dengan kalimat tanya yang retoris. Semua itu untuk menunjukkan betapa hebat dan sandaran gerakan Muhammadiyah kepada tradisi filsafat. Abdul Munir Mulkhan sering menyebut bahwa tradisi Dahlan amat kuat pada ilmu mantiq.

Tradisi mantiq ini digunakan Ahmad Dahlan untuk memahami agama dan terus menerus menjalankan agama dengan realitas keseharian. Dahlan pun menemukan spirit agama yang kemajuan, yang membebaskan. Artinya, agama bukan sesuatu yang stagnan dan anti kepada realitas sosial. Dahlan menggunakan Al-Ma’un sebagai basis filosofis untuk menggerakkan agama.

Spirit Pembebasan

Bila kita simak sejarah dakwah Kiai Dahlan kita akan menemukan spirit dari dakwah Islam ala Muhammadiyah adalah spirit pembebasan. Dahlan mengajak muridnya untuk mengubah paradigma belajar. Belajar agama bukanlah menurut atau tunduk terus-menerus kepada Kiai. Belajar agama adalah mempertanyakan, menemukan keresahan, dan mencari jawaban keresahan itu.

Spirit membebaskan manusia dari kebodohan. Spirit menggunakan akal itulah sejatinya spirit agama. Ia membebaskan manusia dari ketundukan kepada taqlid, tunduk pada ikut-ikutan apalagi mendewakan guru. Dialog menjadi etos Dahlan untuk menemukan, mencari kebenaran agama.

Muhammadiyah sebagaimana dicontohkan Dahlan menolak kultus individu, menolak kebesaran individu, menolak satu pengakuan berlebihan kepada individu. Terlebih bila itu dikaitkan dengan kontribusi terhadap agama.

Baca Juga  Omong Kosong Covid-19 (2): Ketika Segelintir Agamawan Khianat

Agama adalah Laku

Kiai Dahlan sering mendengungkan bahwa ilmu harus dengan amal, amal harus berpijak pada ilmu. Ilmu dan amal adalah spirit dasar agama. Agama tanpa amal tidak ada artinya. Begitu pula amal tanpa dilandasi oleh ilmu maka keropos.

Sebagai gerakan Islam yang melandaskan pemikiran dan geraknya pada ilmu, maka Muhammadiyah bisa menjadi gerakan yang mencerahkan. Ia menjadi sinar dan cahaya bagi bangsa ini. Gerakan keagamaan Muhammadiyah selalu memiliki basis filosofis yang terang dan merujuk pada Al-Qur’an sebagai pedoman dan landasan geraknya. Sementara dalam mendakwahkan Islam, agama yang mencerahkan, Muhammadiyah juga mengamalkan gerak agamanya dalam praksis gerakan sosial yang merupakan manifestasi agama itu sendiri.

Dahlan selaku pendiri dan inspirasi gerakan Muhammadiyah mencontohkan betapa rapuhnya ilmu tanpa amal. Karena itulah, ia selalu menekankan kepada muridnya pada praksis keseharian, amal, dan laku keseharian menjalankan agama.

Dalam praksis gerakan, Muhammadiyah menghindari kontra-produktif yang mengarah pada perselisihan, perpecahan, dan permusuhan. Muhammadiyah justru menjadi motor dan inspirator untuk gerak maju sebagai wujud dari sikap beragama itu sendiri.

Rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dan aneka amal usaha lain adalah satu wujud praktik amaliah agama yang wajib dijalankan sebagai sebuah laku agama.

Moderat

Muhammadiyah memiliki kepribadian atau watak yang moderat. Sikap moderat Muhammadiyah ini terumuskan dalam sepuluh sifat Muhammadiyah. Ada tiga watak dari sepuluh itu yang menunjukkan sikap moderat Muhammadiyah.

Pertama, lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam. Artinya, kader Muhammadiyah harus memiliki spirit belajar agama yang tidak berhenti, tidak kaku karena memiliki cakrawala yang luas dan berpegang teguh pada ajaran Islam.

Kedua, kerjasama dalam golongan Islam manapun untuk menyiarkan agama Islam. Spirit Muhammadiyah adalah gotong royong dan kerjasama dalam dakwah agama dan sosial.

Baca Juga  Spektrum Inovasi: “Do or Not, Innovation is A Must”

Ketiga, membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan membangun negara mencapai masyarakat adil dan makmur. Spirit ini dimaknai bahwa dalam bingkai kebangsaan dan kemanusiaan, Muhammadiyah bersikap inklusif dan menggandeng semua elemen bangsa tanpa membeda-bedakan kelompok, suku, dan agama.

Ketiga ciri kepribadian Muhammadiyah itulah yang membawa Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang tidak kaku, lentur tetapi konsisten memahami dan mengamalkan agamanya dengan spirit pencerahan dan pembebasan.

Merebut Tafsir

Buya Syafii sering memberi wejangan bahwa kegagalan kita dalam menutup akses dan ruang kelompok ekstrimisme dan radikalisme akan mengakibatkan kepada rusaknya bangunan atau rumah kebangsaan kita.

Pesan Buya tadi masih relevan sampai saat ini. Memberi ruang kepada kelompok yang menjadi “panitia akhir zaman” yang mengklaim kebenaran kelompoknya sendiri, yang memonopoli tafsir agama dan memperkosa ayat-ayat Tuhan akan mengakibatkan bangsa ini menjadi bangsa yang keblinger atau salah kaprah dalam memahami agama.

Sukidi pada 2 November 2022 dalam ceramahnya Kembali kepada Tradisi Islam Awal menunjukkan betapa beragamnya penafsiran Al-Qur’an. Betapa kayanya penafsiran Al-Qur’an. Dan betapa penafsiran Al-Qur’an itu sangat beragam, plural dan kontradiktif.

Realitas tafsir Al-Qur’an yang beragam, plural dan kontradiktif itu menunjukkan bahwasannya sikap memonopoli kebenaran atas nama agama menjadi sikap yang bertolak belakang dengan spirit Islam itu sendiri.

Sikap beragama yang menganggap bahwa mazhabnya yang paling benar dan menuduh orang lain sesat semakin tidak relevan dengan api Islam itu sendiri.

Spirit ilmu dan spirit amal yang ada pada Muhammadiyah kiranya sudah tepat di tengah masih merebaknya radikalisme, serta beragama dengan kaca mata kuda.

Dengan tawaran Sukidi kembali kepada tradisi Muslim awal, kita diajak untuk menghargai betapa ulama dahulu telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk memahami Al-Qur’an. Kita juga diajak menyadari kembali bahwa realitas tafsir Al-Qur’an yang plural, beragam, dan kontradiktif itu, justru menambah khazanah keilmuan dan cahaya Islam itu sendiri. Ia semakin membuat kita tunduk tawadhu’ di tengah belantara dan luasnya samudera ilmu Islam itu sendiri.

Baca Juga  MAARIF House Edisi 4: Bincang Soal Agama, Kebudayaan, dan Moralitas Publik

Dengan begitu, kita semakin menyadari bahwa beragama bukan untuk mencari siapa yang paling benar, dan siapa yang paling salah, tetapi semakin menyadari bahwa kita perlu saling belajar, saling mengisi dan saling berlomba dalam kebajikan dan amaliah keagamaan.

Spirit itulah yang selalu dibawa Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu yang selalu mendasarkan diri pada ilmu mantiq dan tidak lupa untuk berpraksis pada gerak dan amal kemanusiaan dan kebangsaan.

Avatar
35 posts

About author
Pegiat Literasi
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds